Jordan cepat-cepat masuk ke dalam gerbang sekolah, sebelum akhirnya nanti ditutup oleh satpam. Pergi menuju parkiran, dan turun dari atas motornya diikuti oleh Tania juga.
"Tan, tadi lo ngomong apaan sih di jalan? Gue gak bisa dengar, sorry," kata Jordan, dengan tangan yang berusaha untuk melepaskan helm di kepala Tania.
Tania cemberut kesal saat mendengar Jordan memberikan pertanyaan yang sama, tapi tidak merespon sebagaimana yang diinginkan oleh dirinya. Iya, memang ada benarnya juga, jalanan tadi sangat berisik dan jelas tidak akan terdengar suaranya.
"Tidak ada, lebih baik lo lupakan deh ucapanku itu." Tania menghela napas panjang, seraya mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru sekolah. "Dan, tumben banget deh parkiran sepi begini. Apa jangan-jangan upacaranya sudah mulai, ya?"
Jordan mengangkat bahunya, tidak tahu. "Daripada lo bertanya-tanya begitu, mending pakai nih dasi." Mengulurkan dasi ke arah Tania yang menerimanya cukup bingung. "Ayo, kita ke lapangan sekarang!"
Tania masih bingung, tapi tangannya mendadak ditarik oleh Jordan untuk dipaksa segera jalan mengikutinya. Baiklah, mau tidak mau ia pun mengikuti dengan langkah terburu-burunya.
"Dan! Dasi lo ke mana? Lo pakai dasi, kan?"
Jordan segera menoleh ke belakang, dengan bibir mengulas senyum tipis. "Sudah, lo perduli amat dah sama gue. Yang penting, lo pakai itu. Gue mah laki, gak akan lemah kalau cuman dihukum depan lapangan begitu mah."
"Jordan," panggil Tania kembali. "Gue gak mau kalau lo sampai dihukum, cuman karena dasi ini. Mendingan lo yang pakai deh, lagipula ini juga kecerbohan gue sendiri."
"Berisik, Tania!" Jordan menggeleng pelan, dan tetap kekeh untuk menyuruh Tania mengenakan dasinya. "Itu barisan lo, sana masuk! Jangan lupa pakai dasinya, gue pengen cari barisan dulu!"
"Jordan?"
"Sudah, sana pakai!"
Jordan pun berlalu dari hadapan Tania yang masih tercengang dengan sikapnya. Sebenarnya, ini bukan kali pertama kalau lelaki itu selalu saja menyelamatkan dirinya dalam lingkaran kemalangan, tapi untuk kali ini rasanya merasa cukup bersalah.
Tania berjalan dengan perasaan bersalah untuk masuk ke dalam barisannya, seraya memasang dasi milik Jordan. "Baiklah, lo orang yang keras kepala sih. Nanti kalau selesai upacara ini, gue bakal bawain minuman kesukaan lo aja deh."
Kegiatan upacara pun berlangsung, dan seperti dugaan Tania sebelumnya, Jordan kini berada di barisan paling depan karena tidak mengenakan atribut lengkapnya.
Tania menggigit bibir bawahnya, dengan tatapan menunduk untuk melihat pada dasi milik Jordan. Sesekali melirik ke arah sahabatnya yang berada di depan sana, mendapatkan hukuman padahal bukan kesalahannya sendiri.
"Sialan, Tania! Kenapa bisa sih lo ceroboh begitu? Kasihan banget sama si Jordan, ada di depan sana padahal bukan kesalahan dirinya." Tania menggerutu di dalam hatinya, dan berharap agar upacara ini segera berakhir.
Tentu saja agar Tania bisa segera menghampiri Jordan yang sudah kelihatan lelah di depan sana. Uh, rasanya kasihan sekali. Meskipun dirinya pun ikut merasakan panas matahari yang sama, tetapi berdiri di depan sana seperti ada sensasi berbeda.
***
Tania buru-buru berjalan menghampiri Jordan yang tengah berjongkok kelelahan sekarang ini. "Jordan!"
Jordan pun menoleh ke belakang, dan kembali berdiri sembari menatap Tania. "Lo gak masuk kelas sih, Tan?"
"Kita masuk kelas bareng lah bego! Ini gue bawain minuman kesukaan lo." Tania mengulurkan botol minuman ke depan Jordan, yang langsung menerimanya.
Jordan meneguk minuman pemberian Tania. Ini adalah keberuntungan bagi dirinya, saat tenggorokan sangat haus seperti ini ada orang baik yang memberikan dirinya seperti ini.
"Thanks, Tan. Gue memang haus banget dari tadi, lo malah bawa minum begini kan jadi ... enak gue." Terkekeh pelan, seraya berjalan ke belakang untuk mengambil tasnya di bawah pohon itu.
Tania mengekori Jordan dari belakang, dengan senyum tipis yang terulas. Namun, matanya menangkap sosok orang yang sedari tadi tengah memperhatikannya. Dan, sekarang malah melambai ke arahnya.
"Dan, gue pergi duluan ya!" Tania berjalan ke arah lelaki itu, dan meninggalkan Jordan yang tercengang ketika melihat dirinya pergi begitu saja.
"Lah, gue kira pengen pergi ke kelas barengan," gumam Jordan. Ia melihat ke mana perginya Tania, yang ternyata ingin menghampiri sosok lelaki itu.
Tidak lain adalah Adelio.
"Hay, Kak!" sapa Tania, dengan senyum lebarnya. "Kenapa belum masuk kelas?"
"Nungguin lo, Tan." Adelio menjawabnya singkat. "Gue pengen anterin lo sampai kelas sih, lebih tepatnya."
Tania membelalakkan matanya. Siapa pun pasti akan merasakan kebahagiaan yang luar biasa ketika mendapatkan kalimat seperti itu, apalagi ia sendiri memang mencintai Adelio.
Kalimat ajakan yang sangat sederhana itupun bisa sangat berarti, dan membekas dalam benak Tania. Ia menjawabnya dengan anggukan ragu.
"Boleh banget, Kak." Tania menunduk ke bawah, tentu saja untuk menyembunyikan rona merah pada wajahnya ini. "Apa lo tidak repot antar ke kelas gue? Padahal, kita berdua beda gedung loh."
Adelio tersenyum dengan gelengan ringannya. "Tidak. Anggap saja kalau sekarang ini gue pengen berusaha dekat sama lo, Tan. Justru, lo gak risih kan kalau gue yang antar?"
"Tidak, Kak." Cepat-cepat menggeleng, agar tawaran tersebut tidak hilang begitu saja.
"Ya sudah, ayo kita pergi ke kelas lo." Adelio masih menebarkan pesonanya di depan Tania, yang justru sudah tidak kuat lagi.
Ingin pingsan pun rasanya harus tahu tempat terlebih dahulu, daripada nanti malah semakin memalukan.
"Iya, Kak."
Mereka berdua kemudian berjalan beriringan untuk menuju kelas Tania yang berada di ujung sana. Sesekali ada pembicaraan ringan, agar tidak begitu kaku.
Sesampainya di ruangan paling ujung, Tania masuk ke dalam. Tentunya ia sudah berpamitan pada Adelio, dengan tangan melambai untuk menyuruhnya segera masuk.
"Kak, gue masuk ke dalam duluan, dan terima kasih karena sudah mau repot buat anterin." Tania tersenyum lebar, dengan rona merah pada pipinya.
Adelio mengangguk pelan, dengan tangan melambai. "Iya, sama-sama. Sekarang sana masuk ke dalam, dan belajar yang baik."
"Siap, Kak!" Memberikan hormatanya pada Adelio, yang malah menanggapinya dengan tawa kecil.
Tania masuk ke dalam kelasnya yang sekarang terdengar sangat riuh. Ia berjalan santai dengan memainkan tasnya, untuk kemudian duduk.
"Ciee, ada orang yang lagi bahagia nih hari ini," sindir teman sebangku Tania.
Tania menoleh ke samping. "Siapa yang bahagia? Lo lagi bahagia?"
"Dih, kok gue? Jelas-jelas lo, Tania!"
"Gue?" Tania menunjuk dirinya sendiri, saat mendapatkan teriakan keras dari teman sebangkunya itu. "Kenapa? Gue memangnya bahagia kenapa hari ini? Perasaan biasa aja deh."
"Mata lo biasa. Gue tadi lihat lo diantar sama Kak Lio, keren banget dah."
"Oh." Tania tersenyum tipis, dan menatap manik teman sebangkunya yang ternyata sudah tahu kalau dirinya tadi diantar oleh Adelio. "Kalau itu, gue setuju sama lo. Memang gue ini keren sih, lo baru tahu, ya?"