webnovel

Athlete vs Academician

Arya Chayton, seorang remaja yang sangat menyukai olahraga. Cintanya pada olahraga tak setengah hati. Hampir semua permainan olahraga ia kuasai. Arya terkenal cukup nakal di sekolahnya karena sering bolos pelajaran. Ketika mengikuti pelajaran sekalipun, ia lebih memilih tidur atau berbicara dengan temannya sendiri. Namun saat mengikuti ekstrakulikuler, justru ia paling semangat. Sebaliknya, Arya memiliki teman bernama Amelia Regna. Ia gadis seumuran dengan Arya, dan mereka berteman akrab sejak kecil. Amelia sangat suka belajar dan sering mendapat nilai sempurna di semua mata pelajaran. Tak ada pelajaran yang ia benci, kecuali olahraga. Ia selalu mendapat nilai merah ketika menerima hasil ujian olahraga. Suatu ketika orang tua Amelia mendapat kesempatan untuk bekerja di Denmark. Mau tak mau mereka harus pindah rumah dan berganti kewarganegaraan. Arya terus menunggu hingga bertahun-tahun, mengharap kembalinya Amelia. Sejak itu, rasa cinta Arya pada Amelia mulai tumbuh hingga akhirnya mereka bertemu kembali di universitas yang sama.

Bimbroz · สมัยใหม่
Not enough ratings
400 Chs

Di luar Dugaan

Setelah itu para mahasiswa baru sampai di halaman Fakultas Pendidikan. Tentunya halaman itu tak seluas halaman utama. Tanahnya juga tak berumput, namun menggunakan paving block biasa. Namun suasana di sana cukup meriah. Ada panggung besar tiga kali lipat dari panggung sebelumnya yang telah disediakan segala alat musik. Banyak dekorasi-dekorasi bergelantungan di udara. Juga banyak sekali semacam stand-stand UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa), mengelilingi halaman.

Tak lama kemudian, muncul pembawa acara yang berbeda. Meski sama-sama sepasang perempuan dan laki-laki, tetapi gaya pakaian mereka sangat sederhana, tak se-formal pembawa acara tadi.

Kemudian kedua pembawa acara itu memberi sapaan sekaligus pembukaan untuk memulai acara hari ini.

"Seperti ospek tiap tahunnya, tahun ini juga diadakan pentas pertunjukan antara UKM. Acara ini bisa dikatakan pengenalan setiap UKM dari masing masing divisi. Kalian juga bisa mendaftar UKM yang kalian minati. Sudah nampak jelas, ya, di sekitar kalian. Banyak macam-macam stand UKM dari UKM olahraga, pramuka, jurnalistik, dan lainnya.

"Nah, acara ini tak hanya sekedar pentas biasa. Adik-adik diharapkan meminta cap disetiap stand UKM. Kertas Cap UKM yang kalian bawa hari ini harus terisi semua. Jika tidak terpenuhi, kalian taknakan mendapatkan sertifikat ospek, karena Kertas itu digunakan sebagai bukti kalian aktif mengikuti kegiatan ospek pada hari ini."

"Haa?! Semua divisi UKM?" Seketika Fahrizul membuka tasnya, mengambil Kertas Cap UKM, dan memeriksa jumlah UKM yang ada di kampusnya. "Gila. Ini gak ngotak. Ada sekitar 30 divisi dan kita harus mendapatkan semua cap-nya hari ini juga?"

"Kenapa harus panik begitu? Apa susahnya meminta cap?" tanya Arya, wajahnya seakan tak dirinya tak bersalah.

"Apa susahnya, katamu? Kalau gitu, kau saja yang meminta cap sana. Aku nitip kau saja. Aku akan menunggu hasil akhir."

Tak senang diperlakukan seperti babu, Arya langsung melempar kertas milik Fahrizul. "Enak saja kau. Inikan kertasmu. Kenapa harus aku yang susah-susah mengantre?"

"Nah, kau tahu kan kenapa aku menyerahkan kertas ini padamu? Mengantre diantara ribuan mahasiswa. Kau pikir sampai kapan kita akan mengantre? Ini tak sesuai dugaanku. Aku diberi tahu oleh kenalanku kemarin, katanya hanya beberapa cap saja," kata Fahrizul sembari melipat kertasnya.

"Mungkin peraturannya telah diubah. Sudahlah, kau terlalu banyak mengeluh. Mending kita minta cap sekarang aja daripada menunda dan mengantre panjang," kata Arya langsung meninggalkan Fahrizul.

Sembari jalannya pentas ospek, Arya dan Fahrizul tak berhenti meminta cap disetiap UKM.

Bahkan sekarang mereka telah mengumpulkan 7 cap berbeda.

"Wahh, gila. Lumayan banyak, ya. Padahal baru 10 menit kita mencari."

"Entah kebetulan atau tidak, tapi ada saja mahasiswa yang menunda meminta cap. Mereka pikir lebih baik mengikuti acara diawal dan sibuk meminta cap di pertengahan atau akhir acara. Berbeda denganku. Aku lebih memprioritaskan kewajibanku. Setelahnya, aku baru bisa bersantai menikmati sisa-sisa acara."

"Hahaha. Kau cukup cerdik juga, Yak. Beruntung aku satu kelom denganmu. Juga, gak salah aku terpaksa mengikutimu." Fahrizul menepuk punggung temannya

Ketika mereka asyik mengobrol, mendadak ada yang mendorong Arya dari belakang. Spontan ia terhuyung-huyung, hampir jatuh.

"Hei, jangan mendorong! Sabar dikit kenapa!" Teriak orang yang mendorong, pada barisan belakang. Orang yang mendorongnya ternyata perempuan, mahasiswa baru pula, sama dengan Arya.

"Apa kau tak apa… Lo, ternyata Arya." Sapa gadis itu, tersenyum manis.

"Kamu, kan…" Bruno terbelalak sembari menunjuk gadis itu.

"Oh. Kau lupa namaku, ya."

"Bukan lupa. Hanya saja kemarin saat nongkrong, aku tak memperhatikan kalian."

"Hadeh. Sama aja kali," perempuan itu menepuk dahinya.

"Namaku Salsabilla. Salsa atau Billa, terserah kau mau memanggilku yang mana."

Arya diam, hanya menatapnya.

"Baiklah. Kalau begitu, aku duluan, ya. Urusanku di stand ini udah selesai."

"Tunggu. Sebelum kau pergi, aku ingin memberitahumu jika kau tak perlu repot-repot menjemput dan mengantarku untuk sementara ini. Kebetulan salah satu regu-ku rumahnya satu arah denganku juga."

"Tak merepotkan juga, karena itu tak membebaniku. Tapi jika kau memintaku tak menjemputmu lagi, juga bukan masalah besar," jawab Arya tanpa menatap Salsa.

Kemudian ia meninggalkan stand sebelumnya, diikuti Fahrizul.

"Itu siapa? Mantanmu?"

"Jangan asal beropini. Sejak kecil aku tak pernah pacaran.

"Benarkah? Masa mudamu kau habiskan dengan apa?"

"Hmm… Bermain game, menonton Anime, dan traveling."

"Ya ampun, Yak. Kau ternyata wibu sejatinya. Pantas saja dari tadi aku mencium bau bawang."

"Apa katamu!? Aku juga suka mendaki gunung dan tak pernah menolak ajakan hangout teman-temanku."

"Hahaha, jangan marah. Aku kira kamu no life sejati, yang tak pernah bersosialisasi," kata Fahrizul sembari terkekeh berat.

"Eh, Yak. Nanti mau makan siang dimana? Kalo Cuma mengandal nasi kotak dari kampus gak bakal kenyang."

"Zul, Zul, perutmu itu sebesar apa?"

"Ayolah. Aku tak sedang bercanda. Kemarin siang aku sampai mengambil 2 nasi kotak."

"Halo, Yak. Berdua aja sama Izul?" Tahu-tahu Zia dan Fajar memanggil Arya.

"Lo, kalian gak bareng kelompok ospek?" tanya Arya bingung tercengang.

"Udah tadi. Barusan pada misah sendiri-sendiri. Aku aja kebetulan ketemu fajar," ungkap Zia, wajahnya menunjukkan jika ia kesepian.

"Kasihan amat hidupmu, Zi. Dijauhin doi, dijauhin regu ospek pula," kata Arya sembari menggelengkan kepala.

"Mulai. Kalo masalah menghina teman emang kau nomor satu dah," kata Zia pasrah. Arya dan temannya tertawa.

"Eh, Yak. Nanti mau makan siang bareng gak? Kebetulan temen SMP-ku ngajak makan bareng," ajak Fajar sembari menatap Fahrizul. "Temenmu kalo mau ikut juga tak apa. Biar tambah rame."

"Tumben kalian ngajak makan bareng? Bukannya kalian dapat nasi kotak juga dari kampus?" tanya Arya, ia memiliki firasat akan mendengar jawaban yang serupa.

"Jujur saja, nasi kotak dari kampus sama sekali tak mengenyangkan. Nasi kotak dari kampus bagiku hanya sekotak camilan," kata Fajar mengeluh porsi makannya tak sesuai dengan nasi pemberian panitia.

"Lo, kan. Bukan Cuma aku yang mengeluh kalau nasi kotak dari kampus itu sangat sedikit. Aku yakin teman-teman yang lain juga mengeluh hal ini."

"Halah, sok tau kau. Ya udah terserah kalian saja mau makan dimana. Aku ngikut aja."

"Nah, gitu dong dari tadi."

Ketika mendapat pengumuman jam istirahat dari pihak penyelenggara, Arya dan teman-temannya langsung menuju warung makan di depan kampusnya. Ketika sampai, semua itu tak sesuai ekspektasinya. Ia pikir dengan adanya nasi kotak dari kampus telah mencukupi kebutuhan para mahasiswa baru. Justru kini warung yang merek kunjungi dipenuhi mahasiswa baru dengan kaus oblong berwarna biru dongker.

"Buset… sebanyak inikah yang mengeluh nasi kota pemberian kampus?"

"Hahaha, sudah kubilang. Tapi waktu kita terbatas. Beruntung masih ada tempat tersisa."

Jangan lupa review dan kirim power stone ya guys. Thanks. Semoga terhibur

Bimbrozcreators' thoughts