Ratu Sabrina duduk disamping Putri Reina yang sedang diobati. Wajah Putih Putri Reina tampak sembab karena air mata yang terus menetes. Ratu Sabrina terdiam Ia merasa bersalah juga karena telah menghukumnya padahal jelas-jelas Ia tahu kalau yang bersalah adalah anaknya. Ia tidak bisa menghukum anaknya sendiri malah menimpakan kesalahan pada Putri Reina.
"Putri Reina, Apakah Ananda marah pada Ibunda?"
Putri Reina menggelengkan kepalanya. "Tidak Ibunda. Mana bisa Ananda marah, bukankah memang benar ini adalah kesalahan Ananda. Ananda ternyata tidak mampu menarik perhatian suami sendiri. Ananda layak dihukum"
Ratu Sabrina semakin terenyuh. "Maafkan Kami yang telah menyeretmu kedalam kesengsaraan. Mana Ibunda tahu kalau putraku akan jatuh cinta pada wanita lain. Ibunda pikir Yang Mulia Pangeran hanya memikirkan kerajaan tetapi rasa egoisnya sebagai laki-laki malah menyeret kita kedalam permasalahan ini."
"Mungkin hamba yang terlalu takabur, waktu Ibunda hendak menolak pernikahan antara Pangeran dan Alena, malah hamba ingin menantangnya dengan kekuatan sendiri. Tapi nyatanya Ananda sendiri malah terjebak."
Ratu Sabrina mendengarkan Putri Reina berkeluh kesah. "Apakah Ananda menyalahkan Pangeran?"
"Tentu saja tidak Yang Mulia Ibunda Ratu. Bagaimana bisa Ananda menyalahkan suami sendiri."
"Atau Ananda menyalahkan Alena?"
Putri Reina terdiam, Ia sudah mulai memahami posisinya yang hanya menjadi istri simbol bagi Pangeran Nizam. Kenyataannya bahwa Suaminya sangat mencintai Alena membuat kedudukan Alena mulai menguat dikerajaan. Dari mulai pesta pernikahan yang begitu mewah sampai perayaan Kesucian yang disambut dengan gembira oleh semua kalangan. Semua ikut mendoakan bagi kebahagiaan pasangan itu. Kalau sampai Ia menunjukkan rasa ketidaksukaan yang terlalu berlebih-lebihan maka Ia akan segera tersingkir. Jalan satu-satunya adalah Ia harus bisa menerimakan Alena dan mengposisikan sebagai korban dari ketidakadilan yang sangat tidak menguntungkan baginya.
"Ibunda, Putri Alena juga tidak bersalah. Yang bersalah adalah Ananda sendiri. Harusnya sejak malam pertama itu Ananda berhasil meyakinkan Pangeran Nizam untuk menyentuh Ananda, tapi nyatanya pesona Alena sangat kuat di mata Yang Mulia.Apalah daya Ananda sebagai wanita biasa. Ananda hanya bisa pasrah."
Ratu Sabrina mengernyitkan keningnya. Ia melihat Putri Reina yang begitu ambisius sekarang terlihat tidak berdaya.
"Putri Reina...apakah Ananda hendak menyerah begitu saja? Apakah Ananda berniat hendak meninggalkan Yang mulia??"
Putri Reina tersenyum dengan hati mendidih.
"Yang Mulia Ibunda Ratu. Ananda ini dilahirkan untuk mendampingi Yang mulia Pangeran Nizam. Bagaimana mungkin Ananda bisa meninggalkan yang Mulia. Walaupun Yang Mulia tidak akan menyentuh Ananda untuk selamanya. Tapi Ananda akan tetap menjadi istrinya. Sampai Maut memisahkan kami."
Putri Reina tampak berkaca-kaca dengan wajah sendu. Ratu Sabrina langsung memeluk Putri Reina dengan perasaan iba. "Betapa Malangnya nasib mu. Semoga suatu hari nanti Pangeran akan luluh terhadap mu"
"Iya..andaikan Yang Mulia mau memberikan sedikit saja rasa cintanya kepada Ananda, Ananda sudah merasa sangat puas. Jikalau tidak pun asalkan tetap ada disampingnya untuk menjaganya, Ananda juga merasa bahagia. Ibunda Jikalau Ananda harus keluar dari Istana ini biarlah mayat Ananda yang akan keluar dari istaana ini."
Ratu Sabrina langsung terdiam. Memang mental Putri Reina adalah mental seorang Ratu. Ia memang didik untuk bisa setegar batu karang, walaupun ombak atau badai menerjangnya Ia akan tetap berdiri tegak. Seandainya Putranya mencintai Putri Reina pastilah semua berjalan lancar. Tapi apalah daya kalau Putranya ternyata mencintai gadis yang bukan saja berasal dari kalangan biasa tapi juga berasal dari bangsa lain.
"Putri Reina, Aku mencoba untuk bersikap adil, Disatu sisi ada gadis yang sangat dicintai anakku dan disisi lain ada gadis yang lebih layak untuk mendampingi putraku untuk memimpin kerajaan. Biarlah takdir yang akan memutuskan kemana nasib kerajaan akan dibawa." Ratu Sabrina lalu bangkit dari duduknya.
"Ibunda pamit dulu, Sebentar lagi perayaan kesucian akan dimulai. Ananda beristirahat lah. Kalau cukup kuat, Ananda bisa ikut hadir"
Putri Reina tersenyum sambil mengangguk. "Baiklah Ibunda. Terimakasih atas perhatiannya."
Begitu Ratu Sabrina pergi, Putri Reina langsung menatap Fatimah. "Kau dengar itu Fatimah. Ratu akan bersikap adil. Berarti wanita keparat itu sudah berhasil membuat hati Ratu luluh. Apa yang terjadi dengan aprodisiak yang Kamu campurkan ke dalam air Salwahya? Bukankah harusnya minuman itu akan membuat Alena menjadi wanita jalang yang lepas kendali? Harusnya Ratu Sabrina membenci perempuan itu karena tingkahnya pada malam pengantin? Apa yang terjadi sebenarnya?" Putri Reina seperti orang gila. Fatimah juga kebingungan. Karena mata-mata yang dikirim ke Istana Muthmainnah belum memberikan laporan.
Malam itu Putri Reina meminta Fatimah mencampurkan tambahan zat aprodisiak pada air Salwahya sehingga jika diminum maka akan membuat yang meminumnya menjadi lepas kendali. Karena minuman Salwahya hanya untuk meningkatkan gairah bukannya membuat yang minumnya menjadi lepas kendali. Minuman air Salwahya yang dicampur zat aprodisiak akan menimbulkan rasa gairah yang sangat kuat yang akan membuat orang itu jadi tidak tahu malu. Yang ada dalam otaknya hanyalah bagaimana ia bisa memuaskan hasratnya.
Harapan Putri Reina, Alena akan bersikap seperti perempuan nakal yang berpengalaman dan tidak tahu malu sehingga Ratu Sabrina akan membencinya. Dalam rencananya Ia berharap Pangeran Nizam dan Alena dua-duanya lepas kendali hingga membuat murka Ratu Sabrina. Dan yang akan disalahkan pasti Alena karena Pangeran Nizam tidak akan pernah salah.
Putri Reina tidak tahu bahwa yang meminumnya hanya Pangeran Nizam dan Alena melempar gelas itu ke bawah sehingga Ia tidak meminumnya. Maka akibatnya yang hilang kendali hanya Nizam. Dan Nizam tidak menyadari bahwa minuman yang Ia minum bukan hanya air Salwahya tapi sudah tercampur oleh zat aprodisiak. Karena memang Ia belum pernah meminumnya sebelumnya. Putri Reina tidak tahu bahwa Alena yang kesakitan malah merebut simpati Ratu Sabrina.
****
Taman Nasional Azura
"Cynthia mengapa Kamu malah terdiam? Katakanlah apa yang terjadi?" Edward menatap Cynthia yang masih membisu. Tapi kemudian Cynthia membuka mulutnya.
"Edward Kamu bukanlah orang bodoh, Kamu harusnya tidak bertanya lagi kondisi Alena kepadaku. Kalau yang kau tanyakan hanya sekedar masalah kesehatan. Maka jawabannya jelas Alena akan baik-baik saja. Bukankah Ia calon ratu Azura. Hidupnya pasti dikelilingi oleh tim medis yang siaga 24 jam. Kalau yang tanyakan itu tentang perasaannya maka jawabannya juga sudah bisa kau tebak. Dia ada disisi pria yang Ia cintai apa mungkin hatinya tidak bahagia. Tapi kalau yang kau tanyakan bagaimana nasibnya. Itu tidak bisa aku jawab." Cynthia berkata sambil menatap rumput-rumput hijau yang terhampar didepannya. Rumput hijau dipadang pasir pasti membutuhkan biaya yang besar untuk mengurusnya.
"Aku pikir Kamu tidak datang. Bukankah kata teman-teman Kau dan grup bandmu sedang tur keliling Asia untuk memperkenalkan album perdana kalian."
"Ya..Aku memang tidak berencana untuk menghadirinya tapi ketika Aku tampil Di Singapura tidak sengaja menonton TV lokal. Berita pernikahan Nizam putra mahkota dari kerajaan Azura dan Alena anak pengusaha dari Indonesia membuat Aku kehilangan akal. Aku langsung memesan pesawat ke Azura dan membatalkan konser ke Malaysia."
"Kamu menginap dimana? Mengapa tidak pergi ke Istana. Bukankah Nizam menjamin seluruh akomodasi temannya."
Edward tertawa pahit. Walaupun Wajahnya murung tapi tidak mengurangi sedikitpun ketampanan wajahnya. Edward benar-benar sangat tampan. Pasti para fansnya banyak yang rela mati demi mendapatkan cinta Edward. Usai tertawa pahit Edward membuka mulutnya.
"Mana mungkin Nizam menganggap ku sebagai teman. Ia tahu Aku tidak akan menyerah dengan mudah. Sialnya Ia membawa Alena ke Azura. Andaikan tidak Aku akan bersikeras mempertahankan Alena disisiku. Entahlah firasatku mengatakan bahwa Alena yang begitu lugu dan polos akan kesulitan hidup dikerajaan yang penuh dengan tekanan?"
Cynthia menatap Edward sambil membatin. Apa keberuntungan yang dimiliki Alena sampai di cintai dua orang pria yang sama tampan dan pintar juga sama berkuasanya. Cynthia juga sangat yakin bahwa otak Edward berputar terus menerus agar Ia bisa merebut kembali Alena.
"Edward kamu tahu Alena sudah jadi istri Nizam. mengapa Kau buat hatimu untuk terus mengingkarinya.
"Cynthia..Dia adalah cinta pertamaku, Dia adalah gadis yang ada disisiku tanpa memandang betapa kaya dan pentingnya kedudukan Ayahku. Matanya tidak pernah berbinar kalau tiba-tiba aku mengiriminya cincin berlian. Ia hanya akan berbinar kalau aku membacakan puisi untuknya. Dan itupun hanya sekedar kekaguman biasa bukan rasa cinta. Ia begitu cantik,polos, suci dan lugu. Ia tidak pernah berpura-pura menjadi orang lain. Ia bertindak sesuai hatinya. Aku ingin Ia selalu ada disisiku. Aku mencintainya. Mengapa Aku masih mengharapkannya. Karena Ia menikah dengan Seorang Pangeran Arab. Aku tidak yakin mereka akan bertahan lama. Anggaplah Aku sedang menunggu saat yang tepat." Kata Edward sambil kembali menutup wajahnya. Airmatanya menetes lagi.
Cynthia menarik nafas panjang. Edward benar-benar sangat sensitif. Ribuan fansnya diluar ternyata tidak bisa mengalahkan satu Alena dihatinya. Cinta memang begitu rumit. Untung Ia tidak pernah mencintai siapapun. Tapi kemudian tiba-tiba Ia teringat Pangeran Thalal yang tampan. Cynthia memukul kepalanya berkali-kali. 'Ya Tuhan jangan sampai Aku jatuh cinta. Terhadap siapapun itu. Apalagi terhadap Pangeran Thalal. Kalau sampai Ia benar-benar jatuh cinta pada Pangeran Thalal maka akan ada sejuta kerumitan yang muncul.' Cynthia terus komat-kamit berdoa.