webnovel

Walandra Familiy House

"Apa?"

Yona begitu judes kepada Saka, padahal yang membiayai sekolahnya hanyalah Kakaknya sendiri karena kedua orang tua mereka sudah tiada.

Lamunan yang dilakukan oleh Saka terhenti mendengar suara adiknya yang penuh dengan tekanan di bawah terik panas matahari.

"Tolong antar beberapa buku-buku ini ke rumah keluarga Liam."

Beberapa buku yang ditulis sendiri oleh Saka dia berikan kepada Yona. Dari Yona dia meminta bantuan Luna untuk memegang buku tersebut.

Saka masih menatap gadis yang terlihat lembut untuk dipandang itu, kepolosan dari wajah Luna membuat hatinya luluh Bahkan dia masih memperhatikannya ketika motor yang dikemudikan oleh Yona sudah menjauh dari posisinya.

"Ke mana kita akan mengantar buku ini?"

Luna bertanya karena dia tidak ingin berkeliaran di luar jika tanpa tujuan yang jelas. Dia termasuk salah satu anak yang tidak ingin membuang waktu.

"Handpoinsh."

Sejenak Luna terdiam sambil menyelipkan jepitan rambut dengan bentuk tiga bunga warna gold yang mempercantik jepitan rambut tersebut. Jepitan rambut itu terjatuh ke buku karena embusan angin yang menerpa Pony yang diapit jepitan. Dia diam karena sebelumnya dia belum pernah mendengar kata 'Handpoinsh.'

"Kamu pasti bingung dengan apa yang aku katakan. Handpoinsh itu adalah singkatan dari Handsome Populer In School. Dia senior kakak kelas 12 dari lokal unggul yang tampan dan kamu tahu dia merupakan idola para siswi di sekolah. Semalam dia mengalami kecelakaan di jembatan Forexcis, dan buku ini adalah materi pelajaran untuknya yang sudah dirangkum oleh Kak Saka. Setelah mendapatkan buku ini maka Kak Saka akan mendapatkan uang dari keluarga mereka karena mereka itu kaya."

Sejenak Luna terdiam lagi dengan ingatan yang kembali mengulang kejadian di mana dia melihat sebuah kerumunan di jembatan Forexcis.

"Semalam aku lewat di jembatan Forexcis. Ternyata dia yang kecelakaan."

"Iya. Ajaibnya dia tidak mengalami luka yang parah kecuali kakinya patah tapi tidak permanen dan kemungkinan akan bisa kembali normal sekitar 1 bulanan."

"Syukurlah."

Motor yang dikendarai oleh Yona sampai di depan sebuah rumah, bukan rumah lebih tepatnya istana karena begitu besar bangunan tersebut dengan sebuah taman yang bungan dan kolam ikan hias yang besar mengapit jembatan kecil menuju ke arah pintu rumah.

"Wow. Sepertinya ini rumah terbesar di negara ini."

"Rumah pengusaha terkenal. Mereka memiliki perusahaan di China, Jepang, Korea, dan Dubai. Namun, pemilik utamanya sudah meninggal lima tahun yang lalu dan kini yang memimpin perusahaan adalah suami baru dari Bu Sumisyita."

Mereka dipersilahkan masuk oleh dua orang penjaga gerbang rumah, kemegahan dari rumah tersebut semakin jelas hingga langkah mereka terhenti di depan teras.

"Kami ingin mengantar buku."

Yona memperjelas tujuan mereka kepada dua bodyguard yang menjaga pintu utama rumah. Mereka kembali dipersilahkan masuk menemui anak kedua dari rumah tersebut.

Seorang wanita paruh baya yang membersihkan rumah menyapa mereka. Yona mengambil buku yang ada di tangan Luna, lalu memberikannya kepada pembantu rumah bagian kebersihan tersebut.

"Dari Nak, Saka?"

"Iya, Bi. Kenapa Bibi bisa lupa. Aku sering ke sini mengantarkan buku dan...."

Yona menggantungkan perkataannya, dia menggenggam pergelangan tangan Luna dan membawanya keluar.

Dari tingkah Yona baru saja membuat Kina bingung dan juga penasaran dengan kelanjutan perkataan Yona berikutnya. Namun, dia tidak ingin terlalu lancang bertanya apa lagi mereka baru saling mengenal satu sama lain.

Pembantu yang menerima buku dari Saka membawanya ke kamar atas yang ada di lantai lima yang paling tinggi dari rumah, dia memasuki sebuah kamar yang memiliki luas yang begitu besar. Dia memberikannya kepada seorang pemuda yang sedang duduk bersandar memainkan ponsel untuk game Online yang sedang tren padahal tangannya masih sakit.

"Ini bukunya, Den Liam."

Dialah Liam, cowok populer di sekolah dan menjadi idola bagi kaum hawa. Tinggi, kulit putih, dan dia memiliki hidung yang mancung. Wajahnya Asia, kenapa tidak dia adalah blasteran Jepang dan Indonesia. Dia berada di kelas unggul, tetapi otaknya jauh dari kata unggul karena kerjanya hanya tidur dan mengikuti pelajaran seperti patung tanpa bisa mengerti. Dia terkenal dingin, dan apa pun yang dia inginkan pasti akan dia dapatkan dengan bantuan dua temannya yang kocak dan selalu membuatnya kesal.

"Taruh saja di meja, Bi."

Dia merespons tanpa menoleh kepada Ruminah pembantu tersebut, dia asyik memainkan game dengan mata yang jeli dan bibir yang berbicara bersama teman-temannya yang terdengar dari aplikasi tersebut.

CLAKK!

"Yes...!"

Pintu kamar di tutup oleh Minah, tertutupnya pintu beriringan dengan berakhirnya permainan Liam dan dia memenangkan permainan bersama teman-temannya yang nongkrong di warung yang berasa tidak jauh dari sekolah mereka.

Suara Liam membuat Ninja kaget setelah menutup pintu tersebut, dia mengelus dada dan meninggalkan pintu tersebut.

Liam meletakkan ponsel di atas meja, dia mengambil buku catatan pelajaran tersebut dan menemukan jepitan rambut Luna.

"Yona. Mungkinkah ini milik gadis SMP itu. Tidak, hari ini semua anak baru kelas sepuluh masuk semuanya dan dia juga. Tidak... tidak mungkin ini miliknya karena aku tidak pernah melihat dia memakai jepit rambut. Pak Saka? Milik pacarannya mungkin. Aku akan mengembalikannya nanti."

Satu Bulan Kemudian....

Meski sudah satu bulan belajar di sekolah tersebut tetapi aura lingkungan baru masih terasa. Luna duduk di tepi lapangan basket yang panas karena kali ini dia kembali di hukum karena telat bangun pagi dan telat masuk ke kelas. Kembali dia memungut sampah di panasnya terik matahari pagi. Memang menyehatkan, tetapi juga membuat haus.

"Ini."

Bibirnya tersenyum setelah melihat botol minuman yang disodorkan ke arahnya.

"Kak Chan."

Lima mengangkat kepalanya, senyuman memudar setelah melihat Saka yang menyodorkan sebotol minuman tersebut.

Setelah satu bulan Luna tidak bertemu lagi dengan Chan, terakhir mereka bertemu hanya saat mereka menjadi buronan.

"Terima kasih, Pak."

Saka duduk di sampingnya, selama satu bulan pula Saka memberikan perhatiannya kepada Lima karena dia menyukai gadis yang memiliki rentan usia sepuluh tahun lebih muda darinya. Saka duduk dengan gagah, dia mengarahkan pandangan ke depan dan tangan yang menyilang di dada.

"Ini."

Dia memberikan Liana sebuah jam tangan, berwarna pink dan akan cantik di kulit putih Luna. Dia memasangkannya langsung setelah melepaskan jam tangan yang sebelumnya sudah ada di pergelangan gadis itu.

"Saya sudah punya jam tangan, Pak."

"Pakai saja. Jam ini juga ada alarmnya. Jika dia sudah sampai ke jam yang kamu atur maka dia akan bergetar."

"Tapi, Pak..."

"Pakai saja."

Sebuah tubuh datang dari depan mereka, pria yang tinggi, kurus, dan memiliki rambut yang rapi juga style yang bagus berdiri tepat di hadapan Saka membuat mata Kina yang sebelumnya silau menjadi redup dan terlindungi.

Siapakah dia?