"Baiklah kalau kau memaksa. Aku akan sering-sering datang untuk memasak buatmu," balas Spider dengan sebuah senyum lebar di wajahnya itu. Bahkan saking lebarnya senyuman Spider telah membuat Matt dan Tom terperangah tak percaya.
"Keajaiban. Aku percaya dengan keajaiban." Matt meracau di tempatnya sembari membuat gerakan seperti orang yang sedang berdoa pada langit.
Sementara itu di dalam flat miliknya, Luci pun merasa gembira karena Spider mau memenuhi undangannya untuk sering-sering datang ke flat miliknya. Selama ini hidup sendirian saja telah membuat Luci merasa kesepian.
Mungkin masih ada Tedy di sampingnya, tapi itu tidak cukup kan? Belum lagi Tedy itu sudah memiliki istri. Belum lagi istrinya Tedy itu tidak menyukai Luci.
"Baiklah, aku akan menunggu. Kupastikan kemejamu sudah bersih saat kamu datang. Semoga harimu menyenangkan," tutup Luci. Kemudian gadis itu mengirimkan pesan terakhir miliknya kepada Spider sebelum akhirnya meneruskan sarapan.
Spider tersenyum kembali. Bahkan lelaki itu sempat menggaruk kepalanya karena tidak bisa menahan malu dan gejolak di dadanya.
Kemudian Spider melihat pada kedua tangannya yang mana masih menempel hansaplast berwarna pink pemberian Luci itu. Spider pun menciumi dua hansaplast itu seolah-olah dia sedang menciumi kedua tangan Luci.
"Astaga – astaga, Sir benar-benar aneh. Dia menciumi tangannya sendiri. Tom, aku tidak bisa melakukan ini. Aku tidak bisa." Matt meringik dan hampir mengompol di tempatnya karena merasa ketakutan dengan perubahan drastis milik Spider.
Sementara itu Luci menikmati sarapannya dengan hati-hati. Setelah selesai berkirim pesan dengan Spider, Luci lalu menjelajahi layar ponsel miliknya. Gadis itu membuka album foto lalu menekan salah satu foto yang diinginkannya.
Itu adalah foto Daniel yang berdiri dengan sangat lembut dan tampan. Daniel memakai kemeja warna biru levis di musim semi. Bunga sakura berada di atas kepala Daniel. Bunga-bunga itu merekah dengan indah.
Luci lalu meletakkan ponsel miliknya yang berisi foto Daniel di depannya.
"Halo, Sayang, bagaimana kabarmu? Kamu makan apa di sana?" tanya Luci sembari menyantap makannya. Gadis itu berbicara dengan foto Daniel yang berada di ponsel miliknya seolah-olah Daniel sedang berada di dapur dan meneman Luci makan.
"Oh, apakah itu enak? Aku sarapan cukup mewah pagi ini. Coba tebak siapa yang memasak untukku! Kakak angkatku! Iya, kami baru saja bertemu." Luci pun menyunggingkan senyum. Lalu tangannya yang lentik itu menyendokkan omelet yang berada di atas piring.
"Masakannya sangatttt enak. Bahkan dia bisa mengalahkan masakanmu lho. Haha, jangan cemburu, Sayang! Aku hanya cinta kamu," ujar Luci lagi.
Lalu gadis itu menyendokkan lagi omelet yang berada di atas piring. Kemudian Luci mengarahkan sendok miliknya pada foto Daniel yang sedang tersenyum.
"Ayo, buka mulutmu! Kau harus mencoba masakan kakakku. Ini sangat enak." Luci tersenyum sembari menyodorkan sendok di tangannya.
Tapi tentu saja omelet di atas sendok itu tidak bisa berkurang karena memang Daniel tidak ada di situ, dan Luci hanya berandai-andai saja bahwa Daniel masih hidup dan sedang berada di dapur miliknya saat ini.
"Kenapa kamu tidak mau memakannya? Kenapa kamu sudah tidak mau memakan makanan yang kusuapkan padamu? Apa kamu sudah tidak mencintaiku?" Luci pun mulai menangis. Air mata menitik dari matanya yang besar dan hidup itu.
"Padahal aku selalu setia padamu. Tapi kenapa kamu meninggalkanku dan lebih memilih untuk berselingkuh dengan kematian? Kenapa kamu melakukan semua ini padaku?" Mata Luci sudah buram karena digenangi oleh air mata.
Dadanya merasa sesak dan juga kesakitan. Di setiap pagi gadis itu selalu saja begitu, menangis karena merasa rindu kepada Daniel. Tapi kerinduan itu tidak bisa dihilangkan karena Daniel sudah berada di tempat lain yang tidak bisa Luci raih.
"Harusnya kamu jangan menemaniku saat itu. Jadi benda itu tidak akan menancap pada tubuhmu. Jika kau tidak menemaniku saat itu, pasti sekarang kau masih bisa menemaniku saat ini." Luci menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Gadis itu kemudian sesenggukan tanpa bisa ditahan lagi. Di kepalanya terbayang lagi tubuh Daniel yang berlumurah darah. Tubuh Daniel yang lemah, hingga akhirnya tubuh Daniel yang sudah tidak bernyawa.
***
Gedung E lantai lima, perusahaan Folca Hudan
Akhir-akhir ini Evan sering memantau perkembangan anak perusahaannya yang relatif baru itu yang tak lain adalah perusahaan bernama Folca Hudan. Jika biasanya Evan sering menghabiskan waktu di perusahaan Unity Hudan yang ada di ibu kota, maka tidak kali ini.
Apalagi setelah lelaki itu sudah menemukan joki yang mungkin saja bisa membantunya keluar dari perjodohan yang diajukan oleh neneknya.
"Pertambahan profit bisa ditambah jika kita mampu meningkatkan efisiensi sebesar 110% dari target yang sesungguhnya. Increase order (peningkatan pesanan) pasti akan terjadi.
"Oleh karena itu, dalam masa massproduction preparation (persiapan produksi massal) kita harus bisa memaksimalkan training (pelatihan) para operator (tenaga kerja)," jelas seseorang.
Saat itu Evan sedang menghadiri sebuah rapat. Rapat tersebut sedang membahas tentang persiapan produksi desain baru dari produk mereka yang akan diluncurkan enam bulan ke depan. Semua persiapan harus dilakukan dengan matang. Oleh karenanya meeting sering sekali diadakan demi penyempurnaan produk itu.
"Tapi selama dua minggu belakangan proses cycle time (proses kerja ketika karyawan bisa menyelesaikan kerja pada waktu yang ditentukan) dari operator tidak mengalami kenaikan. Harusnya mereka bisa mencapai target dalam dua minggu. Tapi selama ini sama sekali tidak ada hasil." Orang yang sedang memaparkan idenya tentang penambahan man power (tenaga kerja) pada bagian produksi itu pun masih percaya diri berdiri di depan orang-orang.
"Oleh karenanya penambahan man power di sini sangat diperlukan. Karena dalam menjaga output (hasil produk yang dikeluarkan) produk, kita tidak bisa hanya berfokus pada kuantitas. Efisiensi masih bisa diperoleh sebesar 110%, jika kita menambahkan satu orang pada tiga job station (posisi kerja) yang paling krusial," tutup orang tersebut lalu membungkuk dan duduk di kursi miliknya.
Salah seorang pun mengangkat tangan dan menyanggah.
"Jika kita menambah man power bukankah efisiensi akan turun? Tugas kita adalah menemukan cara bagaimana menambah output sebanyak-banyaknya dengan mengurangi man power sebanyak-banyaknya juga."
"Tidak, Pak. Kita masih bisa menambah satu orang pada tiga job station. Izinkan saya untuk menjabarkan kalkulasi (penghitungan) saya." Orang tersebut lalu hampir berdiri untuk pergi menuju papan tulis putih yang berada di depan. Tapi sebelum itu orang yang tadi menyanggahnya pun mencegah.
"Bukankah Anda harus bertanya pada Tuan Evan dulu? Biarkan Tuan mengatakan penilaiannya terlebih dahulu.���
Semua orang lalu menoleh pada Evan. Mereka tau jika Evan merasa ada sesuatu yang salah pasti Evan akan dengan tegas menindak lanjuti itu.
Tapi betapa terkejutnya mereka setelah melihat Evan malah duduk dengan memberikan tatapan mata kosong. Evan sedang melamun.
Tuan John yang mengetahuinya pun lalu menepuk pundak Evan.
"Tuan? Tuan Evan?" tegur Tuan John.
Tapi tetap saja Evan belum memberikan tanggapan. Di dalam pikirannya saat ini ada yang sedang mengganggu CEO itu.
Di dalam pikirannya Evan sedang melihat Luci yang saat ini mendekat padanya. Lalu di dalam pikiran Evan, Luci tersenyum dan menciumi bibir Evan. Tapi anehnya Evan tidak menolak, justru lelaki itu menginginkan ciuman itu lebih banyak lagi.
***