webnovel

DEUXIEME AMOUR

Leonard Fidel Christiano, si pemburu berdarah dingin terbiasa mematahkan hati banyak wanita hanya dengan satu kedipan mata. Nyatanya, dikalahkan oleh pemilik siluet abu – abu yang telah berhasil memporak – porandakan Dunia-nya. Pertemuan singkat namun sangat berkesan membuatnya bertekuk lutut. Sialnya, masa kelam Calista memenjarakannya diantara mawar berduri. Menyeretnya memasuki kehidupan penuh pesakitan. Perjalanan cinta yang tak mudah membuat Leonard harus merelakan perusahaannya demi menyelamatkan Calista dari cengkeraman Jozh. Ditengah usahanya, Casandra-mantan kekasih Leonard-datang sebagai pengacau. Casandra punya seribu cara untuk menyingkirkan Calista dari hidupnya. Sanggupkah Leonard menyelamatkan Calista? Sanggupkah Leonard merengkuh kembali cintanya? Sanggupkah Leonard memeluk wanita pujaannya? So, ikuti terus perjalanan cinta Calista dan Leonard yang di warnai dengan derai air mata. HAPPY READING!! Warning 21+

Yezta_Aurora · สมัยใหม่
Not enough ratings
270 Chs

Bab 17

Berbeda dengan Leonard yang masih saja di bakar api cemburu. Calista sedang menumpahkan kerinduan pada sang kakak tercinta.

"Kenapa baru berkunjung?"

"Kakak baru pulang dari London sayang, kemarin bertemu dengan Mr. Albert dan dia sudah menceritakan semuanya."

"Oh."

"Oh, iya kakak juga sudah menyiapkan apartement untukmu. Jarak kantor dengan rumah Om Beni sangat jauh, kamu pasti kecapean?" Sambil mengusap lembut pipi Calista.

"Jadi kakak setuju kalau aku bekerja di kantor Mr. Albert?"

"Kalau kakak minta kamu untuk berhenti bekerja apa kamu mau melakukannya Calista sayang?" Tanpa menjawab hanya mengulas senyum yang sudah Calvino tahu apa jawabannya.

"Papa, Mama menanyakanmu."

"Papa, Mama di Indonesia?"

"Di Dubai sayang, Papa, Mama pengen kamu pegang perusahaan yang di sana. Papa yakin Jozh tidak akan bisa menemukanmu di sana."

Tatapan Calista seketika memicing seolah menyirat pertanyaan, jadi kau memberitahu papa? Di hujani tatapan tak biasa oleh adik tercinta, Calvino langsung mengulas senyum sambil menganggukkan kepala. Jemarinya terulur mengusap punggung jemari Calista yang langsung di hempas dengan kasar.

"Kenapa kau marah?"

"Kenapa kakak beritahu Papa? Apa kakak tidak bisa jaga rahasia ini, hah?"

"Dengar Calista sayang, akan lebih baik Papa, Mama tahu kejadian yang sebenarnya karena dengan kamu bekerja di perusahaan Mr. Albert tentu saja menyisakan pertanyaan tersendiri bagi Papa. Lagi pula kehidupanmu juga tak pernah lepas dari pantauan Papa termasuk kedekatanmu dengan lelaki brengsek itu."

Siluet abu – abu langsung membeliak sempurna. Sama sekali tak percaya dengan yang baru saja mengusik pendengarannya. "Siapa yang kakak maksud dengan lelaki brengsek?"

"Leonard dan apa dia yang bersamamu tadi?" Tanya Calvino dengan menelisik wajah cantik Calista mencari jawaban jujur di sana.

Calista mengangguk.

"Sejauh apa hubungan kalian?" Tanyanya dengan nada sinis.

"Hanya sebatas teman. Apa kau tak suka aku dekat dengannya?"

Tentu saja kau boleh dekat dengan lelaki manapun tapi Leonard ... dia bukan lelaki yang baik. Masa lalunya sangat buruk dan kakak tidak mau kamu sampai tersakiti olehnya. Calvino membatin dengan tatapan mata tak lepas dari wajah cantik Calista.

"Sedekat apa hubunganmu dengan Leonard?"

"Hanya sebatas rekan kerja."

"Dia bukan lelaki yang baik. Jauhi lelaki itu!"

"Please hubunganku dengannya hanya sebatas rekan kerja tak lebih dari itu."

Mencondongkan tubuhnya ke depan. "Dengarkan kakak Calista, kau bisa saja membohongi kakak tapi bahasa tubuhmu tak bisa menyembunyikan perasaanmu."

"Tapi kak, kau sudah salah-"

"Awas saja kalau Leonard sampai menyakitimu maka aku sendiri yang akan menghancurkannya!" Ucapnya penuh janji.

Calista langsung bergidik ngeri membayangkan hal tersebut. Dan di tatap dengan sorot mata berbeda tentu saja menimbulkan rasa tak nyaman. Menyadari rasa tak nyaman menyelimuti wajah cantik Calista, Leonard pun segera mengganti topik pembicaraan.

"Minggu depan Papa, Mama kembali ke Indonesia. Apa kamu mau berkunjung? Kalau iya kakak sendiri yang akan menjemputmu."

"Aku bukan anak kecil lagi kak, aku bisa pulang sendiri."

Calvino pun hanya menanggapinya dengan deheman kemudian mulai menikmati menu makan siang. Selesai menyantap menu makan siang mereka bersantai sebentar sebelum mengantarkan Calista kembali ke kantor. Di saat sedang menyesap minuman ponsel Calvino terus saja berdering menampilkan nama Lenata. Seketika kening Calista berkerut.

Untuk apa Lenata menghubungi kakak? Dan sejak kapan mereka berkomunikasi seperti ini?

Tak ingin mencampuri urusan pribadi sang kakak tercinta, Calista pun mengabaikan panggilan tersebut.

"Siapa yang telepon sayang?" Calvino yang datang secara tiba – tiba tentu saja membuat Calista terperenyak.

"Lenata," sembari menyerahkan ponsel ke tangan Calvino. Calvino pun langsung mengangkat telepon sembari menjauh dari sana. Dari gelagatnya Calista tahu bawa sedang terjalin hubungan spesial di antara mereka berdua.

"Apa yang kau pikirkan sayang?" Tanya Calvino sembari mengusap puncak kepala. Yang di tanya seketika mendongak untuk menatap kakak tercinta. "Memikirkanmu."

Calvino langsung mengarahkan jari telunjuk ke dadanya sendiri. "Kakak? Kenapa?"

"Menikah lah kak."

"Jangan pikir dengan kakak menikah, kakak akan berhenti mengawasimu Calista."

"Bukan itu, maksudku kau pantas untuk bahagia. Mau sampai kapan kakak habiskan masa muda dengan bekerja dan bekerja. Sudah saatnya kakak pikirkan masa depan, apa kakak tidak ingin membina keluarga kecil bahagia?"

"Tentu saja ingin sayang. Semua itu akan kakak wujudkan setelah kamu menemukan pria yang tepat untuk mendampingimu kelak."

Tak ingin terlibat dalam perdebatan yang tak ada ujungnya. Calista segera meminta pada Calvino untuk mengantarkannya kembali ke kantor.

"Jangan pulang terlambat, kakak tunggu di apartement."

"Tapi barang – barang Calis masih di rumah Om Beni."

"Semua sudah kakak pindahkan ke apartement mu." Seketika bibir ranum Calista mengulas senyum bahagia. Kakak tercintanya ini memang paling tahu yang ia butuhkan. "Thanks kak," sambil melayangkan kecupan di pipi sebelah kiri.

Ketika berjalan melewati lobby Calista berpapasan dengan Matius yang hendak meeting di luar kantor. Karena rasa keingintahuan yang sangat besar, Matius menghujani Calista dengan berbagai pertanyaan. Muak, itulah yang Calista rasakan sehingga tanpa menjawab langsung melangkahkan kaki memasuki lift.

"Selamat siang Ibu Calista,"

"Selamat siang Sarah. Ada apa?"

"Pak Leo sudah menunggu di ruangan Ibu Calista."

"Thanks Sarah."

Ketika pintu terbuka langsung di hujani sepasang manik hitam yang menatapnya tajam. Sorot matanya yang tajam menyirat kemarahan dan kekecewaan mendalam.

"Jam berapa ini? Harusnya kembali ke kantor dari 15 menit yang lalu. Terlalu asyik berpacaran kah yang membuat Anda melupakan tanggung jawab Anda, Ibu Calista?" Leonard tampak mengatur emosinya yang siap meledak sebelum kembali melanjutkan ucapannya.

"Saya tahu Anda putri Kafeel tapi bukan berarti Anda bisa berbuat sesuka hati. Perusahaan ini bukan milik Anda, perusahaan ini memiliki peraturan yang harus di patuhi oleh semua karyawan tidak terkecuali Anda, Ibu Calista." Tak hanya suaranya yang menajam, tatapannya pun menajam. Dan di tatap seperti itu tentu saja menyisakan rasa panas yang seketika menjalari kedua mata Calista.

"Tidak perlu bawa – bawa keluarga saya. Saya paham dengan tanggung jawab pekerjaan. Dan untuk keterlambatan selama 15 menit bukankah saya juga sudah berkirim pesan pada Anda, Bapak Leonard."

Tak ingin semakin di bakar api cemburu dan berlaku kasar, Leonard segera melenggang pergi meninggalkan ruangan Calista akan tetapi baru beberapa langkah di hentikan oleh cekalan yang melingkupi lengannya.

"Tunggu!"

"Ada apa? Cepat katakan!" Bentak Leonard dengan posisi memunggungi. Kedua tangannya mengepal menahan amarah. Namun, sampai sepersekian detik tak ada kata yang terdengar membuat Leonard semakin muak. Tanpa sadar ia membentak Calista. "Cepat katakan apa yang ingin Anda katakan! Jika tidak ada, saya permisi." "Aku minta maaf." Lirih Calista.

"Minta maaf untuk apa?" Nada suaranya terdengar dingin menggelitik pendengaran.

"Maaf sudah meninggalkanmu begitu saja, aku tak bermaksud mengabaikanmu."

"Ini di kantor. Jadi, bahas saja hal – hal yang berhubungan dengan pekerjaan!"

Mendapati Calista diam saja, Leonard pun segera memutar tubuhnya sehingga dapat melihat wajah cantik Calista yang sudah berurai air mata.

Ingin rasanya membawa tubuh mungil Calista ke dalam pelukan akan tetapi bayang - bayang akan kejadian beberapa jam lalu saat Calista berhambur ke pelukan Calvino telah menghantam kesadarannya. Terlebih ketika siluet abu – abu memancar kerinduan penuh cinta.

Sebahagia itukah kau saat bertemu kekasihmu Calista sampai – sampai melupakan keberadaanku? Apa mungkin karena aku saja yang menganggap hubungan kita ini spesial? Leonard membatin dengan mengunci tatapan Calista.

Tatapan Leonard menyirat adanya kebencian karena baru kali ini harga dirinya sebagai laki – laki sejati hancur. Selama ini dia yang selalu mempermainkan hati banyak wanita. Namun, kini dia yang di permainkan. Di permainkan oleh Calista Earle Kafeel.