Cklek!
Aoran menyandarkan punggung di belakang pintu kamarnya, wajahnya merah padam, dia melemparkan tasnya pada kasur empuk di depan sana. Apa yang sudah ia lakukan, dia sendiri tampak seperti orang bodoh dan konyol, bisa bisanya dia begitu berani pada Lily, padahal kan!
"Aku tidak jatuh cinta dengannya kan, tidaklah.. mana mungkin!" Lirih Aoran pada diri sendiri, dia merasa tak menjadi dirinya sendiri, kenapa sih Lily begitu mengganggu pribadinya, apa karena ciuman pertama dulu itu!
Hampir saja dia mencium Lily tadi untung saja gadis itu keburu kabur dan melarikan diri. Kalau tidak mungkin Aoran benar benar akan melewati batas kemampuan dirinya menahan diri.
"Lupakan dia! Lupakanlah.." debar di jantung Aoran seakan bertolak belakang dengan sugesti yang ia ucapkan.
Pemuda itu menarik lemari pendingin dan meraih sekaleng minuman segar. Dia berharap bisa mendinginkan kepalanya yang panas.
Ya ampun, ada apa dengan wajah polos Lily, pergi lah! Kenapa terus saja menghantui pikirannya.
Malam ini Aoran tak akaj bisa tidur nyenyak.
***
Lily berbaring dengan setengah tungkai kaki menggantung pada ujung ranjang, bola matanya masih tampak siaga memperhatikan cahaya lampu di atas sana. Dia menggigit bibir mengingat betapa jelas lekukan wajah Aoran di atas wajahnya tadi.
Apa dia akan menciumku? Atau dia hanya suka menggodaku? Lily menggelengkan kepalanya. Dia di sini bukan untuk memikirkan seorang pemuda. Dia di sini bukan untuk pria lain, lagipula ada si tua yang akan menjadi pendampingnya nanti.
"Ah.. kenapa dia menitipkan aku pada pria muda dan tampan, kenapa tidak sekalian, dia sengaja ya agar aku tergoda dan mengakhiri kesepakatan?" Lily jadi berpikir yang tidak tidak.
Dia menggeleng seakan membuang pikiran buruknya tentang Herman, gadis itu beranjak dari posisinya menuju ke lemari pakaian.
Sudah ada note note kecil di sana, pakaian hari Senin, Selasa, Rabu dan seterusnya, itu adalah permintaan Herman.
"Kau bisa jadi bodoh dan culun di depan kami, tapi jangan di depan orang lain, tunjukkan kalau kau tidak seperti pikiran buruk mereka, di sini tidak ada yang mengenalmu, jadi beri citra baru pada dirimu!"
Begitulah kira kita kata kata mutiara dari Herman saat pria itu begitu semangat mengatur pakaian pakaian untuk Lily.
Herman benar juga sih! Tapi Lily yakin tidak yakin bisa pede mengenakan rok lipit dengan kaos ketat, outer, jaket kulit, sepatu booth, stoking.. ahh semua pilihan pakaian yang tak pernah Lily bayangkan sebelumnya, apa dia yakin bisa mengenakan semua ini.
Mau tidak mau, atau dia akan menyia nyiakan perjuangan Herman.
"Baiklah, kita akan coba esok hari.." lirihnya menutup lemari, dia melangkah ke meja belajar dan membaca jadwal yang tertulis di agenda nya, gadis itu mempersiapkan semuanya dengan baik dan rapi, dia tak sabar untuk hari pertamanya di kampus, esok hari.
Kehidupan kampus di luar negeri pasti tak sama dengan lokal, entahlah! Yang jelas kalau kemarin itu rasanya sama saja sih.
****
Pukul enam pagi, Lily sudah bersiap.di dapur, dia membuat masakan untuk sarapan mereka, sarapan bernuansa lokal yang bisa menghangatkan perut dan menambah semangat pagi, dia sudah biasa memasak dan membantu koki rumah besar Lu.
Saat Aoran sudah rapi dan keluar kamar, dia terkejut dengan hidangan yang tampak begitu menggugah selera, pria itu bahkan masih gugup dengan apa yang terjadi diantara mereka kemarin, tapi melihat Lily sudah mempersiapkan semua ini, Aoran jadi sedikit tenang, apa itu artinya suasana hati Lily baik baik saja, apa hanya dia saja yang terganggu dengan ulahnya sendiri kemarin itu.
"Ayo sarapan." Ujar Lily kemudian, dia menarik kursi dan mempersilahkan aoran. "Karena aku sudah mendapat tumpangan gratis darimu, bagaimana kalau aku membantu membersihkan dan menyiapkan makanan untuk kita?" Tawaran Lily tak butuh lama mendapatkan persetujuan dari aoran.
"Kalau begitu ayo nimati, ini adalah sewa pertama ku untukmu.. eh bukan! Kedua.. kemarin itu kau sudah menikmati burger bikinanku."
Aoran tersenyum membuat Lily sedikit tertegun, wajah ini tuh tidak asing tapi dia tak mau bekerja keras untuk mengingat siapa sih pemuda ini.
Aoran duduk dan mulai mengambil mengambil sendok, Lily mendorong semangkuk sup rumput laut dengan nasi dan ikan bakar. Dia mendekatkan semua itu pada Aoran, sementara posisi mereka berseberangan.
"Ayo kita makan.." ujar Lily, Aoran mengangguk kecil, dia masih saja canggung berhadapan dengan Lily, padahal kan dia juga yang menginginkan semua ini.
"Em.. Lily.."
"Ya.." sahur Lily cepat. "Ada apa?" Ujarnya tetap fokus pada makanannya.
"Karena kita satu kampus, mau pergi bersama?"
Tawaran Aoran membuat Lily tersedak, dia terbatuk batuk kecil dan meminta maaf.
"Maaf, aku makan terlalu terburu buru jadi tersedak."
Aoran mengangguk mengerti, atau ucapan Aoran tadi terlalu to the point dan mengejutkan Lily? Entah sih.
"Kita kan tidak sekelas, aku pikir jadwal kita juga tidak akan bertemu jadi ya.."
Lily mencari alasan agar tidak berangkat bersama Aoran.
"Awal semester lumayan padat, biasanya kita akan memiliki jadwal full yang sama."
"Ah, ya.. kau benar juga, maklum aku kan masih mahasiswa baru, aku pikir aku akan dapat orientasi siswa terlebih dahulu.." ujar Lily dengan wajahnya yang tampak aneh.
"Tidak ada yang seperti itu di sini, kau kan sudah keliling kampus? Bukankah ada yang membimbing survey dan mengenal kampus? Hanya sebatas itu saja di orientasinya di sini." Lily mengangguk saja mend ngar ucapan Aoran.
"Aku kan telat masuk.." lirih Lily, tentu saja dia tak mengikuti pengenalan kampus di awal.
"Ah, kau benar. Maaf aku lupa.. tapi biasanya ada acara pengenalan, kau belum terlalu telat. Mungkin nanti teman temanmu akan membuat kegiatan bersama agar saling mengenal.."
Lily semakin ragu.
"Teman teman ya?" Tanya Lily bingung, duh.. sepertinya dia akan kesulitan memiliki teman di kampus, dia tidak yakin, Aoran juga tahu kan bagaimana pengalamannya di kampus kemaren itu.
"Kau tidak usah takut, terkadang memang ada yang bercanda berlebihan, tapi tidak semua seperti itu."
What! Jadi kemarin itu hanya candaan? Candaan yang membuat mental seseorang down.
"Aku yakin kau akan dapat teman. Oh ya.. kau terlihat berbeda hari ini.." Aoran kembali menenggelamkan wajahnya, sibuk melahap sarapan dengan pipi merona merah.
Lily sendiri sudah menghabiskan jatah makananya, dia meneliti penampilannya dari bawah kaki hingga semampu mayanya menjangkau, dia memang sengaja mengikat rambutnya hari ini, dia mengenakan kaos, rok dengan model lipit, kaos kaki panjang tipis, sepatu booth. Ah yak lupa outer dengan panjang yang balapan dengan roknya.
"Apa ini bagus?" Tanya Lily ragu ragu. Tapi dia butuh pendapat Aoran, untuk sekedar meyakinkan dirinya.
Aoran mengangkat kepalanya perlahan. Dia menatap balas mata penuh tanda tanya milik Lily, sepertinya gadis itu menanti pendapat jujur Aoran meski itu akan terdengar menyakitkan.
Sampai lima detik kemudian keduanya saling menatap dan diam, sampai akhirnya Lily tak sabar dengan pendapat Aoran pada penampilannya, gadis itu menunggu dan menaikkan alisnya sebelah. Katakan saja meski itu buruk. Setidaknya aku masih punya kesempatan untuk ganti pakaian kan.
"Kau.."
"Ya?"
Aoran menggigit bibir, ya ampun. Sadar tidak sih kalau gadis di hadapannya ini begitu sadar dengan pesona yang dimiliki Aoran meski dia berusaha menampis jauh jauh. Lily mengangguk angguk kecil.
"Yaaa.." gumamnya tak sabar.
"Kau cantik!" Seru Aoran kemudian yang membuat pria itu gugup dan salah tingkah, begitupun Lily, mangkuk di tangannya hampir saja terjatuh, untung dia sigap mengeratkan pegangan pada bawah mangkuk itu.
Lily segera turun dari kursi dan membereskan piring kotor miliknya. Gadis itu tak bisa membalas ucapan Aoran, begitupun Aoran dia sendiri menyesal dengan apa yang dia katakan, ah.. dia membuat situasi santai ini kembali aneh. Rasanya tak enak sekali.
"Ma, maksdunya.. maksudku pakaianmu itu cantik! Pasti mahal.." lirih Aoran menepuk dahi di belakang punggung Lily yang mulai menyalakan keran wastafel.
Lily membalikkan badan dengan cepat, dia menarik garis senyum yang amat sangat dipaksakan.
"Hehe.. kau benar, aku juga berpikir pakaian ini terlalu cantik untukku, hehe.. iya aku setuju denganmu, emh.. pakaian ini sangat cantik kan! Ya kan!" Lily berusaha menguasai salah tingkahnya, semakin dia berusaha malah semakin tampak jelas.
Aoran mengangguk saja, entah apa arti anggukan itu, dia sendiri tidak tahu.
"Lily kau tak perlu cuci piring di sana!" Seru Aoran.
"Emh, kenapa.. aku biasa cuci piring kok. Oh ya.. kau sudah belum.. biar aku cuci piringmu juga.." Aoran mengangguk tandanya dia sudah selesai makan, gadis itu segera menyambar piring kotor Aoran.
"Biar aku cuci sekalian.." ujarnya dengan tingkah gugup.
"Nanti pakaianmu basah.." lirih Aoran cemas. Lily menggeleng.
"Tidak kok, aku sudah biasa melakukan ini, gadis itu mulai mengenakan sarung tangan karet, dia mulai mencuci piring dengan perlahan.
Aoran memperhatikan tingkah Lily yang sesekali menoleh pada Aoran dan mencoba menghindari tatapan mata Aoran padanya.
Aoran sendiri tak bisa memalingkan wajahnya dari punggung Lily yang bergerak sibuk.
"Emh.. Lily, aku sepertinya pernah melihatmu melakukan ini?" Gumam Aoran tiba tiba, dia seakan bernostalgia.
"Aku rasa tidak, kau pasti salah orang!" Banyak Lily. "Aku belum pernah melihat wajahmu, kau tampak asing buatku." Lily berbohong.
"Kau serius tak mengenaliku?" Tanya Aoran tak percaya.
"Ah maaf, namamu pasti sangat terkenal ya, sampai banyak.orang mengenalmu, tapi aku cukup sibuk dan jadi pelupa.." balas Lily mencoba menggaris senyum getir. Dia benar benar sudah melupakan Aoran kah? Mana mungkin.. dia hanya harus melupakan pemuda ini.
Tapi apa bisa kalau mereka serumah, bahkan setiap hari bertemu. Mungkin apa yang akan terjadi esok hari.
"Lily aku cuma mau bilang.."
"Bilang apa!" Perasaan Lily langsung was was, mohon jangan bahas lagi tragedi di UKS dulu! Teriak batin Lily takut.
"Itu.. ada mesin cuci piring kan.."
Raut cemas Lily berubah datar. Shit! Kenapa dia jadi lupa.
"Ah.. aku hanya suka berolah raga.." balas Lily membuat alasan.
mohon maaf karena keadaan penulis sedang tidak baik, buku dengan judul ini untuk sesi-2 akan dibuatkan buku baru..
terimakasih pengertiannya