Mendapat cercaan seperti itu dari Gu Gaoting yang sinis, Mei Lin berdiri kaku. Wajahnya tampak merah lalu menjadi pucat. Dengan sedikit menderita, ia berkata, "Bibi bilang, dia ingin aku menjadi menantunya."
"Pantas saja aku tidak tahu apa-apa tentang hal ini. Kalau begitu, kau tunggu saja sampai dia melahirkan anak laki-laki lagi, kemungkinan 25 tahun lagi. Eh, tidak, malah bisa lebih cepat kok."
"Komandan Gu, apa maksudmu? Putriku Mei Lin tidak cocok denganmu?" Tanya Nyonya Mei dengan tidak sabar.
Gu Gaoting melirik Nyonya Mei sambil tersenyum dingin, "Kejadian ini hanya pertunjukan yang jelas. Kalau anakmu mau kunikahi, hidupnya dimasa depan akan seperti apa? Kau juga tidak ingin anakmu mengecewakanmu kan?"
Nyonya Mei dibuat diam oleh Gu Gaoting. Otaknya tidak bisa berpikir lagi.
Namun, Nyonya Mei bukan orang bodoh. Mengetahui anaknya sedang dihina, ia menggebrak meja dengan marah, "Gu Gaoting, beberapa tahun ini kau sangat sombong. Ningchuan bukanlah wilayah kekuasaanmu. Apakah anakku adalah pendamping hidup yang mudah didapatkan? Jika kau tidak meminangnya, maka kau yang akan menyesal!"
"Kalau begitu, maksud jenderal Mei adalah ingin aku menikahi Mei Lin?" Gu Gaoting memandang jenderal Mei dengan tenang.
"Aku bisa menikahi putrimu, tapi sebelumnya, aku ingin memberitahumu dengan jelas bahwa aku menolak dia. Setelah menikah, mungkin aku akan lebih sering menjadikannya sebagai hiasan dalam rumah. Dalam satu tahun, aku juga tidak bisa pulang beberapa hari. Saat mau tidur, aku sangat selektif. Sudah kukatakan kalau aku tidak punya kesenangan seksual dengan anak kecil."
"Papa...." Mei Lin merasa sedih, ia melangkah menuju ayahnya meminta tolong.
Jenderal Mei menatapnya dengan penuh amarah. "Gu Gaoting, kau benar-benar kejam telah mempermainkan perasaan putri kami!"
"Aku tidak tertarik untuk mempermainkan perasaannya, dan juga tidak ada waktu untuk menghabiskan waktu bersamanya. Dulu kalian mungkin tidak begitu tahu seperti apa diriku, namun sekarang kalian harus tahu. Jangan ganggu aku lagi, aku tidak punya waktu untuk itu."
"Orang ini terlalu angkuh. Sayang, kau jenderal, sepupumu juga istri presiden, bagaimana bisa dia seperti ini pada putri kita. Apa kurangnya putri kita? Besok aku akan pergi ke sepupumu untuk mengadukan hal ini."
"Presiden sangat tidak suka berdebat masalah yang tidak perlu. Gu Gaoting adalah orang favorit bagi presiden. Baiklah, kita belajar saja dari kesalahan, tidak usah mengganggu dia lagi." Ujar jenderal Mei karena resah.
"Papa, aku suka dia, aku ingin menikah dengannya. Para saudara perempuanku semua tahu kalau aku akan menikah dengannya. Kalau begini, aku harus bagaimana?" Mei Lin menangis.
"Apa gunanya kau menyukainya dan membuatnya menyukaimu." Jenderal Mei merasa gagal karena tidak memenuhi harapan putrinya ini. Ia menatap putrinya lalu pergi.
Satu minggu kemudian.
Huo Weiwu telah sampai di kota sebelah. Ia menggunakan KTP temannya untuk naik kereta, menginap di hotel, menikmati hangatnya sinar matahari, dan dia pun merasa begitu bebas dari biasanya.
Steak daging sapi di hotel rasanya enak.
Huo Weiwu telah memesan satu porsi steak daging sapi. Mendengar ada musik yang enak, ia mengiris steak itu menjadi potongan kecil-kecil.
Tiba-tiba, dari luar terdengar suara langkah kaki yang rapi, suaranya seperti drum kecil dalam hatinya.
Firasat Huo Weiwu tidak enak. Ia mengangkat kepalanya. Seketika di hadapannya ada dua barisan prajurit yang sedang memegang senapan sedang berlari masuk ke restoran ini. Dalam hitungan detik, mereka mengepung Huo Weiwu rapat-rapat tanpa celah.
Seketika, masuklah seorang Letnan yang berpangkat dua bintang, identitas pangkat dua bintang itu terlihat jelas di bahunya. Dengan cepat ia dapat menyapu keadaan sekitar, "Siapapun yang tidak ada urusan yang penting di sini, silahkan keluar. Jika kalian menyebarkan hal ini satu kalimat saja, penjara akan menjadi rumah kalian selama-lamanya." Tegas Letnan itu.
Baru saja perintah itu keluar dari mulutnya, orang-orang yang awalnya sedang makan dan merokok, seketika langsung beranjak keluar dari restoran ini.
Huo Weiwu juga ingin pergi, ia bersiap-siap untuk berdiri agar terlihat sama dengan pelanggan sekitarnya.
Dua belas perajurit yang tadi mengepung Huo Weiwu, berlari ke gerbang pintu lalu berdiri membentuk dua barisan. Di tengahnya dibiarkan kosong sebagai jalan satu-satunya pelanggan keluar dari restoran ini.
Gu Gaoting masuk. Saat itu ia mengenakan jaket berwarna hitam, terlihat tinggi dan sangat mendominasi restoran ini. Kakinya juga memakai sepatu boot hitam yang serasi dengan celananya. Langkahnya berat, dingin, meskipun begitu dia juga terasa menggairahkan.
Seiring ia masuk, suhu di ruangan itu seakan turun menjadi dua derajat celcius.