brukkkk
kulempar tas sekolah diatas tempat tidur berbarengan dengan ambruknya badan ku yang terasa pegal karena mengendong tas yang penuh dengan buku. baru saja mata lelahku terpejam, bunyi ayam berkokok melengking pas disamping telinga , wetssss jangan berpikir ada ayam dikamar ku ya, itu bunyi ponsel aku yang terongok di kasur sejak tadi pagi buat informasi nih aku ga suka bawa hp ke sekolah, ganggu aja menurut ku.
dengan malas ku lihat benda pipih yang berbunyi nyaring itu..
"assalamualaikum, na.." suara Raka sedikit berteriak diseberang sana, yang sedetik berikutnya segera ku jauhin hp dari telinga ku,
"waalaikumsalam.. ada apaan ka? tumben kamu telpon aku" Kataku santai
"Aku cuma disuruh Adit, suruh memastikan udah dibuka belum titipan dari dia??"
"yaelah.. kenapa jadi kamu yang tanya bukan Adit sendiri, sejak kapan juga kamu jadi kurirnya Adit?" jawabku agak kesal.
"sejak hari ini na.. tapi kurir khusus anterin kiriman buat kamu saja.. hahahh."
"mau saja kamu disuruh-suruh Adit"
"ini namanya sahabat sejati khanaaaa"
"udah ah..aku lagi capek banget nih.. jangan lupa dibuka tuh titipan, bye khana..assalmualaikum"
"iyaaaa..waalaikumsalam"
ku taruh hp ditempat semula seraya bangkit dari rebahan malasku.
'penasaran' hanya kata itu yang terlintas di otak ku saat ini, tanpa menaruh curiga sedikit pun aku ambil bungkusan yang tergelatak disamping tas sekolah ku.
aku putar-putar dan aku bolak-balik, kemudian aku cium, 'apaan ya isinya?' tanpa menunggu lama aku buka bungkusan itu, dan aku tambah bingung setelah membuka bungkusan tersebut 'coklat'..
-raka POV-
"huhhhh.." aku taruh hp dimeja samping tempat tidur, aku ingat banget muka innocent yang dari dulu bikin hatiku berdebar, yang bikin aku merasa selalu pingin hidup seratus tahun lagi walau hanya dengan melihat wajahnya dari kejauhan.
'khana' nama itu yang selalu ada di hati aku sejak dulu, sejak pertama kali aku lihat dia, rasa yang selalu kututup rapi didalam relung hati yang paling dalam hingga saat ini, katakan aku pengecut, maka aku akan menjawab 'iya' itu kenyataan bahwa aku memang pengecut, yang memilih diam ketimbang menyatakan perasaan aku ke dia.
ceklek
pintu kamar ku kebuka, dan aku sudah hafal betul siapa yang berani masuk kamar aku tanpa mengetuk pintu yah dia lah Adit saudara dan juga sahabat baik aku
"kamu melamun ka, ngelamunin khana lagi?" tanya Adit sambil mendekat ke ranjang yang aku duduki dan menepuk pundak ku pelan. aku lihat dia menarik nafas panjang dan membuangnya dengan kasar lalu melihat ke arah ku.
"Kamu masih nyabotase nama aku juga?" tanyanya lagi dan aku mengangguk. "kenapa sih Kamu ga bilang aja kedia kalau kamu suka sm dia?"
"aku ga bisa dit, aku ga mau dia sedih jika suatu saat aku harus meninggalkan dia, aku juga ga mau dia kasian sama aku kalau dia tahu keadaan aku"
"Aku sayang banget sama dia Dit, aku ga sanggup lihat dia sedih"
"oke, aku ngerti perasaan kamu, Ka.. bay the way tadi pagi kamu bilang mau memberikan sesuatu ke dia, apa yang kamu beri ke dia?" tanya Adit ke aku
"coklat" jawab ku singkat sambil melihat kearah Adit.
"hah..serius kamu.." jawab Adit sambil melotot ke arah ku.
"kenapa emang?" tanya ku
"Kamu kasih coklat ke dia pake nama Aku?" tanya Adit sambil nunjuk ke arah hidung nya. dan aku mengangguk sebagai jawabannya.
"aduhhhh..."jawab Adit menepuk jidat.
"rakaaa... terus aku gimana kalo ketemu khana coba, di kira aku suka sm dia, aku bingung harus bersikap bagaimana di depan dia?"
"anggap aja coklat itu emang dari kamu.. gampang kan?" jawab ku tanpa rasa bersalah.
"haduhhhhh.. Raka" jawab Adit sambil mengacak rambut nya frustasi.
"sorry, sorry" kata ku
"hah.. ya udah lah ga usah dipikir, sekarang aku antar kamu ke rumah sakit, aku mengijinkan kamu pakai nama aku asal kamu tetep mau melakukan perawatan ini, dan berobat dengan bener. okey.." kata-kata itu meluncur dari mulut Adit, aku tahu dia ga bakal marah dengan apa yang aku lakukan, dan dia adalah satu-satunya orang yang tulus bersahabat denganku dan satu-satunya sodara yang sayang banget sm aku.
aku hanya mengangguk sebagai jawaban kata-katanya. setelah ganti baju aku dan Adit langsung menuju kerumah sakit tempat aku biasa dirawat dan kebetulan rumah sakit itu milik kakek aku.