webnovel

Derita Wanita Kedua

Blurb: "Wajah saya memang tidak cantik Mas, tapi kalau berproduksi ... Insyaallah masih berkualitas..." "Tapi say tidak mau anak saya mewarisi kejelakan mu itu. Bisa-bisa ketampanan saya ini dipertanyakan dunia.... Masak ganteng2 istrinya jelek." Melani sudah terbiasa mendengar kalimat hinaan dan meremehkan itu. Apalagi dari lelaki yg sudah sah menjadi suaminya. Andai saja ini bukan syarat untuk mendaptkn warisan itu, faisal pun ogah menikahi Melani yg berparas pas-pasan. Tapi mampukah Melani meluluhkan ego Faisal dengan kurangan yg dia miliki? Haruskah dia menjadi cantik hanya agar mendapatkan cinta?

Mrs_Jarsey · สมัยใหม่
เรตติ้งไม่พอ
12 Chs

Minta Uang dong, Sayang.

Cuma istri?

Melani menggigit bibir bawahnya. Meredam percikan rasa sakit hati yang membesar sedikit demi sedikit. Pemandang di depannya benar-benar menjijikkan. Dua buah semangka menempel di lengan suaminya.

Murahan sekali perempuan ini, batinnya.

Antara jijik dan marah, bercampur jadi satu dalam dada Melani. Tangannya terkepal. Dua manusia itu tidak sungkan menunjukkan kemesraan. Kalau tidak sadar dia ada di mana, bisa jadi sebuah bogeman melayang di pipi Vena.

Tarik napas... Buang perlahan...

Hak dia untuk marah. Dia istrinya. Perempuan itu yang "hanya" mantan. Namun, tidak sekarang.

Buru-buru dia masuk ke kamar mandi dan membersihkan badan. Dalam guyuran air dingin, kepala yang hampir meledak, berangsur menurun. Badannya kembali segar.

"Astaga, lupa beli handuk." Melani menepuk dahi. Gara-gara mantan pacar suaminya yang muncul di rumah sakit, lalu anak tirinya yang terbaring di ranjang, dia lupa hal penting.

Melani melihat bajunya yang kotor. Lalu mengusap ke seluruh tubuh untuk mengeringkan air di seluruh badan. Segera dia memakai baju baru yang dia pikir harganya mahal, malah terlihat murah di mata sultan.

"Sayang, aku butuh uang nih."

Tangan Melani terhenti membuka pintu saat mendengar suara manja dari luar.

Sayang? Dahi Melani berkerut-kerut.

"Aku butuh buat perbaikan mobil aku. Mama belum bisa kirim uangnya."

"Mobil kamu mogok lagi?"

"Iya, Honey. Masih sering mogok. Mau aku tukar tambah, tapi duitnya kurang."

"Iya, gampang. Nanti aku transfer," sahut Faisal.

"Sekarang, ya. Aku mau ke bengkel. Sebel tau, tiap kali diajak jalan, eh mogok."

"Berapa kira-kira buat perbaikan?"

"Lima jutaan, Mas. Gimana? Mahal ya?"

"Oke, aku transfer."

Bola mata Melani melotot di balik pintu. Lima juta? batin Melani memekik. Gila apa? Buat apa Mas Faisal kasih uang ke perempuan itu? Apa laki-laki itu sejenis manusia doyan buang uang?

Melani tidak tahan lagi. Dia membuka pintu kamar mandi dan menutupnya dengan keras. Faisal dan Vena terkejut bersamaan.

"Mel, pelan-pelan tutup pintunya. Cheril lagi tidur." Faisal berkata dengan dingin.

"Maaf, nggak sengaja," balas Melani ketus. Dia meletakkan tas di meja dan duduk di sofa single.

"Oh, kamu masih di sini. Aku kira sudah pulang." Suara Melani terdengar manis. Manik-manik bulat mengamati dua manusia yang masih menempel seperti cicak dan tembok.

Cicak masih kebagusan. Mending lintah saja!

"Kenapa lihat-lihat?" tanya Vena melihat Melani dari atas ke bawah. Kemudian tertawa kecil. "Ya elah Mel, nggak usah pamer kalau itu baju baru."

Melani membalas tatapan Vena dengan wajah datar. Vena berbisik pada Faisal sambil melirik ke arah bagian kerah baju Melani.

"Masih betah, ya, Mbak di rumah sakit?" sindir Melani.

Faisal mengabaikan celetukan istrinya. "Mel, itu tag harganya dilepas dulu."

"Hah?" Wajah Melani tersentak. Dia meraba bagian bawah baju.

Vena terbahak. "Astaga! Sebegitunya kamu sayang sama itu baju." Dia senang Melani terlihat seperti orang bodoh.

Faisal mengusap rambut. Tatapannya berpaling. "Di bagian kerah."

Melani meraba bagian kerah. Ada tag harga yang masih terpasang di sana. Wajahnya menunduk dalam dan memerah. Dia jadi bahan lelucon mantan pacar suaminya.

"Makasih, Mas," ucapnya lirih.

Faisal melirik Vena yang berusaha meredakan tawanya. Perempuan itu sepertinya menikmati hiburan receh yang dibuat Melani.

"Ven, kamu ke bengkel dulu."

Vena menghentikan tawanya. Dia tidak melihat perubahan wajah Faisal yang masam. Meski tawanya hilang, senyum lebar masih tetap mengembang.

"Oke. Makasih ya."

Sempat tertangkap Melani saat Vena akan mengecup pipi Faisal, tapi pria itu menghindar. Menggantinya dengan mengusap pucuk kepala Vena.

"Hati-hati di jalan," tukas Faisal.

Melani melengos. Dia malas melihat keakraban mereka berdua. Melani sadar, pernikahannya yang seumur benih padi tidak akan menggantikan masa kebersamaan Faisal dan mantan pacarnya. Tapi, please kelakuan mereka memuakkan.

"Mantan pacar apaan?" desis Melani sebal.

Vena mengambil tas yang berada di samping tas sederhana milik Melani. Matanya melirik meremehkan tas murahan yang lebih cocok dipakai emak-emak usia 45 tahun.

"Untung nggak level."

Pantulan detak heels disusul suara pintu tertutup merubah atmosfir ruangan. Faisal hanya diam melihat anaknya terbaring di ranjang.

"Nggak diantarin sampai luar itu tadi?" celetuk Melani berusaha memecahkan keheningan.

"Itu siapa?" Faisal menoleh. Netra cokelat gelap yang dalam menembus manik bulat

Hanya karena Faisal melihatnya, Melani jadi salah tingkah.

"TTM."

"TTM?" Faisal mengulang kata Melani. "Apa itu?"

"Mas lahir tahun berapa sih. Masa harus dijelasin." Bola mata Melani melempar pandangan ke arah pintu.

"Oh, Vena?"

Melani tersenyum kecut saat Faisal mengucap nama perempuan itu. Tapi salah dia juga, kenapa mancing?

"Iya, ini mau antar." Faisal beranjak dari sana.

"A-" Mulut Melani menganga ketika Faisal benar-benar keluar. "Dasar, bego. Cari penyakit aja, Mel." Dia menggetok kepalanya. Hatinya menambah luka lagi.

Pipi gembul itu menggembung bersamaan dengan bibir kecil mengerucut. Tega sekali suaminya lebih memilih mantan pacar dibanding istrinya.

Kalau kayak gitu, kenapa juga Mas Faisal ngajak aku nikah? Bibirnya manyun bertambah lagi dua centi.

Tiba-tiba pintu terbuka. Faisal kembali dengan cepat.

Melani terkejut sekaligus bingung. "Kok cepat?"

"Udah hilang orangnya." Faisal menggeret kursi ke samping ranjang Cheril.

Yes! Melani mengulum senyum. Mengetahui Faisal tidak berhasil menyusul perempuan itu, sudah membuat perasaannya lega.

Ruangan kembali hening. Melani mati gaya. Dia ingin mendekatkan diri dengan suaminya. Sejak ijab, Faisal selalu menghindar. Ada satu hal yang ingin dia tahu sejak saat itu. Hal yang menyebabkan hubungan suami istri itu renggang.

"Mas, sudah makan?"

"Sudah tadi."

"Mau makan lagi?"

"Nggak laper."

Melani mengangguk-angguk. "Mas masih suka ya, sama perempuan tadi?"

"Perempuan tadi namanya Vena."

Melani mengedikkan bahu. "Sorry nggak ingat namanya." Dia memalingkan wajah, dan berbisik, "memang siapa dia. Artis aja bukan."

"Nggak ada yang nyuruh juga kamu ingat namanya."

Melani menutup mulut. Ternyata Faisal mendengar gerutuan tak faedah.

"Tapi kenapa Mas mau nikah sama aku?"

Faisal menoleh. Melani mengkerut ditodong dengan tatapan tidak bersahabat.

Pria itu menghampiri istrinya. Meski perlakuan Faisal jahat, tapi mengapa jantung Melani bedebum lebih cepat. Harusnya tidak ada getaran aneh dalam dadanya sekarang. Namun, paras Faisal dan gerak-geriknya yang tenang, mampu memberikan Melani respon yang mengalahkan logika.

Faisal duduk dan tubuhnya sedikit condong mendekat. Melani sadar, manik dalam dan tenang sedang menilai dirinya. Wanita itu sedang bermain dengan pikirannya. Apa jawaban Faisal.

"Aku menikahi kamu, karena terpaksa."