webnovel

Bab 4. Penyelamat

Kamila saat masuk pelajaran tadi, ia dan Aldi terlibat dalam suasana akward. Tidak ada kontak mata ataupun perbincangan, mereka larut dalam ketegangan sampai jam pulang saat ini.

Saat ini Kamila sedang menunggu Alfa yang sedang menyusun bukunya kedalam tas. Seperti ucapan Alfa tadi bahwa saat pulang sekolah ia akan menemui Aldi agar membuat cowok itu menjauhi Kamila dan Sina kembali duduk disamping Kamila.

Kamila hanya menurut saja, baginya semua keputusan Alfa pasti baik untuknya karena ia tahu Alfa menyayanginya dan itu sudah cukup menurut Kamila.

Alfa menyelesaikan aktivitasnya dan mengangguk pada Kamila saat ia berjalan duluan keluar kelas. Kamila mengikuti dari belakang, mereka menuju kelas Kamila untuk mencari Aldi.

Saat sudah berada didepan pintu kelas, ia tidak menemukan Aldi ataupun Sina disana. Sedikit frustasi, Alfa menghembuskan nafas berat.

"Udah pulang," sahut Alfa membuat Kamila yang berada dibelakangnya mengangguk.

"Sina?" tanya Kamila.

Alfa menggeleng.

Tiba-tiba terbit sebuah lengkungan disudut bibir Kamila. "Berarti Kamila pulang bareng Alfa, dong!"

Alfa menggeleng sebelum menjawab, "Gue mau ngumpul sama temen. Lo gue pesenin taksi aja ya." tolak Alfa yang mendapat tatapan tidak terima dari Kamila.

"Nggak ah, Mila takut naik taksi sendirian," balasnya.

Alfa terlihat berpikir. Sesekali ia menatap layar ponselnya yang sedari bergetar menandakan pesan masuk.

"Gue harus pergi sekarang, gue suruh Sina aja ya jemput lo," tawar Alfa membuat Kamila kembali menggeleng.

"Sina lagi ngambek sama Mila."

"Emang Alfa gak bisa ngaterin Mila pulang?" tanya Kamila dengan nada lirih.

Alfa menggeleng, "Masalahnya ini penting dan harus langsung kesana karen--"

Ucapan Alfa terpotong oleh dering ponselnya yang langsung ia angkat dan berpaling agak jauh dari Kamila. Tampak dari wajah Alfa jika ia sedang berunding dengan lawan bicaranya dan sesekali ia memijat batang hidungnya yang Kamila ketahui, itu adalah kebiasaan Alfa jika cowok itu sedang stress.

Kamila tersenyum masam. Ia menautkan tangan dan jarinya lalu berjalan mendekati Alfa yang masih berbicara dengan ponselnya. Kamila menyentuh tangan Alfa yang membuat cowok itu memusatkan perhatiannya pada Kamila.

Alfa menampilkan muka bingungnya.

"Mila pulang minta jemput aja, Alfa pergi aja. Gak apa-apa kok," kata Kamila walau ia mengatakan hal itu setengah hati.

Alfa menatap Kamila intens, "Lo yakin?" tanya Alfa dan sesegera mungkin Kamila mengangguk.

"Oke," balas Alfa dan ia kembali dengan ponselnya dan berkata ia akan segera kesana.

Sebelum Alfa pergi meninggalkan Kamila, Kamila telah memegang lengan Alfa duluan. Alfa yang tadinya tengah berjalan kini berhenti dan membalikkan tubuhnya kearah Kamila.

"Kenapa?" tanya Alfa.

Kamila menggigit bibir bagian dalam, ia ragu menanyakannya tapi hal itu sudah mengganggu pikirannya sedari tadi.

"Kalau boleh tau, Alfa mau kemana?" tanya Kamila pelan.

Alfa mengernyit sebelum menjawab, "Meet up sama teman lama."

"Nggak usah mikir aneh-aneh, Gue pergi dulu ya." pamitnya dan mengusap kepala Kamila lembut.

Kamila mengangguk dan memberikan senyum tipisnya yang mana setelah itu Alfa berlalu pergi dari hadapannya dan seketika senyuman itu luntur.

Kamila bukan tidak percaya pada Alfa tapi hatinya terluka saat Alfa tidak punya waktu untuknya, bahkan hanya untuk mengantarnya pulang. Apakah begini rasanya pacaran? Tidak. Apalagi Kamila berbohong jika ia akan minta jemput karena orang tua Kamila sangat sibuk dan akan pulang saat makan malam.

Kamila melihat jam dipergelangan tangannya, masih pukul lima sore. Apakah ia harus meminta Sina menjemputnya? Tapi Sina dalam keadaan badmood dan tidak menunggu Kamila untuk pulang bersama seperti biasanya.

Kamila berjalan melewati koridor dengan lesu. Memikirkan cara pulang kerumah membuatnya sakit kepala dan ia phobia dengan taksi jika pergi sendirian karena ia pernah hampir diculik saat SMP dan membuatnya trauma sampai kini.

Tak terasa, Kamila telah berada digerbang depan dan tidak banyak yang berlalu lalang, itu karena jam pulang telah lewat satu jam yang lalu. Akhirnya Kamila memilih duduk di salah satu fasilitas sekolah yaitu kursi untuk menunggu jemputan.

Ia mencoba untuk mengirimkan pesan pada Sina jika sahabatnya itu mau menjemputnya atau tidak, namun jawaban yang ia dapat adalah 'Pacar lo-kan ada, kenapa masih butuh gue?'

Dan saat itu perasaan Kamila mulai resah. Segitu bucinnyakah ia pada Alfa hingga membuat Sina marah? Tapikan itu tidak dapat ia perkirakan karena saat melihat Alfa hatinya langsung membuncah dan pikirannya hanya tertuju pada Alfa.

Kamila membalas pesan Sina dengan kata maaf, setelah itu tidak ada pesan balasan yang ia terima. Kamila menghembuskan nafas kasar, ia bingung bagaimana ia bisa pulang sekarang.

Kamila mendial nomor orang tuanya. Ditunggu beberapa saat akhirnya ada balasan dari sana.

"Halo, Mila."

"Halo ma."

"Ada apa?"

Kamila terdiam sesaat, sebelum ia berkata, "Mama bisa jemput Mila?"

"..."

Hening disana, Kamila yakin mamanya pasti sedang sibuk.

"Ya?" sahut mamanya tidak mendengar ucapan Kamila tadi dan Kamila mengulang ucapannya.

"Hmm, mama gak bisa jemput sekarang. Mungkin setengah atau satu jam lagi ya sayang?" balas mamanya membuat Kamila mendesah kecewa. Itu terlalu malam untuknya menunggu disekolah sendirian.

"Yaudah ma, Mila tunggu tapi kalau bisa cepat ya ma, Mila takut sendirian."

"Iya, sebentar lagi ya. Yaudah mama tutup telponnya, mama ada pasien." setelah itu panggilan berakhir membuat hening ditelinga Kamila.

Ia menatap sekeliling, kini gerbang depan sekolahnya menjadi lebih sepi. Kamila siap menunggu mamanya, walau bagaimana pun ia tidak berani pulang sendirian dan mamanya adalah pilihan terbaik saat ini.

Kamila membunuh waktu dengan berjalan mondar-mandir dan kadang memainkan game yang ada diponselnya sampai ia melihat jam dipergelangan tangannya, masih pukul setengah enam.

Kamila kembali memainkan ponselnya dan kadang ia menyusuri sekolah yang kini sangat sepi, biasanya ada anak club bola atau basket yang sedang berlatih tapi sepertinya hari ini tidak, membuat semua tampak lenggang dan menyeramkan.

Penjaga yang ia temui kemarin kini mendekatinya lagi, itu karena jam sudah mulai menunjukkan angka enam. Dengan hati-hati penjaga sekolah itu mendekatinya, takut membuat Kamila menangis kembali seperti tempo hari.

"Neng, pacarnya Alfakan?" tanya penjaga itu, membuat Kamila menolehkan wajahnya dari layar ponselnya ke wajah penjaga sekolah itu.

"Iya pak," jawab Kamila sopan.

Penjaga sekolah itu mengangguk dan kembali bertanya, "Belum dijemput neng?" yang dibalas gelengan lesu oleh Kamila.

"Yaudah, eneng diantarin aja mau?" tawar penjaga sekolah itu yang dibalas gelengan tidak enak oleh Kamila.

"Nggak usah pak, repotin."

"Lah ndak toh. Bukan bapak yang nganterin, tapi ada cowok yang belum pulang juga, tadi nemenin bapak main catur. Mau ya? Kasian udah malam, ntar sendirian."

Dengan hati tidak enakkan, Kamila menerima tawaran penjaga sekolah itu dan berterima kasih dalam hati, masih ada yang peduli dengannya.

Penjaga sekolah itu kembali keposnya dan Kamila menunggu didepan gerbang. Sebuah motor kawasaki berhenti tepat didepannya membuat Kamila menoleh.

"Naik," itu suara yang tidak asing namun helm full face menutupi wajahnya membuat Kamila mengira-ngira siapa gerangan cowok yang menumpangi dirinya.

Kamila langsung naik keatas motor tersebut dan sesegera mungkin motor itu melaju membelah jalanan. Lampu merah membuat motor itu berhenti dan suara dari dalam helm itu kembali terdengar.

"Rumah lo dimana?"

"Di perumahan mawar, blok G," jawab Kamila dan cowok berhelm itu mengangguk.

Lampu lalu lintas telah berubah menjadi hijau, motor itu kembali melaju hingga sampai ditempat yang dituju.

"Ini rumah lo?" tanya cowok ber-helm itu yang sepertinya tidak ada niatan untuk membuka helmnya.

Kamila turun dari motor dan menjawab, "Iya."

"Lo mau mampir?" tanya Kamila basa basi dan dibalas gelengan.

"Hmm, makasih udah nganterin gue," ujar Kamila.

"Iya, lain kali kalau kelamaan dijemput naik taksi aja daripada sendirian nunggu disekolah." entah mengapa hal itu terdengar seperti nasehat menurut Kamila.

"Iya, hehe," tawa Kamila canggung.

"Yaudah, gue duluan ya."

"Iya, hati-hati!"

Dan cowok itu mengangguk dan menghilang dari pandangannya. Kamila berjalan lelah memasuki rumahnya. Hari yang buruk tetapi datang seorang penyelamat.