Pada pukul sembilan pagi di akhir pekan, Andre datang ke rumah Selena. Pemuda itu nampak modis dengan pakaian yang dikenakannya. Kaos lengan panjang warna putih dan celana denim berwarna biru laut. Sosoknya yang tinggi dan tampan tampak mencolok di lingkungan perumahan tersebut.
Selena yang keluar sambil membawa sampah di tangan, dikejutkan oleh kedatangan Andre di depan rumahnya. Berbanding terbalik dengan Andre yang tampak rapi dan wangi, gadis itu nampak kucel dengan rambut panjangnya di gulung ke atas secara asal.
"Kamu belum siap-siap?" tanya Andre berjalan mendekat.
Selena merentangkan tanganya ke depan, menghentikan Andre berdiri dekat padanya, "Berhenti di sana." ucapnya dengan wajah masih di penuhi kejutan, "Kupikir kamu hanya bercanda saat bilang akan mengajakku menemanimu jalan-jalan akhir pekan ini. Kamu serius?"
Andre mengernyit, tangannya disilangkan ke dada, wajahnya nampak kesal, "Kamu pikir aku bercanda?" katanya tak suka, "Aku sudah bilang padamu kan kalau hari ini aku akan mengajakmu keluar."
Selena menghela napas lemah. Salahnya begitu saja mengiyakan ajakan Andre tanpa bertanya lebih dulu akan pergi kemana. Sekarang, saat dia merasa lelah karena bekerja di hari sebelumnya dan mendapatkan hari liburnya pada akhir pekan, bukannya beristirahat di rumah, dia malah harus keluar bersama pria ini.
Apa sih yang aku pikirkan saat itu sampai bilang iya? batin Selena frustasi. Karena sudah terlanjur, dia pun tidak bisa menyuruh Andre pulang begitu saja. Dengan temperamen yang dimiliki oleh pria itu, dapat di pastikan kalau Andre akan sangat marah kepadanya nanti. Dan membuat laki-laki di depannya ini marah bukanlah apa yang dia inginkan. Menilik sikap marahnya Andre bisa dibilang luar biasa menakutkan.
"Aku harus mandi dulu. Kalau kamu tidak keberatan, bisakah menunggu sebentar?"
Andre tidak langsung menjawab. Tatapannya yang tajam melihat Selena dari ujung kepala sampai ujung kaki. Barulah beberapa saat dia puas melihat, senyum seringai terukir di bibirnya, siap mengejek, "Untuk apa mandi? Keluar saja dengan tampilan begitu. Kamu tetap cantik meskipun tidak mandi berhari-hari, Selena."
"Kenapa jika itu kamu yang bicara, aku merasa kamu lebih mengejekku daripada menyangjungku?"
Andre tergelak. Tanpa aba-aba, dia pun mengambil bungkusan sampah dari tangan Selena. "Cepatlah pergi. Jangan lama-lama mandinya. Aku tidak suka menunggu." ujarnya angkuh sambil mendorong bahu Selena masuk kembali ke dalam rumah.
Selena hampir saja menyumpah serapah ketika dorongan di bahu yang dia terima membuatnya terjungkal ke depan. "Tidak usah mendorong terlalu keras kan bisa. Kamu pikir tenagamu itu tidak mirip otot gajah?!" katanya marah-marah.
Andre menatap belakang kepala Selena lembut. Senyumnya tulus saat dia merasakan kebahagian hanya dikarenakan interaksi mereka baru saja. Selena benar. Jika saja dia tidak memiliki sikap berubah-ubah terhadap gadis itu, mungkin mereka akan terus seperti ini. Saling bercanda tanpa adanya paksaan sedikit pun.
Sayangnya sifat pemarah yang dia miliki sudah mendarah daging dari sejak lahir. Dia bukan tipe orang yang dapat dengan mudah bersabar jika berhadapan dengan orang lain. Gen dari ayahnya membuat dia memiliki sikap keras dan tidak sabaran sama sekali. Namun meskipun begitu, jika itu Selena, dia mencoba untuk tidak terlalu keras dalam bersikap. Karena dia tahu, sikap keras yang dia miliki hanya akan membuat Selena kian menjauh darinya. Seperti dulu. Atau seperti beberapa saat terakhir ini.
Selena-nya yang lemah tidak bisa dikasari. Karena gadis itu sudah cukup merasakan kekerasan dari orang terdekatnya. Dan dia, haruslah memiliki sikap penuh perhatian agar supaya Selena percaya kepadanya.
Andre menatap tanah di bawah kakinya saat bayangan samar melintas di matanya. Raut keinginan dan keji itu bocor saat dia mengingat kembali tujuannya untuk mendekati Selena. Mendapatkan gadis itu sepenuhnya lalu menghancurkannya dengan tangannya sendiri. Tidak peduli bagaimana perasaannya memang tulus mencintai Selena, dia tidak boleh merasa kasihan hanya karena cinta yang dia rasakan terhadap gadis itu.
Karena cinta baginya hanyalah semu semata.
***
"Sudah sampai, turun." perintah Andre sambil melepas helm dari kepala. Selena mengikuti di belakangnya, melepas helm lalu menyerahkannya pada Andre.
"Pemandian?" tanya Selena heran. Kalau Andre memang ingin mengajaknya berenang, seharusnya laki-laki itu bilang tadi. Setidaknya, dia kan bisa membawa baju ganti. Tapi dia merasa skeptis, bahwa Andre akan mengajaknya berenang bersama disini. Dan lebih mustahil lagi, dia mau berenang bersama dengan pria itu.
Andre mengulurkan tangan, meraih telapak tangan Selena kemudian menariknya. "Jangan hanya berdiri seperti orang bodoh disini!"
"Lepaskan Andre," ucap Selena menekankan suaranya," Kamu tidak perlu menuntunku. Aku bisa berjalan sendiri."
Namun Andre mengabaikan perintah Selena dan berpura-pura tidak menyadari ketidaknyamanan gadis itu.
"Berisik! Diam saja dan ikuti aku." katanya lagi tidak mau dibantah.
Selena mengawasi sekelilingnya, dimana banyak orang mulai melihat ke arahnya. Sepertinya orang-orang itu berpikir dia sedang bertengkar dengan Andre dikarenakan perjuangannya yang ingin lepas dari genggaman maut Andre sekarang.
"Kamu menang." desah Selena mengalah pada akhirnya. Ia memandang pada tangan mereka yang kini terjalin. Jika dia ingat, kontak fisik dirinya bersama laki-laki selama ini akan selalu menjadi Andre orangnya. Walaupun dia sudah sering sekali mengingatkan pria di depannya ini untuk tidak seenaknya sendiri dalam berperilaku, peringatan halusnya tidak pernah diindahkan. Seolah-olah apapun yang dia katakan, Andre tidak sekalipun menganggapnya serius.
***
Don't forget support for this novel. Please vote, review and comment if you like this story. Thank you, guys.