webnovel

Luka Pertama

*Perhatian ini hanya kisah fiksi semata*

Makan malam romantis kali ini terasa sangat sunyi, sebab ke dua insan di sana hanya sibuk dengan urusan masing-masing.

Ralat, sepertinya hanya sang suami yang sibuk dengan ponsel. Sementara Luna, berusaha keras mengajak suaminya bicara, namun. Respon Ekal sejak tadi hanya gumaman saja, tanpa menatap manik Luna.

Kontan membuat perasaan Luna tak senang, dia pun sadar bahtera yang telah mereka arungi selama lima tahun ini tak mungkin akan selalu indah.

Terlebih lagi, sosok malaikat kecil yang sejak lama mereka nanti tak kunjung hadir. Entah ada pada siapa kesalahan ini, mereka tak pernah berusaha untuk mencari tahu.

Malah memilih mempercayakan semuanya pada kuasa Tuhan, dan selalu berpikir positif.

Tapi, sepertinya malam ini Luna tak akan bisa berpikir positif lagi dengan sikap Ekal yang kian berubah.

"Sayang, apa yang kamu lihat di ponsel itu? Apa benda persegi itu lebih menarik dari pada istrimu ini?" tegur wanita bersurai panjang dengan warna hitam legam.

Mendengar kalimat itu, jari-jari Ekal yang sejak jadi asik menari di atas layar ponsel. Langsung berhenti, matanya melirik wajah Luna yang murung.

Kontras sekali, jika wanita itu sedih dengan sikapnya. Tanpa banyak basa-basi, Ekal meletakkan ponselnya begitu saja tak peduli walau notif masuk tanda pesan dari seseorang masuk.

"Maaf, Sayang. Tapi, kamu salah. Kamu jelas lebih menarik, bahkan bulan indah malam ini pun kalah dengan kecantikan kamu," tuturnya begitu manis, selalu berhasil membuat Luna kembali lunak.

Wanita itu tersenyum lembut, pipinya selalu merona setiap kali Ekal menggodanya demikian.

Senang melihat respon istrinya yang sudah dia duga, Ekal menarik kursinya agar mendekati Luna. Dia bawa telapak kecil istrinya ke rahangnya yang tegas.

Tubuh Luna bereaksi saat Ekal membelai pipinya gantian, matanya kini membalas manik tegas Ekal yang memiliki netra sedalam lautan itu.

"Kamu jangan pernah cemburu, ya. Kamu tau, Sayang. Kamu yang selalu menarik aku untuk kembali dan kamu juga yang selalu jadi rumah bagiku," tambahnya menambah rasa percaya pada diri Luna.

Tanpa bisa ditahan, senyum Luna semakin lebar. Malam ini, dia berdandan habis-habisan agar Ekal senang.

"Aku percaya, cuma. Kadang sikap kamu membuat aku goyah," jujurnya mengutarakan apa yang mengganjal di benaknya.

Ekal tersenyum manis, seakan memberitahu Luna, jika semuanya akan baik-baik saja.

"Tapi, walau kamu goyah aku akan selalu berhasil membuat kamu kembali percaya, kan?"

Luna mengangguk, jemari panjang Ekal kini berpindah menyelipkan setiap anak rambut istrinya ke belakang telinga sembari berkata.

"Kalau pun, suatu saat nanti kamu menemukan aku yang berbeda dari yang kamu pikirkan selama ini. Tolong jangan pernah marah, karena mungkin aku hanya khilaf," cakapnya sukses membuat senyum Luna luntur detik itu juga.

Ekal menyadari hal itu, detik berikutnya dia malah tertawa tak jelas. Luna yang tidak paham dengan sikap suaminya ini hanya bisa mengerutkan keningnya.

Ekal menarik tangannya kembali, dia membenarkan duduknya, tak lagi menghadap pada Luna. Guna menghindari kontak mata dengan istrinya itu.

"Aku hanya bercanda, kenapa kamu harus seserius itu, Sayang?" pungkas Ekal.

Dia lirik istrinya lagi, masih berekspresi yang sama. Maka, Ekal tak segan menarik kepala istrinya agar ke dekapannya dan tanpa sepengetahuan Luna.

Senyum lebar Ekal sudah hilang entah ke mana, seperti ada yang menggangu pikirannya.

Luna mencebik, karena kesal. Dia memukul lengan Ekal pelan, namun. Tak bisa berbohong saat Ekal bicara seperti tadi hati Luna langsung nyeri.

"Bercanda kamu tidak lucu, Sayang. Kalau sampai kamu benar-benar melakukan kesalahan dengan dalih khilaf lebih baik aku buta agar tidak perlu melihat apa pun!"

Ekal menggeleng, dia mendekap istrinya semakin erat.

"Tidak, Sayang. Mata kamu harus selalu berfungsi agar bisa melihat ketampanan suamimu ini, kalau bukan kamu. Siapa lagi yang bisa menemukan kegagahan pada diriku, hmmm?" goda Ekal tak sudah-sudah.

Luna mengulum senyumnya, dia lega sebab Ekal hanya bercanda. Namun, Luna tak pernah bercanda dengan kata-katanya apa lagi jika itu sudah menyangkut pada hubungan rumah tangganya ini.

"Aku harap di tahun ke lima pernikahan kita ini, kita semakin saling menyayangi. Dan, semoga malaikat kecil itu segera hadir," gumam Luna sangat penuh harap.

Ekal melepaskan pelukannya, ya. Makan malam mereka adalah untuk merayakan hari jadi pernikahan mereka yang ke lima tahun.

Ekal meraup ke dua pipi tirus sang istri, dia tatap begitu dalam manik istrinya tanpa bosan.

"Aku juga mengharapkan itu, Sayang. Kita pasti akan segera memiliki anak, jangan terlalu sedih, ya?" pinta Ekal pelan.

"Sayang, kenapa kita tidak pergi ke dokter saja. Kita cari tau apa masalah pada diri kita sehingga kita belum memiliki anak," saran Luna, yang selalu dia berikan pada Ekal.

Namun, jawabannya Ekal selalu sama dengan mengatakan.

"Tidak perlu, Sayang. Bukannya kita sudah saling percaya dan yang perlu kita lakukan hanya berpikir positif, aku yakin kita berdua sehat. Ini hanya masalah waktu, yang penting kita tidak berhenti berdoa dan usaha," tepis Ekal dengan kalimat yang selalu sama.

Yang mana jika Ekal sudah melontarkan itu, Luna tak akan berani untuk menyanggah sebab dia takut Ekal berpikir kalau dirinya tak mempercayai suaminya itu.

Kini, Luna hanya bisa pasrah dan memilih kembali ke mode amannya. Yaitu menunggu hingga satu saja benih Ekal berbuah di rahimnya.

***

Silau menganggu Luna dari tidurnya, wanita itu bangun dan mendapati Ekal baru saja selesai memakai jasnya.

"Kamu mau berangkat sepagi ini, Sayang?" sapa Luna, membuat Ekal menoleh.

Dia tersenyum hangat, hal yang biasa dirinya lakukan. Pria itu mengangguk dua kali.

"Kenapa?"

"Ada meeting penting pagi ini, Sayang. Aku harus cepat sampai," ungkap Ekal mantap.

Luna maklum dengan itu, lantas dia mengangguk patuh. Tak lama setelahnya Ekal pergi meninggalkan rumah.

Luna pun beranjak dari tempat tidurnya, dan saat mendekati kamar mandi. Dia tak segaja melihat map biru yang mana tadi malam dikerjakan suaminya hingga larut.

Tanpa pikir panjang, Luna membuka map itu. Dan, benar saja. Berkas di dalamnya pasti sangat dibutuhkan di meeting suaminya.

"Astaga, suamiku memang sangat ceroboh."

Tak peduli dengan penampilannya yang sekarang, Luna bergegas turun ke lantai bawah.

Baru saja dia sampai, mobil Ekal sudah sangat jauh. Dia membuang napas kasar, tak ingin mudah putus asa.

Luna menuju bagasi, mengeluarkan mobilnya dan mengejar sang suami.

Namun, siapa sangka. Jalan pagi ini sudah sangat padat, padahal Luna yakin ini masih sangat pagi untuk beraktivitas.

Tak lama setelahnya, Luna benar-benar sampai di kantor suaminya. Dia sudah hampir membuka ruangan sang suami.

Namun, belum sempat tangannya membuka lebar. Luna mendengar suara wanita yang terdengar manja dari dalam sana.

"Ah, Sayang. Jangan menggodaku seperti itu," ucap wanita itu membuat hati Luna memanas.

Tak mau berpikir buruk, dia lantas membuka pintu itu dengan sedikit. Apa yang dirinya lihat di dalam sana sungguh menyakitkan baginya.

***