Sonia kembali mengajak Helena bertemu, kali ini wanita itu menjemput Helena di sekolah. Ada banyak hal yang ingin Sonia ketahui perihal kehidupan mantan suami dan anak-anaknya. Mengingat Helena tinggal bersama mereka, maka Sonia bermaksud mengorek informasi dari gadis itu. Sonia hanya tersenyum tipis saat Helena masuk kedalam mobilnya, wanita itu langsung melajukan mobil meninggalkan gedung sekolah.
Matanya sempat menangkap sosok Unaya dan Jeka yang tengah bercanda di sebuah warung kopi. Sonia buru-buru mengalihkan kembali tatapannya kedepan, entah kenapa hatinya tidak tenang melihat kedua anaknya saling memadu kasih seperti itu. Jika lama-lama dibiarkan, Sonia takut perasaan keduanya semakin dalam. Mumpung belum terlambat apakah Sonia harus segera mengatakannya?
Helena menyadari ada yang aneh dengan Sonia, namun gadis itu tidak berniat mengulik dan memilih diam saja. Bahkan sampai di sebuah Mall-pun Sonia menutup mulutnya rapat-rapat, wanita itu mengajak Helena ngobrol disebuah Foodcourt sekaligus makan siang.
"Apa kabar Helen? lama gak ketemu". Tanya Sonia berbasa-basi.
"Baik Tan, Tante apa kabar?". Tanya Helena balik. Sonia mengulas senyum tipis, tipis sekali. Helena semakin merasa ada yang aneh dengan Sonia, biasanya wanita itu sangat ramah namun hari ini nampak berbeda.
"Tante baik, to the point aja. Soal saudara tiri kamu itu, namanya Unaya?". Tanya Sonia langsung pada intinya. Helena sempat kaget ketika Sonia mengetahui nama saudara tirinya.
"Tante tahu namanya darimana?".
"Yeri yang cerita, Om Pablo juga kenal kok sama Unaya. Dan kata mereka Unaya gak seperti apa yang kamu bilang". Helena terlihat gusar. Gadis itu menyeruput jus yang ia pesan untuk menutupi kegugupannya.
"Eh? Gitu ya Tan, bisa jadi mereka udah dihasut sama Unaya. Kan Helena udah pernah bilang kalau Unaya itu pinter ngehasut". Sonia memicingkan matanya kemudian berdecih sekali.
"Sejak kapan dia jadi saudara tiri kamu?". Tanya Sonia mengalihkan topik pembicaraan sejenak.
"Belum lama sih Tan, tiga bulan mungkin. Dan sumpah Helen males banget sama dia yang caper ke Mama". Celoteh Helena.
"Mama kamu sayang sama dia?". Sonia begitu menunggu jawaban dari Helena. Melihat perangai Helena yang bermuka dua seperti ini membuat Sonia khawatir jika ibu gadis itu juga sama sifatnya.
"Hah! Banget Tan. Udah kayak sama anak kandung sendiri. Malahan kadang Helena berasa jadi anak tiri". Curhat Helena yang hanya dibalas senyum tipis oleh Sonia. Setidaknya wanita itu lega mengetahui fakta ibu tiri anak-anaknya adalah wanita yang baik.
Disisi lain, Yeri nekat mengajak Mario jalan-jalan di Mall yang juga tengah dikunjungi oleh Helena dan Sonia. Sepulang sekolah tadi Yeri menunggu Mario di depan sekolahnya seperti waktu itu. Tangan gadis itu bertaut karena gugup, sebenarnya Yeri ingin mengungkapkan perasaan-nya pada Mario. Rasa sukanya tak terbendung lagi, bunga dihatinya sudah bermekaran dengan indahnya. Pokoknya hari ini ia mau mengungkapkan rasa sukanya, urusan ditolak itu belakangan.
"Kak, aku... eh?". Yeri kaget saat Mario tiba-tiba merangkulnya dan mengajak gadis itu memutar arah. Mario terlihat gelisah karena pemuda itu tak sengaja melihat Helena yang tengah mengobrol di foodcourt bersama seorang wanita entah siapa. Kalau sampai Helena tahu ia tengah jalan dengan gadis lain, gadis itu pasti akan marah padanya. Ya jelas marah karena saat ini statusnya ia masih menjadi pacar Helena.
"Kak? Kok muter? Katanya mau makan dulu?". Tanya Yeri sekali lagi, masih bingung dengan Mario yang mendadak bertingkah aneh. Namun disisi lain Yeri senang karena Mario merangkul bahunya, skinship pertama mereka.
"Mendadak gue pengen ke-Timezone, belum laper juga sih. Ke-Timezone dulu aja yuk!". Dan tanpa menunggu persetujuan dari Yeri, Mario langsung membawa gadis itu ke-Timezone.
Kembali lagi pada Sonia dan Helena, keduanya makan dalam diam. Sonia bersikap dingin hari ini dan hal itu sukses membuat Helena merasa tidak nyaman. Ingin mencoba mencairkan suasana yang sudah terlanjur tidak enak ini, Helena mencoba menanyakan hal yang baginya sangat penting.
"Ekhem! Gimana Tan, Tante jadi bilang ke Om Pablo soal Unaya?". Tanya Helena hati-hati. Terlihat Sonia menghentikan gerakan tangannya dan meletakan sendok yang ia pegang sebelum menatap Helena lurus-lurus.
"Udah, Tante udah kasih tahu semuanya ke-Om. Dan seperti yang Tante bilang tadi, dia gak percaya sama omongan Tante". Terlihat sekali jika Helena tidak suka mendengar jawaban dari Sonia.
"Terus Tante diem aja? Gak coba buat bujuk Om lagi?". Tanya Helena yang kini terlihat emosional, Sonia menatap Helena sambil bersedekap dada.
"Memang kamu siapa berani nyuruh saya kayak gitu?!". Sahut Sonia dengan sinis, Helena tertegun dibuatnya.
"Eh? Helen cuma mau lindungan Jeka dari cewek gak bener kayak Unaya Tan! Unaya itu gak baik buat Jeka, dia udah ngeracunin Jeka banyak banget. Dan lagi Helen tinggal satu rumah sama Unaya, udah pasti Helen tahu gimana kelakuan busuk...".
BRAAK!!!
Tanpa disangka-sangka Sonia langsung menggebrak meja keras sekali hingga membuat seluruh pengunjung foodcourt menatap kearahnya. Sonia tidak suka Helena mengatakan hal yang buruk tentang anaknya, ialah yang paling tahu bagaimana perangai anak kandungnya. Sementara itu Helena gemetaran saat melihat Sonia melotot padanya.
"Tutup mulut kamu Helen! Saya lebih tahu bagaimana perangai Unaya ketimbang kamu!". Bentak Sonia kemudian berjalan keluar dari foodcourt meninggalkan Helena sendirian.
Helena sempat mematung selama beberapa detik sebelum tertawa sendiri bak orang gila. Entah menangis atau tertawa, namun air mata mengalir disela tawa gadis itu membuat pengunjung yang melihat ngeri sendiri.
--Bangsat Boys--
"Kak, aku mau nyobain mesin capit". Kata Yeri sembari menarik tangan Mario kearah mesin capit. Yeri meminta Mario untuk membawakan tas-nya yang langsung diangguki oleh pemuda itu.
"Emang loe bisa main mesin capit? Biar gue aja sini!". Yeri menggeleng dengan tegas kemudian mendorong pelan tubuh Mario agar menjauh darinya.
"Kakak jangan suka ngeremehin aku, gini-gini aku master-nya mesin capit. Kakak mau boneka yang mana?". Mario terkekeh kemudian mengacak rambut Yeri dengan gemas. Ada hal yang tidak Mario dapatkan dari Helena dalam hubungan mereka yaitu; kebahagiaan. Gadis itu cuek dan membosankan, mana mau diajak main ke-Timezone seperti ini? Helena lebih suka diajak ke restoran atau acara-acara yang terkesan formal dan Mario sudah jenuh dengan hubungan semacam itu.
"Eum... boneka Mario". Sahut Mario sembari menunjuk boneka Mario yang tergeletak dipaling ujung. Yeri mengangguk dan mulai fokus pada mesin capitnya, keduanya memekik heboh saat beberapa kali Yeri hampir mencapit boneka Mario. Hingga akhirnya Yeri benar-benar berhasil mendapatkan boneka yang Mario inginkan.
"Wah! Ternyata loe beneran master ya Yer. Gue sampe speechlees". Yeri tersenyum tipis mendengar pujian dari Mario. Gadis itu menggenggam erat-erat boneka Mario yang ada ditangannya sebelum dengan berani mengulurkannya kearah Mario sambil berkata;
"Kak, aku suka sama Kakak. Mau jadi pacar Yeri?". Kata gadis itu dengan cepat sembari memejamkan matanya lantaran tidak siap melihat reaksi Mario. Mario tertegun mendengar pernyataan Yeri, tak pernah ia sangka jika gadis sepolos Yeri akan seberani itu. Mario menatap boneka Mario yang diulurkan Yeri kemudian meraihnya, sejujurnya pemuda itu belum memiliki perasaan apapun. Namun keberanian gadis didepannya ini perlu diapresiasi, toh ia juga sudah jenuh dengan Helena yang tidak menyenangkan.
"Heum, gue mau jadi pacar loe". Yeri reflek membulatkan matanya lebar-lebar. Gadis itu merasa ribuan kembang api meletup di dadanya, pemuda yang membuatnya merasakan cinta pertama menerima pernyataannya?
"Ka-kak Mario serius?". Tanya Yeri sekali lagi. Mario tersenyum dengan manisnya sebelum membawa Yeri kedalam pelukannya.
"Heum, selamat hari jadian". Kata Mario yang membuat Yeri menahan diri untuk tidak berteriak sekarang juga.
--Bangsat Boys--
Besok hari Sabtu dan hal itu sukses membuat Unaya mendengus sebal. Weekend mungkin untuk sebagian orang adalah hari yang ditunggu-tunggu. Namun tidak untuk Unaya, weekend justru sangat membosankan untuknya. Ia lebih senang berangkat sekolah dan sibuk dengan tetek bengek kegiatan praktikum ketimbang berguling-guling dikasur seperti saat ini. Gadis itu menatap langit-langit kamarnya, ia belum memiliki planing untuk mengisi weekend.
"Tapi kan sekarang gue udah punya pacar, kira-kira Jeka lagi ngapain ya?". Tanya Unaya pada dirinya sendiri.
Sementara itu yang sedang dipertanyakan tengah berkumpul di markas bersama antek-anteknya. Bangsat Boys berencana konvoi ke puncak besok pagi. Sebetulnya Bangsat Boys sudah sering konvoi keberbagai daerah, sekedar mempererat pertemanan saja sekaligus refreshing.
"Nanti di puncak kita nginepnya di villa loe kan Bos? Makanan aman dong?". Tanya Jaerot yang dibalas acungan jempol oleh Jeka.
"Beres lah kalau itu, kalian bawa diri aja. Semuanya gue yang tanggung". Sahut Jeka yang membuat semuanya bersorak. Memang enak punya Bos loyal seperti Jeka, ya meskipun sering nge-babuin sih.
"Asik! Seneng gue jadi anak buah loe Bos. Semoga kita bisa terus bekerja sama seperti ini". Kata Jimi sembari menyalami tangan Jeka, lantas saja hal itu membuat Sasuke KW dijitak kepalanya oleh yang lain.
Drrrttt... drrtttt...
Ponsel Jeka bergetar, kelinci madunya nelepon. Pemuda itu keluar untuk mengangkat telepon Unaya.
"Halo selamat malam, Jeka Nalendra pacarnya Unaya Salsabila disini. Ada yang bisa dibantu?". Canda Jeka. Pemuda itu terkekeh mendengar suara tawa diseberang sana.
"Haha. Apaan sih lebay banget. Tiap angkat telepon selalu ngomong kayak gitu?".
"Eum... ya gak lah. Nanti kalau ada cewek cantik yang nelepon ketahuan dong kalau gue udah punya pacar". Canda Jeka lagi. Pemuda itu tebak pasti saat ini Unaya sedang manyun.
"Oh jadi ngarep ditelepon cewek cantik? Ya udah gue matiin kalau gitu teleponnya". Unaya ngambek, hendak menutup telepon namun buru-buru dicegah oleh Jeka.
"Eh? Gak usah ditutup. Cewek cantiknya udah nelepon kok".
"Udah nelepon? Siapa emangnya?". Tanya Unaya bertubi-tubi, gadis itu menganggap jika candaan Jeka benar adanya.
"Lah ini yang lagi ngomong sama gue". Sahut Jeka dengan entengnya tanpa tahu jika diujung sana Unaya tengah menggigit kaos-nya merasa gemas.
"Ih apaan sih?! Kirain beneran mau teleponan sama cewek cantik!". Omel Unaya yang membuat Jeka terkekeh.
"Ngapain teleponan sama cewek cantik kalau udah punya pacar titisan bidadari Heum?".
"Bisa gak sih sekali aja gak bikin gue meleleh? Gue capek Jeka, kena serangan jantung terus". Bisik Unaya malu-malu.
"Hehe. Kenapa kok telepon? Gak belajar?". Tanya Jeka kemudian.
"Huft! Gue bosen".
"Kode mau diajak jalan nih?". Goda Jeka.
"Hehe. Peka banget sih jadi makin sayang". Sahut Unaya dengan suara manja-nya.
"Mau sih ngajak jalan, tapi hari ini gak bisa. Gue ada rencana sama anak Bangsat Boys, maaf ya sayang". Kata Jeka dengan lembut. Unaya mendengus diseberang sana, mau protes tapi ingat perkataan Jeka yang bilang jika ia juga memiliki dunia sendiri yaitu dunianya dengan Bangsat Boys.
"Yahhhh... ya udah deh kalau gak bisa. Emang rencana apa kalau boleh tahu?". Tanya Unaya.
"Maaf ya sayang, maaf banget. Besok gue mau konvoi ke puncak. Janji deh pulang konvoi kita jalan-jalan". Kata Jeka menghibur.
"Konvoi ke puncak? Wah seru banget, gue ikut ya?". Pinta Unaya dengan suara nyaring. Kentara sekali gadis itu ingin ikut konvoi.
"Eh? Gak usah, konvoi itu capek lho. Apalagi gue perginya sampai hari Minggu".
"Hah sampai Minggu? Kok lama banget?! Gue mau ikut please". Lagi dan lagi Unaya merengek, Jeka tentu saja tidak tega jika gadisnya sudah begini.
"Emang loe gak malu? Temen-temen gue cowok semua lho". Kata Jeka berharap jika Unaya berubah pikiran.
"Kan gue bisa ajak Ririn. Ya ya ya ya?".
"Bukannya gue gak mau ngajak Na, kalau loe sakit gimana? Dari Jakarta ke-puncak naik motor jauh lho. Nanti loe masuk angin". Bujuk Jeka dengan halus. Bukan Unaya namanya jika tidak keras kepala, pokok-nya mau ikut!
"Kan ada loe yang jagain gue, iya kan?". Jeka menghembuskan nafasnya, ia angkat tangan kalau soal membujuk gadis satu ini.
"Hah, dasar bandel. Iya boleh ikut, kalau gitu gue ijin sama Mama Irene dulu".
"Jangan! Eh maksudnya biar gue aja yang ijin hehe". Kata Unaya terdengar kikuk. Bisa gawat kalau sampai Mama Irene tahu ia ikut konvoi ke puncak. Unaya yakin ia tidak akan diijinkan, lebih tepatnya Papa-nya tidak akan mengijinkan Unaya melakukan perjalanan jauh karena suatu hal.
"Loh kenapa? Gue malah gak enak kalau gak ijin langsung sama Mama Irene karena mau bawa anak ceweknya pergi jauh". Kata Jeka yang keukeuh hendak minta ijin pada Mama Irene.
"Ihhh. Dikasih tahu bandel banget sih! Biar gue aja yang ijin sama Mama, udah ya gue tutup dulu mau telepon Ririn. Dahhhhhh...".
Pip!
Baru juga Jeka hendak menyahuti namun Unaya memutuskan sambungan telepon secara sepihak. Pemuda itu menatap ponselnya dengan raut heran, kenapa Unaya jadi aneh?
--Bangsat Boys--
"Udah lama rasanya kita gak ngobrol santai gini ya?". Kata Somad seorang dokter yang sekarang bertugas di rumah sakit Singapura. Lelaki itu adalah sahabat Suryo semasa sekolah dulu, kebetulan Suryo yang tengah melakukan perjalanan bisnis ke Singapura membuat janji untuk bertemu dengan lelaki itu. Banyak hal yang diketahui oleh Somad tentang Unaya, tentang penyakit yang diderita gadis itu saat berusia sepuluh tahun.
"Dulu juga sama aja, rasanya kalau inget masa-masa itu aku gak bisa nahan air mata". Sahut Suryo sembari mengusap air matanya. Somad tahu betapa gigihnya Suryo demi menyembuhkan Unaya dari penyakit kanker langka; LCH. Ia rela menghabiskan seluruh uangnya demi membayar dokter terhebat untuk menyembuhkan penyakit putrinya. Hingga ia mempercayakan Unaya pada Somad agar gadis itu bisa sembuh. Berkat usaha dan doa, akhirnya Unaya dinyatakan sembuh dari penyakit itu. Meski sudah dinyatakan sembuh, sampai saat ini Suryo masih bersikap over-protektif pada putri sulungnya tersebut.
"Gimana kabar Unaya sekarang? Meski dia udah dinyatakan sembuh beberapa tahun lalu, tapi kemungkinan sel kanker itu tumbuh lagi lumayan besar. Unaya bisa sembuh dari penyakit langka semacam itu sebuah keajaiban, tapi kamu juga harus terus waspada. Apalagi sekarang Unaya udah SMA, sering ada kegiatan diluar rumah yang pastinya menguras tenaga". Kata Somad menjelaskan.
"Sampai saat ini dia masih baik-baik aja. Lingkup-nya juga cuma rumah-sekolah-Mall, aku gak ngijinin dia pergi jauh dari rumah apalagi luar kota". Sahut Suryo. Lelaki itu sengaja tidak memberitahukan pada Unaya perihal kemungkinan penyakit gadis itu bisa kambuh lagi, ia tidak ingin menyurutkan semangat putrinya. Buktinya tanpa mengetahui fakta tersebut Unaya justru semakin sehat dan bahagia.
"Kita berdoa yang terbaik untuk Unaya. Imun tubuh berpengaruh mencegah datangnya penyakit, buat Unaya selalu bahagia". Kata Somad memberi pesan.
"Pasti, apapun untuk putriku". Sahut Suryo dengan mantap.
--Bangsat Boys--