webnovel

3. Kerinduan tak terelakkan

Nani melihat tingkah Tania seperti orang yang tengah jatuh hati, hanya bisa menggelengkan kepalanya pelan. Ia pun menyuruh anak tersebut untuk segera turun ke bawah, karena mereka harus segera makan malam.

"Non, kita ke bawah sekarang, yuk!"

Tania mengangguk pelan. "Iya, Bu. Duluan saja gih, nanti aku pasti akan menyusul buat turun."

"Baiklah, jangan sampai tidak turun ya, Non."

"Iya, Ibu."

Tania mengawasi pengasuhnya yang kemudian melangkah ke luar dari dalam kamarnya, sedang dirinya kembali terfokus dengan ponsel yang menampilkan pesan dari seseorang itu.

'Gue izin buat save nomer lo, ya?' Tania memberikan pesan tersebut, yang kemudian langsung memberikan nama pada nomer baru tersebut.

Setelah dirasa cukup puas, pun belum kunjung mendapatkan jawaban dari orang yang bersangkutan, Tania memilih untuk ke turun, Ia menuruni anak tangga dengan hati gembira, dan ingin sekali rasanya untuk pergi ke rumah Jordan sekarang juga.

Menceritakan kejadian tadi itu, ketika dirinya mendapatkan pesan dari seorang lelaki yang dikaguminya selama ini.

"Gila sih, ini kalau gue cerita sama Jordan pasti tuh anak bakalan kaget banget deh," gumam Tania, yang kembali mengembangkan bibirnya lebar. Karena suasana hatinya sangat membaik.

Sesampainya di meja makan, Tania segera mengambil duduk. Ia menatap pada dua kursi yang seharusnya ada kedua orangtuanya, tapi selama ini tidak pernah melihat mereka ada di sana.

"Ibu, kenapa sih Ayah sama Bunda tidak pernah pulang ke rumah? Kalaupun mereka ada di sini, pasti selalu sibuk dengan laptop juga ponselnya. Apa mereka tidak perduli dengan keadaanku di sini? Yang selalu saja menunggu mereka setiap harinya," ungkap Tania, akan perasaannya ini.

Saat melihat meja makan yang sepi seperti ini, rasanya percuma sekali. Rumah besar, barang mewah, dan semua yang ada di dalamnya memiliki merk ternama. Namun, sayang sekali tidak ada kehangatan seperti keluarga lain di dalamnya.

Nani tersenyum tipis. "Non, lebih baik kita makan saja dulu ya, jangan terlalu berpikir kalau Nyonya sama Tuan tidak sayang. Mereka berdua kan memang sangat sibuk dengan pekerjaannya, jadi susah ada waktu di rumah. Non harus paham dengan kondisi mereka, ya."

Tania mengerucutkan bibirnya. Tentu saja ia sangat paham dengan keadaan kedua orangtuanya, tapi sampai dirinya menginjak remaja tidak pernah ada sapaan hangat pada setiap bangun tidurnya. Ditambah lagi, ia sebagai anak tunggal di rumah ini, yang membuatnya cukup kesepian jika saja tidak ada Jordan.

"Ibu makan saja dulu, aku ingin pergi ke luar sebentar!" Tania buru-buru untuk pergi dari meja makan tersebut, dan berlari ke luar rumah.

Sesampainya di luar, Tania melangkahkan kakinya menuju ayunan besi yang ada di sana. Duduk pada salah satu bangku tersebut, dan mengayunnya perlahan. Sorot matanya lesu, hingga tidak sadar buliran bening itupun mulai tumpah.

"Ayah, Bunda, kapan kalian berdua pulang sih?" tanya Tania, yang kemudian mendongak ke atas untuk melihat bintang-bintang yang ada di atas sana.

Melihat bintang berkelip di atas sana, membuat dirinya sedikit tenang. Mungkin, awalnya Tania bahagia karena mendapatkan pesan singkat dari Adelio, tapi kala duduk di meja makan suasana hatinya mendadak berubah dengan cepat.

"Kenapa lagi sih lo?" Suara seseorang terdengar jelas dari belakang sana, dan membuat Tania langsung menoleh. "Nangis lagi? Kenapa?"

Tania melihat Jordan yang berdiri di belakangnya. Ia mulai menghapus air matanya perlahan, dan beranjak dari duduknya.

"Lo kebiasaan banget sih? Datang tidak pernah diundang, lama-lama jadi kayak hantu tahu," rajuk Tania.

Jordan dengan cepat memberikan jitakan pelan pada kening milik Tania. "Sembarangan! Gue tuh lihat lo duduk di sini, pasti ada masalah, kan? Makanya mampir ke sini," jelas Jordan, yang malah ditanggapi dengan cibiran.

"Peka banget sih lo." Tania kembali duduk pada ayunan tersebut, sedang kepalanya menyandar pada pegangannya. "Gue lagi rindu nyokap sama bokap, Dan. Mereka jarang banget pulang, gue lama-lama kesal sendiri."

Jordan menggeleng pelan. Ia pun ikutan duduk di sebelah Tania, seraya menatap wanita sekaligus sahabatnya ini dengan tatapan teduh.

"Kan mereka jarang pulang juga karena sibuk kerja, Tania. Masa lo marah sih? Mending kita cari makanan saja, yuk! Gue lapar nih." Jordan mengelus perutanya yang sedikit membuncit.

Tania menatapnya heran. Ia tertawa kecil, dan langsung saja menarik tangan milik Jordan untuk disuruh masuk ke dalam rumah besar milik orangtuanya ini.

"Masuk, yuk! Di dalam Ibu sudah buatin banyak makanan, beruntung banget lo ingetin." Tania menyeret tangan Jordan untuk dibawa masuk ke dalam rumah.

Jordan sama sekali tidak menolak saat disuruh Tania untuk masuk ke dalam rumahnya, apalagi ketika diberitahu ada banyak makanan di dalam sana. Keberuntungan yang tidak akan pernah ditolak olehnya.

"Lo belum makan berarti sekarang, Tan?"

Tania menggeleng pelan. "Belum. Gue malas duduk di meja makan sendirian," ucapnya, "Mending Ibu ikut makan di satu meja yang sama, beliau lebih sering makan di belakang. Katanya di sana jauh lebih nyaman. Gue? Ya duduk di sana sendirian, kayak orang bego!"

Jordan tergelak ketika mendengarkan penjelasan dari Tania barusan itu. Tidak salah, pasti sahabatnya ini merasa sangat kesepian sekali.

"Ya sudah, sekarang kita pergi makan. Kamu sudah tidak sendirian lagi di sana," kata Jordan, yang dibalas anggukan oleh Tania.

Sekarang, mereka berdua pun duduk beriringan. Tania mulai mengambil makanan dalam piringnya, begitupun yang dilakukan oleh Jordan. Mereka menikmatinya dengan tenang dan hening. Sesuai sekali dengan apa yang dibicarakan olehnya, sepi.

Jordan melirik pada Tania yang tengah makan dengan lahap. Seulas senyum pun kini terbit pada bibirnya, yang sedari tadi memperhatikan diam-diam.

"Dan," panggil Tania, setelah menoleh ke samping dan melihat Jordan yang terus menatapnya intens seperti itu. "Jangan natap gue kayak begitu, nanti biji mata lo bisa lepas sendiri!"

Jordan seketika terkejut ketika mendengar teriakan dari Tania barusan. Ia mengerjap beberapa kali, dan memusatkan pandangannya pada piring di hadapannya ini.

"Lo kalau ngomong bikin gue merinding," keluh Jordan, mengusap keringatnya yang mulai nampak pada dahinya.

Tania tergelak sendiri, dengan tangan yang menyentuh pundak sahabatnya tersebut. Ia tidak bisa menahan tawanya, ketika melihat tingkah Jordan yang mudah sekali untuk dibodohi.

"Habisnya lo ngelihatin gue mulu, hati-hati tahu!" goda Tania, dengan alis yang naik turun.

"Berisik! Mending habiskan tuh makanannya!"

"Yee, malah ngambek juga nih anak. Iya, ini gue juga pengen habisin makanannya kali," gerutu Tania, yang mulai menghabiskan makanannya tersebut, tanpa perduli dengan tatapan Jordan yang masih saja sibuk memperhatikannya.

Jordan tersenyum tipis. "Cantik, tapi sayangnya aneh!"

"Kamu bilang apa tadi?" Tania buru-buru menoleh ke arah Jordan, dengan tatapan tajamnya.