webnovel

2. Tubuh Orang Lain

Mira memegangi ponselnya dengan tangan yang gemetar. Bagaimana ini? Lalu bagaimana dengan nasib Rasti? Jika sekarang dia ada di dalam tubuh wanita ini?

"Ras." Ibunya memegang kedua bahu Rasti, merasa ada yang aneh dengan sikap anaknya barusan.

"Kamu masih sakit?"

Mira yang ada di dalam tubuh Rasti pun menggeleng. Wajahnya yang memucat tak dapat disembunyikan. Ia harus ke sana sekarang. Ke jembatan di mana dia tenggelam bersama dengan mobilnya waktu itu.

"Bu, sepertinya aku harus pergi. Aku harus memeriksa sesuatu."

Kening ibunya mengerut. "Memeriksa apa? Seharusnya tubuh kamu yang diperiksa, kamu masih pucat Rasti!"

"Tidak. Mir—Rasti harus memastikan sesuatu."

**

Bermodalkan uang yang ada di dalam dompet Rasti, Mira pergi ke jembatan di mana kecelakaan itu terjadi.

"Aku akan mengembalikan uangmu begitu kita sudah bertukar posisi," ucap Mira dalam hati.

Perjalanan menuju jembatan itu memakan waktu sampai satu setengah jam. Pikiran Mira masih berkelana ke mana-mana. Bagaimana bisa hal ini terjadi padanya? Mengapa ia bisa bertukar tubuh?

Apakah ini jawaban yang ia terima setelah meminta permohonan konyol itu? Ia ingin balas dendam. Tapi kenapa harus dengan cara seperti ini?

Mira turun dari taksi setelah memberikan uang ongkosnya. Ia memandangi sekitarnya, masih tampak ada beberapa polisi dan relawan yang mencari tubuhnya.

Tubuh Mira belum bisa ditemukan! Padahal sudah satu hari lebih kecelakaan berlalu. Kalau sampai dirinya mati, maka Rasti akan mati.

Matanya kemudian menangkap sosok bayangan yang membuat hatinya bergejolak marah. Gissele dan Aldi, mereka berdua sedang ada di sana, entah untuk merayakan kemenangan karena Mira sudah tidak ada lagi. Atau memang hanya untuk pencitraan saja.

Dengan langkah ragu, Mira menghampiri mereka berdua. Ingin mendengar apa yang sedang mereka bicarakan.

"Seharusnya kamu bahagia kan karena tidak perlu repot-repot mengurus surat perceraianmu dengan istrimu?" Gissele mengusap punggung Aldi dengan lembut.

Mira yang berdiri di samping mereka, melirik tajam. Aldi dan Gissele tidak curiga, karena yang ada di sebelah mereka adalah tubuh Rasti bukan Mira.

"Setidaknya harus menunggu tubuhnya ditemukan agar bisa dikatakan meninggal," sahut Aldi. Tak ada tanda kesedihan dalam waut wajahnya.

"Jadi—kita akan menikah setelah Mira dinyatakan meninggal?"

Aldi mengangguk. "Jika dia ternyata tidak mati, aku tidak tahu harus bagaimana."

Mata Mira membeliak. Seperti itukah Aldi yang sebenarnya? Di depannya selalu bersikap manis, tapi di belakangnya. Pria itu ternyata sangat menyebalkan.

"Kalau aku berharap dia mati, tidak apa-apa kan?" Gissele terkekeh. Alih-alih marah, Aldi malah tersenyum dan memeluk pinggang wanita itu dengan mesra.

"Kita harus kembali, tak baik kamu terus ada di sini. Hawa di sini sangat negatif, tak baik untuk anak kita."

Mira mengepalkan tangannya. Sebenarnya anak bukanlah alasan utama Aldi untuk menceraikannya. Melainkan karena dia memang sudah tergoda oleh Gissele.

Wanita itu masih muda dan cantik. Tidak seperti dirinya. Alasan karena Mira tidak bisa memiliki anak hanyalah akal-akalan Aldi untuk membenarkan perbuatannya dengan menikah siri dengan Gissele.

Mira menatap langit yang sudah berwarna oranye. Ia harus pulang, tubuhnya belum ditemukan. Tapi—kalau ditemukan dia bisa berbuat apa?

Dengan langkah gontai, Mira berjalan tanpa arah. Hingga tanpa sadar menabrak seseorang yang menggunakan jaket bertudung hitam.

"Maaf," kata Mira sambil menundukkan kepalanya.

"Seharusnya kamu menggunakan kesempatan ini untuk membalasdendam. Bukankah ini yang kamu mau? Selesaikan dendammu maka semuanya akan kembali seperti semula." Lelaki itu tidak menampakkan wajahnya. Hanya saja Mira dapat melihat seringaian menakutkan dari bibir itu.

Mira tersadar sedetik kemudian, lalu mengejar lelaki itu.

Karena banyak orang di sana. Mira kehilangan lelaki itu, yang membaur dengan sekelompok orang.

"Dia siapa? Kenapa dia tahu rencanaku?" gumam Mira.

Kalimat itu terus terngiang dalam kepala Mira. Dia memang harus membalaskan dendamnya pada Aldi dan juga Gissele. Mereka harus merasakan apa yang dia rasakan saat ini. Betapa sakitnya dibuang dan dianggap tak lagi berharga.

Kedua tangan Mira terkepal di kedua sisi tubuhnya. Tekatnya sudah kuat, dia akan melakukannya. Demi Rasti yang entah di mana, dia akan mengembalikan tubuh itu pada sang pemiliknya nanti.

Jika lelaki tadi sudah mengatakan seperti itu, maka besar kemungkinan tubuhnya sudah berada di suatu tempat. Dan tidak mati.

**

Mira belum terbiasa dengan tubuhnya yang sekarang. Mungkin karena masih muda, tubuh Rasti terasa sangat ringan dan gesit. Bahkan ketika ibunya mengatakan bahwa Rasti sedang sakit, dia sama sekali tidak lemah.

"Kamu tidak perlu memikirkan masalah pekerjaan, menganggur sebentar juga tidak apa-apa." Seakan mengerti apa yang dilamunkan Rasti, ibunya mengatakan seperti itu pada anaknya.

"Pekerjaan?"

Ibunya mengangguk. "Kamu stress setelah di-PHK. Kamu sakit karena merasa bertanggungjawab atas hidup ibu, jadi mulai sekarang kamu jangan khawatirkan masalah itu."

Ternyata Rasti adalah anak yang berbakti.

"Ini ikan kesukaanmu."

Kesukaan? Tapi Mira tidak menyukai ikan, karena menurutnya ikan itu baunya sangat amis.

Mira menutup mulutnya dan segera pergi ke wastafel lalu memuntahkan cairan bening di sana.

"Kamu kenapa?" tanya ibunya sambil memijat tengkuk leher Rasti.

"Bu, jangan ikan. Singkirkan ikan itu." Mata Rasti basah, dia benar-benar tidak menyukai ikan.

Ibunya yang mengenal Rasti menjadi sedikit heran, memang kalau setelah sakit selera makan berubah ya? Namun karena tak mau banyak bertanya akhirnya ibunya menyingkirkan itu dan menggantinya dengan telur. Hanya telur.

"Kalau kamu menyukai telur, tahu begitu ibu akan memasak ini saja. Sederhana," kekeh ibunya. Namun Rasti merasa tidak enak.

**

Mira mengamati sosial media milik Aldi. Tak ada apa-apa di sana, atau setidaknya sekadar ucapan belasungkawa.

Ingin sekali Mira mengutuk lelaki itu tapi sayangnya tidak bisa.

Lelah menggulir, Mira menemukan sebuah lowongan pekerjaan yang ada di dalam rumah keluarga besar Aldi. Seorang pembantu rumah tangga yang masih muda dan energic.

Mira pikir jika dia masuk ke sana dengan tubuh Rasti, pasti dia akan diterima. Apalagi dia masih muda dan fresh.

"Ini adalah satu-satunya cara aku bisa ke sana. Aku harus lolos dan menjadi pembantu itu. Dengan begitu, aku bisa menghancurkan Gissele dan Aldi," gumam Mira.

Dia melompat dari ranjang kemudian mencari berkas-berkas untuk mengajukan lamaran.

Namun tangannya berhenti ketika dia membaca salah satu surat pengalaman kerja Rasti. Ternyata dia pernah menjadi sekretaris di sebuah perusahaan asing.

Sepertinya akan terlihat aneh kalau tiba-tiba dia muncul di sana dan melamar pekerjaan menjadi pembantu.

Kepala Mira tiba-tiba berat. "Tidak—tidak harus jadi pembantu, kan?"

"Sepertinya aku harus melamar di perusahaan Aldi. Dengan itu—aku bisa masuk ke dalam kehidupanya dengan sedikit usaha. Rasti cantik, jadi mana mungkin dia akan menolak Rasti." Mira berkata penuh yakin, seakan apa yang ia rencanakan akan berjalan sesuai rencana.

Padahal tidak …