webnovel

Bersembunyi Di Gudang

Dua pasang kaki mulai melangkah pelan memasuki sebuah ruangan, tempat tersebut adalah gudang yang gelap, tiada cahaya lampu kecuali hanya cahaya matahari yang terlihat menembus celah lubang yang ada.

Nafas Luna terdengar tak stabil karena ketakutan, dia takut mereka akan tertangkap oleh guru dan petugas kebersihan yang sedang mencari mereka di luar gudang.

"Musuh terbesar dalam diri seseorang itu adalah ketakutannya sendiri. Dengan ketakutan mereka akan terlihat bodoh, mereka seakan buta dengan keberanian dan kemampuan mereka sendiri. Kamu salah satu dari mereka yang bodoh."

Luna melirik Chan yang berbicara, dia mulai kesal karena pemuda yang ada di sampingnya itu menyebut dia bodoh padahal sebelumnya tidak ada orang yang mengatakan kalau dia adalah perempuan yang bodoh. Dia memang tidak mengatakannya secara langsung atau memperlihatkan kekesalannya tetapi di dalam hati dia menggerutu dengan apa yang dikatakan oleh Chan. Tangannya merasa geram hingga ingin sekali mendorongnya tetapi dia sangat mengerti dan tahu dengan posisi mereka saat ini yang masih dalam buronan guru dan petugas sekolah.

"Kenapa diam. Jika kamu ingin melakukannya maka lakukan."

Chan bisa melihat tangan Luna yang mengepel sangat geram kepadanya, dia mengerti dengan apa yang dirasakan oleh gadis itu dengan apa yang baru saja dia katakan.

Luna mencoba untuk tetap diam, matanya kembali ke arah ke depan menuju pintu setelah melihat bayangan dengan ekspresi ketakutan nya.

"Ingat dengan apa yang baru aku katakan tadi."

Chan menggenggam tangannya, sentuhan itu membuat Luna bisa merasa tenang seakan Chan menyalurkan energi positif. Karena dari kenal cinta pasti dia merasa takut dengan kehadiran yang tiba-tiba langsung menyentuhnya, dia dari Pemuda dan menjauhkannya dari Chan. Setelah bayangan itu menghilang dan mendengar mereka yang ada di luar memberhentikan pencarian barulah Luna merasa lega dan dia berdiri setelah jongkok berapa saat bersembunyi di bawah meja yang ada di gudang bersama Chan.

"Mereka sudah pergi."

Luna menggesekkan kedua tangan karena debu lantai yang dia sampai, dia menoleh ke belakang untuk berbicara bersama Chan tapi dia sudah tidak melihat pemuda itu. Dia mencari-cari keberadaannya di beberapa titik gudang. Bukannya menemukan pemuda yang dicari, tetapi malah melihat tikus yang membuat dia menjerit ketakutan. Tikus ataupun kecoa binatang yang kotor semacam itu membuatnya merasa geli dan ketakutan.

"Ayah…."

Dia akan lebih memanggil ayahnya saat dia ketakutan karena Luna lebih dekat dengan ayahnya, seperti kata orang seorang Ayah adalah cinta pertama dari putrinya. Luna menangis, dia berdiri di atas meja yang ada di gudang dengan memejamkan mata dan tangan yang menutup kedua muatan tersebut karena tidak ingin melihat tikus yang berkeliaran di lantai. Siapa, nih disini yang takut dengan tikus seperti Lunara. Ih… cemen!

Kesunyian terasa, Luna membuka mata dan dia melihat sebuah lapangan basket. Di lapangan itu terjadi aktivitas permainan basket, ada grup cheerleader yang menyoraki para pemain dengan penonton yang cukup ramai dan itu semua adalah warga sekolah. Di antara penonton ada satu pemuda yang menarik perhatiannya, pemuda tersebut memakai kacamata dan terlihat kutu buku dengan buku catatan yang ada di tangannya dan juga pulpen.

"Kak Chan. Pemuda itu mirip Kak Chan, tetapi penampilannya sangat berbeda dan pria yang duduk itu terlihat lebih kalem sama sepertiku. Siapa dia? Benarkah dia Kak Chan."

PAKK!

Sebuah tangan mendarat di pundak, sempat dia dibuat kaget kehadiran tangan yang mendarat di pundak bagian kanannya. Perlahan tapi pasti dia menoleh ke belakang, wajah yang terlihat serius langsung redup ketika melihat Chan berdiri di belakangnya. Dia merasa lega ketika melihat yang berada di belakangnya setelah beberapa saat mencari.

"Kamu sudah memperhatikan apa?"

"Oh iya, tadi aku melihat orang yang mirip Kakak duduk melihat pertandingan bola basket."

"Di mana? "

Luna kembali menoleh ke belakang ke arah pintu, tetapi dia hanya menemukan kegelapan. Baru dia sadar bahwa dia sebelumnya hanya melihat hal yang tak nyata atau melamun. Itulah yang ada di pikirannya.

"Mungkin karena ketakutan aku malah mikir yang tidak-tidak. Kakak kemana tadi?"

"Aku tidak akan kemana-mana. Aku disini untukmu."

"Lebay."

"Ternyata kamu sudah berani berbicara. Bagus, ada peningkatan."

***

"Luna!"

Yona yang dari tadi mencari Luna menemukannya, dia menghampirinya.

"Full kamu gak belajar hari ini. Ini kebiasaan kamu, ya. Aku pikir kamu cewek yang polos dan tidak mungkin cabut dijam pelajaran. Satu lagi, dari tadi guru matematika cariin kamu bersama Pak Aris, kalau Pak Arisnya cariin murid yang ngelempar dia pakai bola basket."

Luna mengarahkan pandangan ke langit atap, dengan sikapnya itu membuat Yona berasumsi kalau dia lah yang melempar Aris menggunakan bola basket.

"Kamu, ya? Jangan bilang kalau kamu yang melempar Pak Aris menggunakan bola."

"Sebenarnya iya. Aku enggak sengaja, aku ngak maksud untuk melemparnya tetapi bolanya malah kena guru itu. Sebelu...."

Luna menggantungkan perkatannya, dia menoleh ke belakang dan tidak melihat Chan karena dia melihatnya bersembunyi di pintu perpustakaan ketika dia berbicara dengan Yona di depan teras perpustakaan.

"Kenapa dia sudah ada di sana. Kapan dia ke sana."

Batin Luna berkata.

Luna ingin berbicara mengenai apa yang terjadi sebelumnya, tetapi dia melihat Chan meletakkan jari ke bibirnya dengan mengangguk pelan dan karena itu dia tidak jadi melakukannya.

"Apa?"

Luna menggeleng dengan senyuman cengir. Chan mengacungkan jempolnya kepadanya dengan senyuman. Luna tersenyum ringan, Yona menoleh kebelakang dan dengan cepat Chan bersembunyi.

"Apa yang kamu lihat? Lalu, di mana cowok yang lari bersama kamu. Pak Aris mengatakan kalau kamu kabur sama cowok. Pacar kamu, ya...?"

"Tidak. Yuk, kita ke kelas."

"Ke kelas? Kelas itu di sana. Sepertinya apa yang dikatakan oleh Pak Aris benar."

"Enggak."

***

Bel pulang berbunyi, semua warga sekolah khususnya bagi para murid berbondong-bondong keluar dari kelas seperti ada mall yang melakukan diskon besar-besaran, jadi mereka tidak ingin kehabisan.

Yona memaksa Luna naik ke motornya, dia yang akan mengantarnya pulang sekaligus dia ingin tahu di mana rumah teman barunya itu. Beberapak kali Luna menolak tetapi tolakan itu dibantah oleh Yona. Perdebatan mengenai pulang terjadi di depan gerbang sekolah tempat keluar masuknta para pencari ilmu.

"Jika kamu tidak iku maka aku tidak akan berteman denganmu lagi."

Yona sedikit mengancam, karena ancaman itu dia terpaksa ikut.

"Yona."

Seorang pria dewasa dengan pakaian atasan kemeja biru dan celana hitam menghampiri mereka yang akan pergi. Pria itu adalah Kakak dari Yona yang bernama Saka dan dia guru Bahasa Inggris di sekolah mereka. Tampan, muda, dan belum menikah. Seperti itulah Saka, dia masih berumur 27 tahun dan dia menjadi idola di sekolah oleh para guru cewek maupun muridnya.

Apakah ini cinta pada pandangan pertama? Melihat sosok Luna untuk pertama kalinya membuat Saka tidak mengedipkan mata.

Para cowok tampan di sini semua. Ayo yang mau di hibur oleh para cowok tampan lanjut baca terus.

See you next chapter....