webnovel

Keinginan Papa, Bukan Aku

Semenjak hari itu Azam sangat membenci sang Papa, dan tak hanya hari itu Azam juga pernah memergoki Papanya bersama wanita lain di kantor. Tapi Azam benar – benar menutup matanya, dia sungguh muak dengan tingkah sang Papa yang suka main gila dengan wanita muda yang lebih layak menjadi anaknya karena usia wanita tersebut tak terpaut jauh dari nya.

Dan karena hal itu juga membuat nya memilih untuk tinggal di apartemen sejak kuliah dan Azam bertekad untuk memulai usahanya tanpa embel – embel sang Papa hingga sukses seperti sekarang ini.

***

Aku duduk di meja belajar sambil menatap buku – buku pelajaran yang hampir seminggu ini tak ku sentuh.

'Sepertinya besok aku harus mulai sekolah lagi' gumam ku sambil membuka buku pelajaran.

Tak lama ku dengar ponsel ku berdering, aku mencari sumber suara tersebut. Karena sudah hampir seminggu ini juga aku mengabaikan ponsel ku, aku hanya mengecasnya saja tanpa berniat membuka pesan atau lainnya bahkan hari ini saja aku belum ada memegangnya jadi aku tak ingat dimana ku meletakkannya terakhir kali.

'Sepertinya di dalam laci' gumam ku sambil membuka laci, benar ternyata di dalam laci. Aku menatap layar ponsel tersebut ternyata 'Mita' gumam ku sambil menekan tomboh hijau pada layar.

"Hallo Mit"

[Ya Tuhan....syukurlah akhirnya lo jawab juga telpon gue] terdengar suara helaan nafas dari seberang, aku hanya tersenyum. Mita adalah satu – satunya teman ku di sekolah, karena aku bukan tipe yang mudah bergaul aku memang lebih suka menyendiri.

[Lo baik – baik aja kan Zi] aku menganggukkan kepala seolah dapat terlihat oleh Mita.

"Gue udah lebih baik kok Mit, makasi ya udah khawatirin aku"

[Kapan Lo masuk? Gue kangen tau]

"Sepertinya besok gue udah mulai masuk"

[Beneran??? Gak sabar deh, lo tau gak ada murid baru di sekolah kita semenjak lo gak masuk. Ganteng banget tau, meskipun orang nya bandel tapi beneran deh dia ganteng banget] ucap Mita bersemangat bercerita tentang sekolah.

"Lo kalau cowok ganteng aja, cepet ya" ucap ku terkekeh.

[Lo kalau ketemu juga pasti bakal klepek – klepek]

"Hahaha...segitunya"

[Beneran tau, eh...udah dulu ya gue di panggil Mama. Sampai ketemu besok Zia sayang] ucap nya dan terdengar nada panggilan terputus.

Aku meletakkan benda pipih tersebut di atas meja tanpa berniat melihat beberapa pesan yang masuk ke aplikasi ponsel pintar ku.

Aku kembali menyiapkan buku – buku yang akan ku bawa ke sekolah besok. Sambil sekalian membaca pelajaran yang tertinggal selama seminggu ini, tak sadar sampai hampir pukul tujuh malam. Suara ketukan pintu kamar mengejutkan ku, "Neng...turun makan dulu ya, udah di tungguin sama Tuan" terdengar suara Ambu memanggil ku di balik pintu.

"Iya Mbu, sebentar lagi Zia turun" jawab ku, lalu menutup buku dan beranjak ke luar kamar.

Ku lihat Papa sudah ada di ruangan makan, dia duduk di ujung meja panjang yang ada di ruangan makan tersebut. Ambu menyiapkan piring untuk Papa dan aku kemudian kembali ke dapur.

"Kapan kamu mulai sekolah lagi?" tanya Papa sambil mengisi piringnya dengan makanan.

"Rencana nya besok Pa" terlihat pria dewasa tersebut menganggukkan kepalanya sambil mulai melahap makanan yang ada di piring.

"Baguslah, sudah cukup lama kamu libur. Kamu harus kembali mengejar pelajaran mu yang tertinggal selama seminggu ini" ucap nya dengan nada tegas.

"Iya Pa"

"Oh iya, berarti mulai hari ini kamu juga sudah mulai les ya. Papa gak mau nilai kamu jelek semester ini" aku langsung menatap ke arah Papa yang sedang menikmati makanannya, 'apa segitu pentingnya nilai bagi Papa, kenapa Papa tidak pernah mau bertanya keinginan ku' gumam ku dalam hati.

"Kenapa malah diam? Apa kamu keberatan?" aku menggelengkan kepala cepat, yang benar saja aku akan bilang keberatan. Itu sama saja menabuh genderang perang namanya.

Kemudian kami makan dalam diam, setelah selesai aku berpamitan lebih dulu untuk ke kamar dengan alasan ingin belajar.

Aku memainkan gawai ku sambil melihat video permainan drummer oleh seorang musisi yang cukup terkenal di dunia, memang sudah lama aku menyukai alat musik ini. 'Sepertinya pasti asik jika aku bisa main drum' gumam ku.

'Kalau aku minta izin sama Papa minta les drum dikasi gak ya?' gumam ku lagi, 'apa aku harus coba minta sama Papa?' sambung ku lagi, yah...sepertinya aku harus mencobanya. Kali aja Papa sedang berbaik hati dan mengizinkan ku untuk les drummer.

Aku membuka buku pelajaran ku dan mulai mengulang ulang pelajaran yang sudah ku tinggal selama satu minggu ini.

***

Aku sudah siap dengan seragam sekolah putih biru yang biasa di pakai pada hari senin, setelah merasa cukup rapi dan semua perlengkapan sekolah ku sudah lengkap aku menyandang tas dan turun ke bawah menuju ruang makan untuk sarapan, seperti biasa ku lihat Papa sudah duduk lebih dulu di sana sambil membaca koran.

"Pagi Pa" sapa ku, ku dengar Papa hanya berdeham sambil melirik sekilas ke arah ku lewat celah kacamatanya.

"Kamu akan diantar jemput Mang Asep mulai hari ini" ucap Papa.

"Iya Pa"

"Ingat jangan keluyuran ke mana – mana, pulang sekolah langsung ke rumah karena guru private kamu mulai hari ini akan mengajar" ucap Papa tak terbantahkan, aku pun hanya mengangguk.

"Ehm...Pa.."

"Ya, ada apa?"

"Aku minta tambahan les boleh?" ku lihat pria dewasa tersebut melipat korannya dan meletakkan di atas meja.

"Les? Apa masih ada pelajaran yang perlu kamu les selain, sains, bahasa inggris, bahasa prancis dan bahasa jepang?" ucap nya, ya itu adalah sebagian dari les yang ku jalani di rumah belum lagi yang diluar.

"Bukan...aku ingin les musik" ucap ku takut.

"Musik??? Apa Papa gak salah dengar?"

"Ehm..itu aku ingin les drum jika Papa mengizinkan" ucap ku lagi sedikit terbata.

"Jangan macam – macam kamu Zia, apa gunanya les drum. Itu tidak ada manfaatnya, lebih baik kamu les bahasa prancis supaya nanti saat kuliah kamu tidak kesulitan untuk berinteraksi di luar negri" ucap Papa tegas, Papa memang sudah merencanakan kuliah ku ke luar negeri tanpa bertanya pada ku. Aku hanya terdiam menunduk tak berani menatap ke arah Papa, tapi kemudian ku beranikan diri untuk berbicara lagi.

"Tapi, Zia suka drum Pa" ucap ku lirih, Papa meletakkan sendok teh dengan kasar hingga terdengar suara nyaring.

Tringg...

Suara denting sendok yang beradu dengan piring alas cangkir teh milik Papa.

"Papa tidak akan pernah mengizinkan kamu untuk les drum, karena itu hanya buang – buang waktu. Ingat Zia, tugas kamu sebagai pelajar hanya perlu belajar yang rajin dan nilai mu tetap bagus. Papa tidak mau tau, pokoknya semester ini Papa ingin dengar nama kamu kembali di panggil di depan!!" tegas Papa tak terbantahkan, kemudian dia meninggalkan ku yang masih menatap sarapan ku yang baru ku sentuh.

Tiba – tiba saja selera makan ku hilang, rasanya aku ingin berteriak dan bilang ke Papa kalau aku juga punya keinginan sendiri bukan hanya di atur seperti ini.

"Sabar ya Neng" Ambu datang mengusap punggungku pelan, aku hanya mengangguk sambil tersenyum.

"Ayo habiskan sarapannya, nanti terlambat sekolah" ucap Ambu lagi.

"Aku sudah kenyang Mbu, Zia berangkat dulu ya Mbu" pamit ku kemudian beranjak sambil menyandang tas ku.