webnovel

Chapter 3

"Hah? Dae Joon? Oi, jangan dimatikan alat komunikasinya!"

Alat komunikasi langsung terputus hubungannya dengan Dae Joon. Kyo Seung tidak tahu menahu dengan apa yang barusan temannya katakan, namun ia menuruti perintahnya. Kyo Seung turun dari atap gedung menggunakan grappling hook gun, setelah turun dengan perlahan ia melihat sekitarnya. Ia mencari-cari temannya yang sedang menuju ke lokasinya walaupun ia tidak tahu kendaraan apa yang dipakai temannya itu.

Tak lama kemudian, Dae Joon datang dengan membawa motor sport berwarna merah tua. Ia juga memakai helm yang serasi dengan warna motornya. Kyo Seung sempat mau bertanya tentang bagaimana Dae Joon bisa menghubungkan alat komunikasinya dengan alat komunikasi miliknya, namun tertunda karena begitu Kyo Seung menghampiri Dae Joon, ia langsung menarik lengan temannya itu dan dipaksa duduk di jok belakang motornya. Begitu Kyo Seung duduk, Dae Joon langsung menancap gas dan mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi.

Kyo Seung tidak mengerti mengapa Dae Joon tiba-tiba datang dan membantunya. Ia mulai berpikir panjang tentang hal itu, namun ia berusaha menghilangkan pikirannya itu karena ia tidak bisa fokus dengan pengejaran kelompok pencuri motor tersebut. "Bagaimana kau bisa tahu aku berada di atas gedung?" tanya Kyo Seung sembari mencondongkan kepalanya ke samping kepala Dae Joon. Dae Joon tidak menggubris pertanyaan Kyo Seung, dia hanya berdeham kepadanya untuk mengingatkannya bahwa mereka sedang fokus mengejar sekelompok pencuri motor. Kyo Seung mengiyakan temannya itu, lalu ia kembali fokus ke tujuannya. Saat ini mereka sedang berkendara di jalan raya, dengan kecepatan tinggi. Dae Joon menyalip kendaraan-kendaraan yang menghalangi jalannya, dan ia juga hampir menabrak pohon yang digantungi lampu-lampu neon. Kyo Seung berpegangan pada bagian jok belakang, berharap bahwa ia tidak terpental ketika Dae Joon mengerem.

Lima menit dengan rambut yang terurai terbawa angin, Dae Joon menghentikan lajunya motor dan ia parkirkan di samping kanan sebuah bangunan tua yang tak dilanjutkan proyek pembangunannya. Bangunan itu memiliki dua lantai, warna catnya putih pucat dan sudah banyak yang terkelupas, jendelanya tak memiliki bingkai maupun kaca jendela, lebar bangunan tersebut cukup lebar, begitu pula dengan panjang bangunannya yang cukup panjang. Dae Joon turun dari motornya diikuti dengan Kyo Seung, mereka berdua berlari memasuki bangunan tersebut. Dae Joon berhenti berlari, ia mengeluarkan alat radar miliknya dan memeriksa radar tersebut. "Aku tidak mengerti. Bukannya kita sedang mencari pencuri motor? Maksudku, tidak ada motor curian di sekitar sini" tanya Kyo Seung kepada temannya itu.

"Kita sedang berada di lokasi tempat si biang kerok dari seluruh insiden pencurian motor di kota ini bersembunyi. Aku sudah menyuruh sekelompok polisi mengejar para pencuri motor tadi. Entah berapa lama para pencuri itu akan terus bermain kejar-kejaran dengan para polisi, pasti mereka akan kembali ke markas mereka ketika polisi sedang lengah"

"Baiklah, kau yang lebih tahu tentang hal ini. Tapi aku membiarkanmu yang mengurus hal ini bukan karena aku tidak tahu apa-apa tentang hal ini"

"Kau masih sama naifnya seperti dulu"

Kyo Seung tersinggung. "Oh ya? Aku tidak naif. Kaulah yang terlalu pintar sehingga membuatku tampak seperti orang naif"

Dae Joon terdiam, ia masih menatap tajam alat radarnya. "Kau mau tahu salah satu kekuranganku? Aku memiliki jabatan sebagai kepala kepolisian hanya untuk menggantikan kepala kepolisian yang sedang terbaring di rumah sakit. Kesimpulannya, jabatanku hanya sementara, dan itu hanya untuk mempermudah misi utamaku di sini"

"Itu bahkan bukan suatu kekurangan!"

Kedua pria itu terdiam ketika mendengar suara "beep" dari alat radar. Sebuah titik kecil berwarna merah menampakkan dirinya pada radar terletak pada arah jam satu. Begitu melihat titik merah tersebut, Dae Joon langsung mencari sebuah ruang bawah tanah di sekitar lantai plester bangunan tersebut, Kyo Seung pun ikut membantu Dae Joon mencari ruang bawah tanah. Selama satu menit mencari, Kyo Seung menemukan suara ketukan dan pergerakan seseorang di lantai bagian kiri arah jam sembilan, ia juga menyadari bahwa ada pintu masuk dengan warna dan motif yang sama dengan lantai plester di sekitarnya. Kyo Seung langsung berusaha membuka pintu ruang bawah tanah tersebut, ia sedikit kesusahan membukanya karena pintunya juga terbuat dari bahan yang sama dengan lantainya. Begitu membukanya, Kyo Seung memanggil temannya untuk segera masuk. Dae Joon langsung menghampiri Kyo Seung yang lebih dulu memasuki ruang bawah tanah.

Bulu kuduk Kyo Seung berdiri begitu ia memasuki ruang bawah tanah, ia merasakan hawa dingin dari samping kepalanya. Begitu ia menoleh ke samping, dirinya sempat membeku ketika ia menyadari benda apa yang akan melintas di depannya. Dengan jiwa yang masih terkejut, ia menghindar dari kepalan tangan yang melesat cepat di samping kepalanya. Kyo Seung langsung memasang posisi kuda-kuda, ia mau mengidentifikasi dahulu orang yang telah melayangkan kepalannya padanya. Nyatanya, ruangan bawah tanah tersebut penuh dengan para pencuri yang sedang mengadakan rapat untuk rencana pencurian berikutnya. Begitu para pencuri menyadari keberadaan Kyo Seung di markas rahasia mereka, satu persatu para pencuri berlari ke arah Kyo Seung untuk menghajarnya. Kyo Seung menepis beberapa serangan, menghindari, dan buru-buru membuat jarak yang agak jauh dengan para pencuri. Dae Joon tentunya tidak hanya melihat temannya beraksi, dirinya juga ikut beraksi. Ia juga menepis serangan, namun ia juga memukul pipi para pencuri yang berusaha membuatnya babak belur. Tidak lama mereka berdua berusaha melawan para pencuri, Dae Joon menyadari bahwa sejak tadi temannya tidak menyerang para pencuri tersebut, ia hanya menghindari serangan mereka. "Kau sedang apa?! Serang mereka!" teriak Dae Joon kepada Kyo Seung sembari memukul salah satu pencuri dengan keras.

"Uh...kau yakin aku harus menyerang balik mereka?"

Dae Joon tidak merespons Kyo Seung. Ia hanya diam dan fokus dengan lawannya. Karena sudah tahu jawaban pasti kawannya itu, Kyo Seung akhirnya mulai menyerang mereka. Menyerang dengan brutal. Kyo Seung mengeluarkan dua pisau kecil dari saku utility belt-nya, tanpa pikir panjang Kyo Seung pun menundukkan seluruh badannya hingga bercangkung, ia melesat ke antara kaki para lawannya, lalu menyayat kaki mereka. Sesaat, para pencuri yang tersayat kakinya mulai meringis kesakitan hingga membuat mereka lengah dengan lawannya yang tangguh itu. Kyo Seung memukul dan menendang lawan-lawannya, ia juga menyempatkan diri menembak kaki para pencuri yang jaraknya agak jauh dengannya dengan revolver dari utility belt-nya. Dae Joon memerhatikan Kyo Seung yang mulai terbawa suasana menyerang para pencuri, meski begitu Dae Joon masih fokus melawan para pencuri.

Ketika jumlah kawanan pencuri tersebut sudah mulai menipis dan Dae Joon telah membuat babak belur sebagian para pencuri, Dae Joon langsung menghampiri Kyo Seung yang mulai menyerang dengan sadis para lawannya. "Itu sudah cukup, Kyo Seung" tegas Dae Joon sembari menepuk pundak Kyo Seung yang tengah memukuli pipi salah satu pencuri sampai berwarna keunguan. Kyo Seung melirik mata Dae Joon dengan tatapan yang tidak biasa. Seketika Dae Joon terdiam di tempat ketika ia membalas lirikan mata temannya itu, ia belum pernah melihat sisi Kyo Seung yang begitu sadis seperti ini. Kyo Seung berdiri, ia menatap orang yang ia pukuli sampai babak belur dengan tajam, namun sesaat wajahnya terlihat sedang mengasihani orang itu. "Maaf..." ungkap Kyo Seung. Ia mundur beberapa langkah, lalu berpaling ke temannya. "Kau pasti akan menahanku, kan?"

Dae Joon melipat kedua lengannya dan memalingkan wajahnya. "Mungkin" tukasnya, "Aku tidak mengikuti semua perintah yang diberikan oleh penguasa kota ini". Kyo Seung terdiam, menunjukkan ekspresi bingung. Setelah beberapa saat, Kyo Seung dan Dae Joon membereskan kekacauan yang mereka buat. Salah satu memanggil polisi, dan lainnya menarik tubuh para pencuri dan membuat sebuah tumpukan orang-orang yang tubuhnya babak belur.

"Jadi kau benar-benar tidak akan menahanku?" desak Kyo Seung kepada Dae Joon.

"Kau benar-benar mau ditahan oleh kepolisian?"

"Tidak...aku hanya memastikan saja, he he" kekeh Kyo Seung.

Dae Joon terdiam sebentar. "Kalau pun aku menahan dan menangkapmu atas dasar tindak kekerasan, kau bisa menyelanya atas dasar membela diri"

"Iya, ya..." Kyo Seung mengangguk-angguk. Begitu mereka selesai dengan urusannya di ruang bawah tanah, mereka langsung pergi menaiki motor, kembali ke kafe kampus.

*

Kyo Seung berganti pakaian, ia memakai loose shirt berwarna putih, dimasukkan ke dalam celana kulotnya yang berwarna toska. Begitu selesai berpakaian, ia mengambil tas selempangnya yang berwarna hitam, dan keluar dari kamar apartemennya. Ukuran kamar apartemennya sebenarnya tidak terlalu besar, justru bisa terbilang lumayan sempit. Kyo Seung pernah mengeluh tentang luas kamar apartemennya, untuk orang yang suka banyak gerak, ia tidak senantiasa bergerak leluasa. Kamar apartemen terkunci otomatis dan hanya dapat dibuka dengan pin, keyboard untuk memasukkan pin merupakan hologram berwarna biru. Pintu kamar terbuat dari logam yang cukup ringan, sehingga pintu bisa dibuka dengan mudah walau pintunya terbuat dari bahan yang sangat keras. Kyo Seung buru-buru menuju lift, menekan tombol ke lantai bawah, dan setelah itu ia keluar gedung apartemennya. Ia berencana menaiki bus gantung untuk pergi ke kafe, dengan cepat ia berjalan menuju ke halte bus melewati jalan pedestrian. Lima menit Kyo Seung berjalan menuju halte bus gantung, ia menaiki elevator yang membawa dirinya menuju halte bus gantung. Seusai menapakkan kaki di halte, Kyo Seung langsung duduk di tempat duduk yang tersedia. Ia mengeluarkan earphonenya dari dalam tas selempangnya, ia menyambungkannya ke ponsel yang ia letakkan di saku celana, dan memutar lagu dari playlist kesukaannya. Tak lama kemudian bus gantung berhenti di depan halte bus gantung. Kyo Seung melepas earphone-nya, lalu berdiri dan berjalan memasuki bus gantung yang telah membukakan pintunya.

Kafe yang menjadi tempat berkumpul Kyo Seung dan kedua temannya itu merupakan kafe yang cukup populer di kota Daegam. Temanya menyesuaikan dengan kota Daegam-nya sendiri, yaitu kota futuristik, dan pekerja di sana sebagian besar adalah cyborg. Warna bangunannya hitam dengan paduan warna abu-abu dan putih, furniture di kafe itu terbuat dari kayu dan sebagian menggunakan motif kayu berwarna hitam dan krem, pepohonan juga ada beberapa di kafe itu sebagai pengingat bagi orang yang melihat bahwa alam masih dibutuhkan di kota modern ini. Sesampainya Kyo Seung di kafe Wayne, ia berjalan memasuki kafe tersebut. Ia celingak-celinguk mencari kedua teman yang mau ia temui itu.

"Michio, sini!" panggil Haeri, setelah ia menyerukan nama Kyo Seung dengan nama lama temannya, ia langsung menutup mulutnya.

Kyo Seung menoleh ke sumber suara. "Ye Eun…uh, Haeri!" Kyo Seung mendatangi teman lamanya itu di kursi kaki panjang bagian pojok kiri ruangan. "Sudah lama kita tidak bertemu"

"Aku senang sekali bisa melihatmu lagi" Haeri memeluk Kyo Seung yang berada di hadapannya tanpa pikir panjang.

Kyo Seung melihat sekeliling Haeri. "Dae Joon ada dimana?"

"Toilet" balas Haeri. "Hm…kau mau pesan minuman? Aku traktir"

Kyo Seung duduk di kursi kaki panjang sebelah Haeri, ia melihat ke daftar menu yang ada di atas meja dinding, sedangkan Haeri menunggu Kyo Seung memilih minuman. "Kalau kamu pesan apa?" tanya Kyo Seung kepada Haeri.

"Soft Drink. Sampai sekarang kamu masih suka teh, ya kan?"

"Iya"

"Kalau begitu aku belikan teh ya? Baiklah" Haeri berdiri, berjalan menuju kasir kafe. Kyo Seung hanya tersenyum kecil, mendapati Haeri bertanya dan menjawab sendiri pertanyaannya. Memang sejak dulu Haeri suka bertanya dan menjawab pertanyaannya sendiri seakan-akan dia ada dua. Kyo Seung melihat orang-orang keluar-masuk kafe melewati pintu, ia melamun sesaat dan kemudian memenung tentang teman-temannya.

"Kenapa reaksi mereka biasa saja? Reaksi mereka seperti menemui teman yang baru sebulan tidak bertemu" batin Kyo Seung dengan raut wajah yang agak sedih, ia menggeleng-gelengkan kepalanya agar tidak terlalu memikirkan hal itu. Beberapa saat kemudian, pria yang sebaya dengan Kyo Seung berjalan sembari mengusap tangannya dengan sapu tangan, menghampiri meja dinding yang ditempati Kyo Seung. Pria itu tentunya adalah Dae Joon. Ia berpakaian kasual formal dan memakai warna tema putih dan abu-abu, perawakannya tegas namun pembawaannya tenang, berbanding jauh dengan Kyo Seung. Dae Joon duduk di sebelah kiri Kyo Seung. "Aku langsung saja ke intinya, kenapa kau pergi menghilang begitu saja lima tahun yang lalu?"

Kyo Seung membeku di tempat. Kepalanya menunduk, matanya mulai melihat kesana-kemari, dan jemarinya mengabsen jemari lainnya dengan sesekali diremas-remas. Mulutnya terkatup rapat dan keringat dingin bercucuran di kening. Kyo Seung mulai memikirkan jawaban yang bagus untuk menjawab pertanyaan mendadak dari Dae Joon. Beruntungnya Kyo Seung, Haeri datang menyela pertanyaan Dae Joon. "Kamu ini memang menyebalkan. Dia baru saja datang ke sini, setidaknya sapalah dia atau berbincang hal lain selain pertanyaan itu" sela Haeri sembari duduk di sebelah kanan Kyo Seung. "Kyo Seung, bagaimana kau bisa ada di kota ini? Bukankah kota ini hanya diketahui oleh 'orang-orang dalam' saja?"

"Eh…agak susah menjelaskannya. Aku tidak sengaja mengetahui jalan masuk ke kota ini" tukas Kyo Seung.

"Biaya hidup di kota ini lumayan mahal, lho. Kamu hebat bisa bertahan hidup di kota ini"

"Yah…begitulah"

"Kau juga bisa kuliah di kota ini, bagaimana bisa?"

"K-kalau itu…"

"Simpan pertanyaan-pertanyaan itu untuk nanti" sanggah Dae Joon kepada Haeri. "Kau sendiri yang bilang, kan?"

"Sialan kamu, Dae Joon" gerutu Haeri serta melirik tajam Dae Joon.

Kyo Seung sangat bingung. Tiba-tiba suasana di kafe yang awalnya netral menjadi suram. "A-apakah kalian tinggal bersama di kota ini atau−"

"Aku tidak akan sudi tinggal dengannya" sela Haeri sebelum Kyo Seung menyelesaikan kata-katanya. "Oh iya, aku jadi teringat sesuatu. Kamu seharusnya bisa melihat wajah Dae Joon ketika ia mencarimu di seluruh tempat di negara ini selama bertahun-tahun, dan ternyata kamu berada di kota yang tak terduga olehnya. Ternyata orang yang menghampiri kata 'sempurna' bisa salah juga ya?"

Mata Kyo Seung terbelalak. "Kalian terus mencariku selama lima tahun ini?"

"Lebih tepatnya, Dae Joon. Aku move on dari kepergianmu"

Kyo Seung menoleh ke Dae Joon, memastikan apa yang dikatakan Haeri adalah fakta dari ekspresi wajah temannya. Sekejap ia lupa bahwa temannya memiliki wajah yang mati rasa, jarang mengekspresikan sesuatu. "Kau yakin tidak salah sangka, Haeri?" ungkap Kyo Seung memastikan ke teman di sebelah kanannya sembari melihat raut wajah datar Dae Joon yang sedari tadi memalingkan wajah darinya dan Haeri.

"Sejak setahun yang lalu, Dae Joon bisa mengekspresikan wajah selain terkejut dan marah. Aku bisa mengetahuinya dari ekspresi wajahnya"

Dae Joon tidak menghiraukan perkataan Haeri, ia malah mengambil buku undang-undang kota Daegam dari saku blazer-nya dan membacanya. Haeri terkekeh-kekeh sambil melanjutkan seribu satu ceritanya bersama Dae Joon selama lima tahun terakhir. Beberapa menit kemudian, pesanan minuman dan makanan yang telah dibawakan oleh salah satu pelayan cyborg. "Soft drink, teh, kopi, tteobokki… sudah lengkap semua, terima kasih" Haeri tersenyum manis ke pelayan cyborg yang sedang meletakkan minuman dan makanan ke meja dinding.

Pelayan cyborg itu memiringkan kepalanya. "Maaf nona, tapi tidak ada teh−"

"Yap, ini sudah lengkap semua. Terima kasih" sela Haeri serta tersenyum lagi ke pelayan cyborg tersebut, namun senyumannya kali ini merupakan senyuman tipis. Pelayan itu hanya mengangguk dan berlalu menuju meja lain untuk membagikan pesanan. Haeri menyeret segelas teh ke Kyo Seung, setelah itu ia menyerahkan segelas kopi ke Dae Joon dibantu oleh Kyo Seung dan ia lalu melipat tangannya sembari menoleh ke kiri sehingga ia bisa melihat Kyo Seung. "Jadi…kau mau bercerita?"