"Hey Jo, ada yang cari elu tuh." Ujar salah satu teman Jordy di sekolah.
"Siapa?" Tanya Jordy singkat.
"Boneka barbie elu, hahaha. Jordy, Jordy. Masih betah aja elu ma dia." Ucap beberapa teman Jordy lagi. Membuat Jordy terhentak menyadari akan sosok yang di maksud oleh teman-teman nya.
Dengan cepat Jordy berlari mencoba membuktikan pikirannya, dalam hatinya masih bimbang dan ragu. Tidak mungkin Khanza nekat datang menemuinya ke sekolah. Karena dia pun tahu, bahwa ini akan menjadi bahan olok-olokan nantinya.
Tiba di halaman sekolah, kedua kaki Jordy mendadak lemas. Ketika benar yang dilihatnya adalah Khanza, kekasihnya. Khanza melambaikan tangan nya dari jauh dengan percaya diri. Jordy kembali berlari menghampirinya, menahan malu dengan ejekan teman-teman dan para siswi lainnya.
"Kau sudah gila ya?" Ucap Jordy dengan nada gertak.
Khanza terkejut.
"Apa itu kata sambutan yang pantas untuk pacarmu ini hah?" Tanya Khanza kemudian.
Jordy mengabaikan ucapan Khanza lalu menarik tangannya hingga keluar pintu gerbang sekolah tempat Jordy menempuh pendidikan.
"Aw, sakit Jordy. Kau menarik tanganku sangat kasar," Ucap Khanza meringis.
"Ma,maafkan aku. Aku hanya, tak ingin mendengar mereka mengolok-olok mu seperti tadi."
"Oh ya? Lalu kemana saja kau seminggu ini tak mengabariku, bahkan tidak lagi mengunjungiku." Tanya kanza dengan kesal menatap mata kekasihnya itu.
"Aku.. Aku sibuk."
"Sibuk apa? Kau tidak seperti biasanya, kau berubah Jordy."
"Pelankan suaramu Khanza. Jangan membuatku malu di sekolah ini,"
"Oh, jadi kau malu berpacaran dengan cewek miskin sepertiku? begitu?"
"Bukan, bukan begitu Khanza. Ayo lah jangan semakin membuatku jengah dengan sikap kekanakan mu itu,"
Khanza terdiam sejenak menahan air mata yang mulai membendung di matanya. Sikap Jordy kali ini membuatnya merasa bahwa ketakutannya selama ini sudah menjadi nyata.
"Apa kau sudah bosan dengan hubungan kita Jordy?" Tanya Khanza dengan suara lirih.
Jordy terdiam, ada kegelisahan di raut wajahnya.
"Jawab aku !!!"
Khanza mulai meneriakinya kembali.
"Apa kau bolos sekolah lagi Khanza? Jika begitu pergi lah kesekolah dulu. Kita bicarakan ini nanti," Jawab Jordy menyentuh tangan Khanza. Dengan kasar Khanza menepis nya.
"Sebentar lagi jam masuk kelas, ayo lah. Jangan begini, aku janji nanti ku telepon ya?" Ucap Jordy dengan nada seolah ia sedang terburu-buru.
"Jordy !!!"
Panggil seorang gadis cantik dengan seragam yang begitu ketat menutupi bentuk tubuh nya yang seksi, rambut panjangnya terurai dengan jepit rambut mungil berhiaskan mutiara di atasnya. Turun dari sebuah mobil mewah berwarna putih tepat di pintu gerbang sekolah.
Dari penampilannya, dari semua barang yang di gunakannya semua orang bisa mengira gadis itu anak seorang konglomerat tentunya. Dan mendengar suara panggilannya Jordy mundur selangkah dari hadapan Khanza.
"Ayo kita masuk kelas." Ajaknya kemudian.
"Elu duluan aja gih, gue masih ada urusan." Jawab Jordy kikuk. Sejenak gadis itu menatap wajah Khanza, dan melempar senyuman tipis dengan mengerutkan kedua alisnya.
Cantik sekali, dia juga seksi dan wangi. Kulitnya putih bersih, wajahnya glowing.
Hati Khanza bergumam.
"Ehm, baik lah. Aku masuk lebih dulu, bye Jordy." Ucap gadis itu.
"Siapa dia?" Tanya Khanza kemudian dengan tegas setelah gadis itu pergi.
"Hanya teman." Jawab Jordy singkat.
"Kau ingin putus bukan?" Ucap Khanza spontan membuat Jordy membelalakkan kedua matanya.
"Apa yang kau katakan barusan Khanza?"
"Lagi-lagi kau mengalihkan ucapan ku."
"Ok, aku mulai bosan dan jengah. Aku tidak ingin menikah muda, aku masih ingin melanjutkan pendidikan ku dan menjadi orang yang sukses. Aku masih ingin hidup bebas berkumpul dengan teman-teman ku, nongkrong di jalan, nongkrong di Kafe, dan menikmati masa mudaku."
"Diam !!!" Teriak Khanza dengan berlinangan air mata. Jordy terhentak dan menghentikan ucapannya.
"Lalu kenapa kau melakukan itu padaku Jordy, kenapa? Kenapa? Jika saja malam itu kau tidak memaksaku dengan segala rayuan mautmu, dengan segala janji mu, aku tidak akan pernah terpancing nafsu mu."
"Ayo lah Khanza, ini jaman modern. Semua serba canggih, lalu kenapa pikiran mu masih di jaman batu? Kita melakukannya juga atas rasa saling suka dan penasaran akan kenikmatan itu bukan?"
Khanza terdiam dengan tatapan tajam di penuhi amarah memuncak, hatinya bagai tersayat dan di hujani petir di pagi hari. Begitu perih, selama ini dia menganggap Jordy adalah laki-laki yang baik dan penuh sopan santun, lembut juga pemberani.
Jordy salah tingkah dengan tatapan tajam Khanza, ini pertama kalinya melihat kekasih yang selama ini menemaninya meluapkan amarah yang begitu menakutkan.
"Kenapa? Kau sudah puas menghina gadis miskin sepertiku Jordy? Ayo kita putus. Setelah ini, anggap saja kita tidak pernah menjalin suatu hubungan dekat."
"Maafkan aku Khanza, seharusnya sejak awal kita memang tidak pernah bertemu dan menjalin hubungan." Ujar Jordy, namun Khanza tak mampu lagi berucap dan meninggalkan sekolah Jordy dengan mengayuh sepede mininya secepat kilat.
Sesekali ia menyeka air matanya, ia terus mengayuh sepeda mininya dengan sesunggukan tanpa memperhatikan sekitar. Hingga sepeda mininya menabrak sebuah batu, Khanza terjatuh membanting sepedanya di pinggir jalan. Ia menyadari sebuah batu mengganjal di ban depannya.
"Cih, jaman batu? Semua gara-gara kau. Batu brengsek, kenapa? Kenapa kau membuatku jatuh hah? Bahkan kita terlahir di jaman yang sama. Sialan, aaarght..." Khanza berteriak memukul-mukul dan melempari batu tersebut.
Sebuah mobil berhenti tepat di hadapan nya, Khanza menyeka air mata nya dengan cepat lalu menoleh ke arah seseorang yang baru saja keluar dari mobil tersebut.
"Ternyata memang benar kau Khanza. Ada apa? Kenapa kau menangis seperti anak kecil disini, ada apa dengan sepedamu?" Ujar pak Gibran dengan kebingungan.
"Anak kecil bapak bilang? Ya, aku memang anak kecil, aku miskin, aku gadis bodoh, aku juga gadis yang terlahir di jaman batu. Bapak dengar itu?"
Pak Gibran semakin bingung akan tutur kata murid yang selama ini di kenalnya selalu ceria dan tidak melontarkan kata-kata kasar.
"Ada apa dengan mu, ayo bangun. Jangan seperti ini, apa kau baik-baik saja?" Pak Gibran mendekati Khanza dan memaksanya bangun dari posisinya. Seragam sekolah yang di kenakannya begitu lusuh, rambut nya yang selalu rapi berantakan, tapi tak mengurangi kecantikan alami di wajahnya.
Khanza semakin sesunggukan lalu tiba-tiba memeluk tubuh tegap pak Gibran. Itu membuat pak Gibran terkejut dan merasa canggung. Tangisan Khanza tumpah ruah di dekapannya.
"Sudah, sudah jangan menangis lagi. Nanti cantik mu hilang, jika ada masalah lain kau bisa menyampaikan dan bercerita pada bapak."
Perlahan Khanza melepaskan pelukannya dari tubuh pak Gibran, Khanza menundukkan wajahnya dengan tangisan sesunggukan.
"Ayo masuk ke mobil bapak? Kita berbicara di dalam saja." Ucap pak Gibran sembari menuntun Khanza memasuki mobil nya. Khanza menuruti dan masih menundukkan wajahnya di hadapan pak Gibran.