"Kita akhiri rapat hari ini dulu," singkat Evan tanpa berkata apa-apa lagi. Wajahnya yang selalu saja galak dan mengerikan itu kini terlihat rapuh dan lemah.
Evan segera bergegas pergi untuk keluar dari ruang rapat itu. Tuan John pun menyusul di belakangnya dengan kening berkerut karena bingung.
Setelah kepergian dua orang lelaki itu, gedung E pun ramai dengan dengungan orang-orang. Sembari merapikan berkas dan peralatan lainnya, mereka pun saling bergossip. Padahal hampir semua peserta rapat saat itu adalah laki-laki.
"Wah, ada apa dengan boss kita hari ini? Biasanya dia yang selalu memaksa kita untuk melakukan rapat lama-lama kan?" celetuk salah satu peserta rapat sembari melirik pada pintu. Namanya adalah Al. Al takut jika tiba-tiba Evan atau Tuan John memasuki ruang rapat lagi.
"Aku juga tidak tau. Tapi syukurlah kita bisa selesai rapat lebih awal. Biasanya kita selalu terjebak rapat minimal lima jam kan? Pekerjaanku jadi terbengkalai karena itu," gerutu salah seorang lagi yang bernama Rudy.
"Tapi ini sangat aneh kan? Apa boss kita sedang jatuh cinta?" bisik Al dengan wajah masih sering memandang pada pintu.
"Tutup mulutmu!" Rudy pun menampar mulut AL dengan keras. Tak lupa Rudy melotot pada temannya itu. "Kau jangan berkata tentang hal-hal sensitif berbau cinta soal Tuan," lanjut Rudy dengan berbisik.
Lelaki itu juga melirik ke sekitar dan memastikan bahwa anggota rapat yang lain sudah beranjak pergi dan tidak bisa mendengar mereka.
"Kenapa? Memang kenapa?" tanya Al tak bisa menahan diri untuk tidak bergossip.
"Kau tidak dengar soal berita itu?" Rudy mendekatkan mulutnya dan memasang wajah serius.
"Berita apa?"
"Ah, sudahlah, ayo kita keluar dulu! Akan kuceritakan sambil berjalan. Di sini banyak sekali pengintai." Rudy merapikan berkasnya lagi lalu berdiri.
Yang dimaksud pengintai adalah kamera CCTV yang dipasang pada ruangan itu di beberapa sudut.
"Jadi berita apa yang kau maksud?" Al menyenggol Rudy setelah mereka berdua keluar dari ruangan rapat. Rudy pun celingak celinguk demi memastikan bahwa tidak ada satu pun orang yang bisa mendengar pembicaraan mereka.
"Kudengar Tuan Evan telah memutuskan berhenti untuk berhubungan dengan para gadis." Rudy pun berbisik tepat di telinga Al.
"Bukannya dia suka sesama jenis?" tanya Al tanpa merasa berdosa.
"Jaga bicaramu, Bodoh! Jika ada yang mendengarmu dan melaporkanmu pada Tuan, kau tanggung sendiri akibatnya." Rudy melotot untuk memperingatkan.
Mendengar bahwa nyawanya sangat terancam Al pun menutup mulutnya cepat-cepat. Tangannya gemetaran dengan hebat.
Rudy lalu mendekatkan mulutnya lagi demi meneruskan gossip mereka."Tuan itu normal, tapi dia memiliki trauma di masa lalu." Rudy kembali berkata sembari menyipitkan matanya.
"Benarkah? Jadi dia normal? Wah, ini berita besar!" Karena saking antusiasnya Al pun berkata dengan suara keras. Mendengar kekacauan bisa saja terjadi karena ulah Al, akhirnya Rudy pun menampar mulut Al lagi. Alhasil Al meringik karena merasakan perih di mulutnya.
"Kau bisa diam tidak? Kalau tidak aku tidak akan meneruskan berita ini." Rudy terlihat mulai terpancing kemarahan. Tapi walau begitu Rudy tetap melanjutkan acara bergossip miliknya.
"Kau tau, ehem, Tuan baru melakukan 'itu' satu kali saja." Rudy membisikkan berita lain lagi.
"Itu?" Al mengernyit karena tidak mengerti. Namun setelah melihat Rudy membuat gerakan menggoda akhirnya Al baru mengerti bahwa yang dimaksud 'itu' di sini adalah aktivitas ranjang.
"Tuan melakukan 'itu' dengan cinta pertamanya. Tapi sayangnya Tuan hanya digunakan sebagai bahan taruhan. Setelah mereka melakukan 'itu', Tuan ditinggal menikah oleh cinta pertamanya itu." Rudy menutup pergossipan miliknya dengan anggukan kepala mantab. Seolah dia telah melakukan sebuah tugas negara yang amat penting.
"Kenapa harus trauma kalau begitu? Jika aku menjadi Tuan maka aku akan tetap melakukan 'itu' dengan para gadis-gadis. Apalagi Tuan memiliki banyak penggemar." Al berkata enteng.
"Itu bagimu, tapi tidak bagi Tuan. Tuan itu tipikal orang yang hanya mencintai satu orang saja. Apalagi hubungan Tuan dengan ibunya tidak baik kan? Jadi sebenarnya cinta pertamanya itu adalah obat bagi Tuan saat itu. Tapi obat itu malah menjadi racun untuknya."
Al akhirnya mengangguk-angguk mengerti. Wajahnya berpikir serius sementara tangannya menggosok-gosok dagunya karena sedang berpikir.
"Yah, aku tau tentang ibunya Tuan. Dia yang selingkuh dengan pengusaha luar negeri dan menelantarkan Tuan kan?" tanya Al dengan tangan masih mengusap dagunya.
"Benar. Jadi Tuan itu tadinya malah tidak ingin memiliki hubungan dengan satu pun wanita di sepanjang hidupnya. Tapi cinta pertamanya itu datang dan akhirnya bisa menyembuhkan luka hati Tuan." Rudy memaparkan.
"Tapi akhirnya dia malah menyakiti Tuan." Al menyahut.
"Benar sekali." Rudy menjentikkan jemarinya.
"Hah, kasihan sekali boss kita. Aku tau dia sangat menyeramkan. Tapi jika mendengar kisah hidupnya hatiku juga teriris karena merasa sedih. Kuharap calon tunangannya bisa memberikan penyembuhan juga." Al menyentuh dadanya seolah tengah berdoa.
"Apa? Calon tunangan?" Rudy mengernyit.
"Kau belum dengar? Tuan Evan akan dijodohkan."
"Benarkah? Wah, gila! Apa gara-gara itu dia melamun hari ini?" Rudy mulai mengait-ngaitkan perilaku Evan yang tadi dengan berita perjodohan yang baru saja didengar olehnya.
"Aha, itu bisa jadi. Wah, ini adalah berita besar. Ayo, kita sebarkan gossip ini!" Al pun menarik Rudy untuk segera pergi ke ruangan mereka.
Sementara itu di ruangan kantornya Evan menyandarkan tubuhnya dengan lelah. Matanya tertutup dan tak ingin melihat ke sekitar. Ada Tuan John yang berdiri di samping Evan dengan patuh karena merasa sepertinya Evan sedang membutuhkan sesuatu.
"Mana joki baru yang kuminta?" tanya Evan tanpa berniat untuk membuka matanya.
"Sedang saya carikan Tuan." Tuan John mengangguk dengan patuh.
"Kenapa lama sekali? Aku menginginkannya sekarang. Aku menginginkannya hari ini!" sembur Evan lalu menegakkan punggungnya dari kursi putarnya dan menatap Tuan Johan dengan sangat tajam.
Tapi ketajaman mata Evan tidak bisa membuat Tuan John gemetar. Lelaki itu sudah terbiasa menghadapi emosi Evan yang meluap-luap. Oleh karena itu Tuan John masih bersikap disiplin dan patuh seperti biasanya.
"Tuan baru memintanya tadi malam. Seluruh situs sudah kami hubungi tapi belum ada tanggapan," jawab Tuan John.
"Kenapa kalian harus menunggu mereka merespon? Datangi mereka dan paksa mereka untuk merespon! Bisa gila aku kalau begini terus!" sentak Evan lalu menutup matanya lagi dan bersandar di atas kursinya.
"Baik Tuan, akan segera saya laksanakan." Tuan John lalu pergi untuk menuju kursi miliknya. Setelah itu lelaki tersebut pun mencari alamat dari joki-joki yang ditemukannya tadi. Rencananya sekarang adalah Tuan John akan meminta seseorang untuk mendatangi alamat dari joki-joki itu. Tapi sebelum dia bisa mengetik pada kolom pencarian Evan sudah berkata untuk mengusirnya.
"John, aku ingin sendiri," singkat Evan masih dengan mata tertutup.
"Baik, Tuan. Silakan panggil saya jika membutuhkan sesuatu." Tuan John bangkit berdiri dan pergi dari kantor Evan.
Setelah benar-benar sendiri Evan pun menenggelamkan wajahnya di atas meja. Di dalam kepalanya, wajah Luci masih saja terbayang-bayang, apalagi bibirnya yang lembut itu.
Tanpa sadar Evan memanyunkan bibirnya dengan gerakan seolah-olah dia ingin mencium seseorang. Setelah sadar betapa bodoh kelakukannya, Evan pun mengacak rambutnya dengan frustasi.
"Minggir kau! Minggir dari otakku!" teriak Evan dengan mengibas tangannya di udara karena di udara dia melihat wajah Luci di sana.
***