webnovel

Be Your Wife

Judul lama : FAKE WIFE Simpan dulu siapa tahu suka ;) * Diculik dan di paksa menyamar sebagai sepupunya untuk di jodohkan, adalah hal yang tidak pernah Clarisa duga semasa 21 tahun hidupnya. Clarisa dibawa paksa pergi ke kota New York untuk bertunangan dengan seorang pria tua bangka. Kejutan demi kejutan Clarisa dapatkan begitu berada di sana. Mulai dari sepupunya yang memiliki keluarga kandung, lalu dari tunangan sepupunya yang ternyata sangat tampan dan juga sangat kejam. Namanya adalah Leo, pria 30 tahun yang tampan, yang menyembunyikan identitasnya sebagai pengusaha tua bangka. Apakah identitas Clarisa yang sebenarnya akan terungkap? Apakah Clarisa akan tetap aman di saat Leo mulai terobsesi padanya? * Hei, yang sudah mampir terima kasih ya... Jangan lupa beri power stone, komentar yaa.. Biar semangat nih authornya!

Chuuby_Sugar · สมัยใหม่
Not enough ratings
31 Chs

10. Gerah

Maksudku, aku menyukai bau parfumnya. Maskulin dan tidak pasaran. Bahkan baunya sangat nyaman masuk kedalam hidung sensitifku.

Aku memekik dengan keras melihat tangannya yang berlumuran darah. Dia malah mentertawaiku yang terkejut bukan main.

"Kau seperti baru pertama kali melihat hal seperti ini." Kata Leo diakhiri dengan tawa, apa menyenangkan membuat orang lain ketakutan? Ah. Aku lupa kalau itu memang pekerjaannya.

"Aku.. cuma tidak terbiasa saja." Leo tersenyum remeh, dia ini sangat menyebalkan. Menurutku dia sok sekali dengan tidak segera mengobati luka itu, kemasukan kuman dan menjadi tetanus baru tahu rasa.

"Lebih baik segera diobati." Lagi, yang kudengar adalah suara tawanya. Apa luka itu membuat keseimbangan otaknya menghilang dan menjadi gila? Lihat wajahnya itu, suka sekali mempermainkan orang lain.

"Kau tidak tanya bagaimana caraku mengetahui keberadaanmu?" Aku menghela nafas kasar sembari memutar kedua bola mataku malas. Jujur saja aku sangat terganggu dengan orang berjaket kulit yang mengikutiku seharian ini. Ya, siapa lagi jika bukan orang suruhan Leo.

"Aku tidak penasaran." Jawabku sekenanya. Namun rupanya jawabanku itu mampu membuat Leo mengeluarkan urat-urat kemarahan di wajah tampannya. Bagiku itu menakutkan.

*

"Kau sepertinya memang harus segera kuhukum." Ujar Leo tidak puas dengan jawaban yang Jasmine berikan. Bagaimana mungkin gadis di depannya ini bisa membuat hatinya menjadi terombang-ambing begitu mudah.

Sepertinya baru tadi Leo mentertawakan ketakutannya karena melihat darah dan sekarang Leo marah hanya karena tiga patah kata yang di ucapkan Jasmine. 'Aku tidak penasaran.'

"Kenapa tidak dari kemarin?" Hati Clarisa menciut seketika Leo menatapnya penuh dengan kemarahan. Ayolah Clarisa, tolong jangan sampai melupakan fakta bahwa Leo adalah orang yang sangat kejam. Coba lihat luka di tangannya sekarang, itu pasti buah dari kekejamannya hari ini.

"Tuan, maaf menyela. Biar saya obati luka tuan." Leo dan Clarisa menoleh kearah Alan yang membawa sekotak p3k. Leo menarik kotak itu dengan kasar dan melemparkannya pada Jasmine.

Clarisa yang tidak siap menerima lemparan dari Leo, membuat kotak itu menghantam perutnya dengan keras. Clarisa rasa perutnya akan sedikit membiru karena ini. Bagaimana tidak? Kotak itu terbuat dari kayu jati dan entah di dalamnya berisi apa saja, yang jelas ini lumayan berat jika harus di tenteng menggunakan satu tangan.

"Biarkan dia saja yang obati, kau fokus menyetir." Kata Leo memerintah Alan. Clarisa hanya bisa melongo disaat Alan mengangguk setuju begitu saja. Apa semua orang takut pada Leo?

"Ba.. baiklah kita obati lukamu di dalam mobil." Ucap Clarisa dengan nada yang sedikit bergetar, mengikuti langkah besar Leo yang menyebrang ke sebrang jalan dimana mobilnya terparkir.

Leo tak mengeluarkan sepatah katapun, Clarisa rasa itu adalah sebuah tanda persetujuan.

Tiiiin!

Clarisa tak sadar ada mobil yang melaju dengan cepat kearahnya saat ia berusaha mengikuti langkah Leo. Seketika seluruh tubuh Clarisa membeku, melihat sinar kesilauan dari mobil menyorotnya.

Apa Clarisa akan mati sekarang?

Sandiwara dan kebohongannya akan berhenti sampai disini. Clarisa lelah dengan semua kebohongan yang mengikutinya. Tangannya dengan erat memeluk kotak p3k.

Perlahan Clarisa memejamkan matanya, bersiap menerima sebuah hantaman besar yang datang kearahnya.

Mengingat kedua adiknya yang mungkin sedang menunggunya pulang, membuat Clarisa kembali membuka matanya.

Tolong selamatkan dirinya!

Leo menarik tangan Jasmine dengan kuat hingga Jasmine menubruk tubuh Leo, hingga berguling-guling di trotoar dan menyebabkan seluruh isi kotak p3k berserakan.

Mata Clarisa perlahan terbuka, menampilkan sosok Leo yang menatap marah pada mobil yang hampir menabraknya. Clarisa menghela nafas lega saat ia bisa merasakan debaran jantungnya dan keringat dingin pada dahinya.

Clarisa tersadar bahwa tangan Leo yang terluka menahan kepalanya agar tidak bersentuhan langsung dengan trotoar dan tangan yang satunya lagi menyangga tubuhnya agar tidak terjatuh menimpa tubuh Clarisa.

Clarisa membulatkan matanya, saat tatapan mata tajam Leo beralih menatapnya.

Jantung Leo hampir berhenti berdetak saat matanya bertemu dengan mata Jasmine. Mata bulat itu mampu membuat hatinya berdenyut aneh.

Sungguh, Clarisa akan jatuh cinta pada pria tampan ini, jika Leo adalah seseorang yang memiliki pembawaan yang lembut.

"Kau bodoh Jasmine!" Leo segera menyadarkan dirinya, menarik tangannya yang mulai terasa perih dari bawah kepala Jasmine dan segera bangkit dari atas Jasmine.

Clarisa mengelus kepalanya yang menghantam trotoar dengan lembut. Beruntung, Leo tidak mengambil tangannya secara cepat.

Leo menepis tangan Alan yang mengulurkan tangannya untuk membantu Jasmine berdiri. Leo berdecih tidak suka, saat Jasmine malah memberikan senyuman kikuknya kearah Alan sembari mengucapkan kata terima kasih. Apa Jasmine buta? Jelas-jelas Leo yang menolongnya, menghindari kecelakaan maut.

"Siapkan mobilnya Alan." Alan mengangguk paham, segera melaksanakan perintah tuannya. Leo kembali menatap mobil yang hampir menabrak mereka, berhenti tak jauh dari tempat Jasmine berdiri sebelumnya. Mobil itu pergi, tanpa mengucapkan kata maaf.

"Orang gila!" Gumam Clarisa, ketika melihat mobil yang pergi begitu saja tanpa bertanya keadaan orang yang mungkin akan terluka karenanya.

"Kau bodoh, sangat ceroboh!" Clarisa mendelik, disaat baru saja terhindar dari maut. Clarisa malah menerima hujatan dari orang yang menolongnya.

"Aku memang bodoh. Kenapa?" Leo menangkup pipi Jasmine dengan tangannya yang terluka, hingga darah Leo membekas di pipi Jasmine.

"Kau tidak boleh pergi ataupun mati sebelum mendapat hukuman dariku. Mengerti?!" Leo segera membuang muka Jasmine dari tangannya setelah mendapat anggukan kepala darinya. Sontak Clarisa menghela nafas lega, jantungnya sering berlomba-lomba ketika Leo menangkup kedua pipinya. Bukan rasa cinta, Clarisa tekankan, Clarisa takut pada Leo yang seperti itu.

"Jangan terima uluran tangan dari orang lain, bahkan jika itu Alan." Clarisa mengernyit, kenapa tidak boleh? Leo saja tidak mengulurkan tangannya pada Clarisa. Apa salah jika menerimanya dari orang lain?

"Atau kupatahkan tanganmu!" Clarisa buru-buru menyembunyikan kedua tangannya. Apa Leo tidak bisa berbicara dengan lembut kepada wanita?

"Jawab aku Jasmine!" Ah, sepertinya Clarisa mulai terbiasa dipanggil dengan nama itu saat ini.

"Jawab!" Ucap Leo sekali lagi penuh penekanan. Clarisa menganggukkan kepalanya.

"Obati tanganku di apartemenmu." Clarisa menggeleng. Clarisa tidak ingin berakhir tidur di sofa seperti tadi malam.

"Tapi.." Clarisa langsung mengunci rapat mulutnya mendengar geraman dari Leo. Kenapa susah sekali membantah satu orang ini?

"Pungut obat-obatan ini dan segera masuk mobil." Clarisa melongo melihat Leo yang langsung masuk mobil tanpa berniat membantunya.

*

Alan sudah pergi setelah mengantar Leo dan Clarisa menuju apartemen Clarisa. Clarisa cemas, melihat Leo yang duduk sembari memejamkam matanya di sofa ruang tamunyam

Saat ini Clarisa sedang mengisi baskom hingga penuh dengan air untuk membersihkan luka Leo sebelum mengobatinya. Ini menegangkan, Clarisa sama sekali belum pernah mengobati luka sayatan di dalam hidupnya.

Rasanya Clarisa menjadi seorang dokter dadakan dan mendapat pasien pertama orang yang menakutkan seperti Leo. Bagaimana tidak menakutkan, jika kesalahan sedikit saja bisa membahayakan nyawamu.

Clarisa membawa baskom itu kehadapan Leo. Clarisa menggelar handuk ke pangkuannya dan membawa tangan Leo yang terluka keatasnya.

Tanpa Clarisa duga Leo menarik tangannya lagi dan kini membuka seluruh kemejanya. Sontak Clarisa menjerit sekencang mungkin dan segera menutup kedua tangannya.

"Kenapa kau membuka bajumu? Disaat yang terluka hanya tangan?" Bagaimana ini? Clarisa tidak boleh jatuh pada tubuh indah itu. Leo memaksa tangan Jasmine untuk turun dari matanya.

"Gerah." Dengan cepat Clarisa meraih kembali tangan Leo yang terluka dan membawanya ke pangkuannya. Kali ini mata Clarisa harus benar-benar fokus untuk tidak melihat pada tubuh sempurna milik Leo.

"Kan bisa menyalakan AC saja." Gumam Clarisa yang sepertinya Leo abaikan.

Clarisa memeras handuk lain yang sudah dibasahi untuk mengusap luka Leo. Satu usapan mendarat dengan mulus dan sempurna. Usapan kedua, bagus.

Grep!

Tangan Leo menangkap tangan Clarisa. Oh tidak, mata Clarisa kini melihat tubuh Leo sepenuhnya. Clarisa menelan ludahnya sendiri bulat-bulat. Dua luka goresan di lengan dan dada Leo, entah mengapa menambah kesan tersendiri bagi Clarisa.

"Kemana cincinmu?" Bagaikan ditimba seribu ton beras diatas kepalanya, Clarisa dibangunkan dari imajinasinya dengan suatu kenyataan yang dihindarinya beberapa hari ini.

Leo yang menatap tangan bersih Jasmine dengan curiga sedari tadi, kini beralih menyelidik tatapan dari Jasmine.

"Aku simpan." Sial, Clarisa tidak berani mengatakan yang sebenarnya. Otaknya tidak bisa memikirkan alasan yang lebih baik dari itu.

"Kenapa?"

"Uu.. ukurannya kurang pas. Makanya aku simpan, takut kalau terlepas saat mandi atau mencuci piring." Tolong percaya pada kata-katanya. Mohon Clarisa dalam hati. Leo menelisik lebih jauh mata Jasmine, namun Leo tidak bisa merasakan adanya kebohongan darinya. Tidak mungkin Leo salah mengira ukuran jari dari seorang wanita.

"Baiklah. Aku percaya, tapi jika kau terbukti berbohong. Kau akan tahu akibatnya." Clarisa mengangguk, kemudian kembali mengobati luka Leo dengan hati-hati. Bukankah luka seperti ini butuh jahitan? Ah biarlah.

Mata Leo tak bisa lepas dari Jasmine yang terlihat begitu bekerja keras mengobati lukanya. Leo menyukai sensasi ketika kulit mereka sesekali bergesekan dengan lembut dan menggelitik.

Masih terdapat noda darahnya di pipi Jasmine. "Setelah ini berkeramaslah. Aku yakin darahku juga menempel pada rambutmu." Clarisa mengangguk mengerti. Clarisa merutuki dirinya yang tidak bisa mempercepat gerakan tangannya, ia harap Leo segera pergi dari sini setelah selesai. Agar Clarisa mampu menghirup udara dengan tenang.

Leo membuka hpnya, saat menerima satu buah notifikasi pesan dari Alexa.

"Sudah selesai." Ucap Clarisa bangga, walau perban yang dipakaikannya sedikit berantakan, namun tidak bisa disebut gagal juga.

Clarisa masih abai ketika Leo mencoba menghubungi seseorang, dengan membersihkan beberapa peralatan dan memasukannya kembali kekotak p3k.

"Ada apa Alexa?" Clarisa sedikit tertarik dikala nama Alexa disebut dalam percakapan telfon Leo.

"...."

"Baiklah aku kesana sekarang."

Aneh, Clarisa berharap Leo segera meninggalkan apartemennya. Namun mendengar nama Alexa membuat Clarisa sedikit tidak suka.

Clarisa mendengus sebal dikala Leo memakai kemejanya asal, keluar dari apartemennya, tanpa mengeluarkan sepatah katapun padanya.

Sial! Dia sangat seksi.

Jangan lupa untuk kasih power stone! Biar author semangat nih

Chuuby_Sugarcreators' thoughts