"Jangan gila dong Aoran, berapa sih umurmu, bahkan bapakmu aja nikah umur 30, kamu masih bau kencur gini udah ngomongin nikah, ga pantes lah nak, ngalah sama yang tua dong!" Omel Herman berapi api, dia yang mengadakan sayembara mencari calon istri, setelah berkompromi bertahun tahun malah Aoran yang semangat.
"Om, gadis itu masih terlalu muda buat om lah, kasihan dong om, aku niatnya baik om, untuk membantu menyelamatkan nasib gadis itu, ga kebayang kalau dia jadi istri Om, mungkin dia akan bunuh diri nantinya." Uajr Aoran merebahkan punggungnya.
Vira menghampiri dengan dua gelas minuman dingin di nampan, dia menyodorkan satu pada Herman dan satu pada Aoran.
"Ada apa ini? Kenapa pulang pulang berdebat?" Tanya Vira ingin tahu.
"Ini loh vir, anakmu ini.. masa dia bahas masalah pernikahan dengan gadis yang dibawa tuan lu!" Ujar Herman tak terima.
"Miran?" Tanya Vira terkejut. "Wajar saja om, Miran itu cinta pertama nya Aoran." Jelas Vira.
"Loh yang bener? Pantas begitu melihat gadis itu dia mendadak minta kawin!" Ujar Herman terkejut, dia hampir saja tersedak dengan minuman dinginnya.
Gleg.. gleg.. gleg..
Aoran menghabiskan isi gelasnya sebelum dia mengucapkan kalimat penyanggah.
"Bukan mom, gadis yang dibawa tuan Lu bukan Miran melainkan pelayan itu, gadis yang menolak beasiswa, gadis yang menghilang begitu saja bak ditelan bumi.." Vira ikut terkejut mendengar ucapan Aoran.
"Lily?"
"Ya.. namanya Lily! Bagus kan namanya, sepertinya dia gadis telaten dan rajin, kalau encok dan kolesku kumat, dia bisa merawat ku dengan baik." Ujar Herman menyambar ucapan Vira.
Buk! Aoran melemparkan bantal kursi pada wajah om nya.
"Om cari saja perawat di yayasan, jangan menyiksa anak gadis orang deh!" Kesal Aoran.
"Eh, tunggu dulu deh Aoran. Kau lihat ga tadi itu. Tuan Lu itu kasar sekali dengan Lily, dia bahkan mendorong dan berbicara ketus. Ya kan?" Aoran mengangguk setuju.
"Bukankah itu anaknya kan?" Tany Herman bingung.
Vira menautkan alis heran. "Tuan Lu tidak pernah berbicara anak gadis yang lain, hanya Miran saja sepertinya."
"Ya kan! Aneh ga sih. Kok Lily itu kayak anak ga di anggap." Ujar Herman ikut berpikir keras.
"Aku juga merasa aneh dengan kehidupan Lily sebelumnya, dia sangat patuh dan akrab dengan Miran, tapi dibandingkan saudara, dia tampak seperti pelayan."
"Hah.. kasian banget kalau gitu ya.." Herman menggeleng dengan wajahnya yang prihatin.
"Kalau gitu om harus cepat cepat lamar dia, buat selamatin nasib nya." Ujar Herman bangkit dari kursi tapi tangan Aoran segera menyambar lengan Herman dan membanting omnya agar kembali duduk.
"Biar aku saja yang wakili!" Ujar Aoran melangkah lebih dulu.
Vira hanya bisa bengong tak mengerti.
"Dia ga seriuskan?" Tanya Herman pada Vira.
Jangan kan Herman Vira juga heran. "Semanjak om gabung di rumah ini, kayaknya sikap dan sifat Aoran banyak berubah deh om.."
"Loh, bukannya itu bagus ya. Kan dia jadi terbuka ga kaku kayak kanebo kering lagi.. om tuh bawa pengaruh baik tahu di sini, hidup kalian jadi lebih berwarna karena ada om di sini." Vira manggut manggut saja kan daripada panjang.
"Tapi om serius mau menikah, dengan putri tuan Lu?" Tanya Vira tak percaya.
"Sebenarnya om masih ngarep saudaramu itu, dia masih mau ga sama om?" Tanya Herman berbisik, Vira mendengus kesal.
"Dion maksud om! Ih om ada ada aja deh!" Kesal Vira, dia segera beranjak menyusul langkah Aoran ke kamar.
Vira mengetuk pintu kamar Aoran dan putranya itu baru saja selesai membersihkan badan. Dia duduk di tepi kasur Aoran.
"Aoran, sebenarnya apa yang ingin kau lakukan sayang?" Tanya Vira mengajak anaknya bicara.
"Maksudnya mom, aku tak paham."
"Kau tidak serius mau menikah kan?" Tanya Vira dengan raut wjaha datar, dua tak mau melukai hati putranya dan takut salah bicara.
"Mom, om Herman benar, aku terlalu muda untuk menikah, tapi melihat Lily yang seperti itu akupun tidak tega. Apa mommy bisa melakukan sesuatu untuk membantunya? Karena aku sendiri tidak mungkin bisa membantunya." Ujar Aoran dengan sorot mata memohon.
"Kau ingin mommy membantu apa sayang?" Tanya Vira.
"Aku ingin, mommy membuat kesepakatan dengannya, aku ingin mommy membuat kontrak kerja dengannya." Vira menautkan alis mendengar ucapan putranya.
"Kontrak bagaimana?" Tanya Vira.
"Saat aku melanjutkan S2 di Amerika, aku mau dia menjadi asisten ku, dia membantuku di rumah dan di kampus. Bukankah mommy bilang dia cerdas?" Ujar Aoran dengan wajah meyakinkan.
"Kau dan Lily? Kau yakin sayang. Kalian akan tinggal serumah gitu? Hah?" Vira menautkan alis nya, dia benar benar tak mengerti dengan jalan pikiran Aoran.
"Mom, dia mendapatkan perlakuan buruk di keluarga Lu, aku tidak bisa membiarkan dia terus begitu, dia juga berhak hidup baik kan mom?"
Vira mengangguk kecil. Dia menatap wajah putranya dengan seksama.
"Aoran.. apa kau menyukai gadis itu?" Tanya Vira.
Aoran terkejut dengan ucapan ibunya.
"Tidak! Mana mungkin lah mom! Kau tahu kan seleraku, aku tidak mungkin menyukai gadis seperti itu.. aku hanya kasihan saja dengannya." Ujar Aoran dengan satu tarikan nafas.
Vira menghela nafas panjang.
"Mommy juga pernah mendengar kalimat seperti itu sebelumnya sayang.." ujarnya sedikit bernostalgia.
"Tapi serius mom, aku hanya kasihan padanya, dia melewatkan banyak kesempatan hidup karena keluarga Lu. Aku akan membawanya pergi jauh hingga keluarga itu tidak akan menemukannya." Ujar Aoran penuh semangat.
"Dia bisa mengambil beasiswanya kan mom? Kami akan sama sama kuliah di luar negeri, bisakah?" Tanya Aoran memohon. Kau bahkan mengatur semuanya dengan sedemikian rupa ya.
"Lakukan ini untukku ya mom. Bisa kau mendatanginya, membujuknya agar menerima tawaran beasiswa ini, bisa kau mengatur agar dia bekerja pada ku selama kuliah?" Vira benar benar ingin tertawa mendengar ucapan Aoran.
"Aoran sayang, mommy akan coba tapi apa kau bisa menjaga kepercayaan ku padamu."
"Apa itu mom?"
"Kau harus menjaga gadis itu.."
Aoran mengangguk dengan cepat. "Tentu saja mom, aku tidak akan mengecewakan mu, aku akan menjaganya sebisaku, aku janji tidak akan melakukan apapun, serius!" Ujar Aoran membuat janji seperti anak usia lima tahun.
"Baiklah, besok mommy akan menemuinya, mencoba membujuknya, tapi kau jangan banyak berharap ya.. sebaiknya kau fokus pada persiapanmu." Aoran mengangguk mengerti.
"Bagaimana suasana kantor hari ini? Sejak siang Daddy mu cemas, dia takut kau dan om mu membuat kekacauan? Ayahmu tak bida tenang meeting di luar sana." Aoran tersenyum kecil.
"Katakan terima kasih pada Daddy, karena hari ini aku boleh berkunjung ke kantor, aku tidak akan pernah bertemu lagi dengannya kalau aku tidak melihat kantor Daddy hari ini."
Vira mengangguk mengerti lalu mendaratkan kecupan kecil.di rambut anak bujangnya.
Cinta.. kau tampak nya sedang jatuh cinta.. cinta yang begitu dalam, hingga tak tahu menjeratmu sampai kemana.
*******