webnovel

Ajarkan Aku

"What? Mereka ngajak war cuma karena cintanya ditolak?"

Gavin mengangguk pelan. "Gue juga nggak habis thinking sama anak-anak BUSUI itu. Mereka sebenernya cowok apa bukan, sih? Cinta ditolak tawuran bertindak. Terus tugas para dukun ngapain? Dagang menyan?"

Arkala memijat pelipis hingga pangkal hidungnya bergantian. Raka dan teman-temannya selalu bertingkah seperti anak kecil. Mungkin bagi mereka perkelahian adalah sebuah permainan yang bisa dilakukan setiap hari.

"Gimana, La?" tanya Matteo.

"Biarin aja, jangan diladenin. Mereka kayaknya kurang berobat. Lo semua balik ke kelas."

Anggota The Boys membubarkan diri, meninggalkan markas. Kecuali keempat anggota inti.

"Kalau masalahnya cuma begini doang, gue juga males. Ya ... walaupun gue pengen benget mukul muka nya si Arion, yang nggak seberapa ganteng itu." Gavin kembali bersuara. Musuh yang paling dia benci adalah Arion.

"Gue juga males, kali. Ya kali tema tawuran kita cuma karena cinta ditolak," balas Matteo, sembari terkekeh meremehkan.

"Lo tahu, siapa orang yang nolak anak BUSUI?" Arkala menatap Gavin, teduh. Tidak seperti biasanya.

"Tahu. Si Mirabela anak kelas sepuluh."

"Gile, itu nama orang atau permen? Mirabela ...." Matteo mengusap dagu, seperti tengah berpikir. "Itu merek permen zaman kita kecil bukan, sih? Yang kalau diisep berubah warna gitu. Bentuknya bulat, persis kek pentil susu."

Gavin terbahak dan memukul kepala Matteo. "Itu Marbels!" pekiknya.

Jangan tanyakan Alvaro. Laki-laki itu tengah duduk di sofa dan hanya diam menyimak. Dia bahkan tidak tertawa sedikit pun, ketika Gavin dan Matteo melakukan lelucon yang menurut mereka lucu.

"Oh, Marbels ... sejak kapan mereka ganti nama, Vin?"

Gavin memutar bola matanya ke atas. "Mungkin sejak pertama kali lo mimpi basah."

"Setan!"

Perdebatan keduanya terhenti, setelah Arkala berdeham. Gavin dan Matteo mendekat.

"Gimana, Bos?" tanya Gavin. Nada bicaranya terdengar lebih serius.

"Biarin aja. Kalau mereka kirim surat lagi, jangan ada yang ambil."

"Kalau numpuk di tempat Pak Bowo, gimana?" sanggah Gavin.

"Biarin aja kali, Vin. Itu rezekinya Pak Bowo. Kali aja selama hidupnya belum pernah dapet surat."

"Ih, lo nggak tahu ya, Yo? Pak Bowo itu sekarang udah jadi artis Tiktok. Nih, gue kasih tahu." Gavin merogoh saku celananya dengan cepat. "Lo liat jumlah followersnya," sambungnya sembari memperlihatkan akun tiktok pribadi milik satpam sekolah mereka.

"Buju buneng! Dua juta?" pekik Matteo, diiringi dengan bola mata membulat sempurna.

"Coba liat punya lo," pinta Gavin.

"Punya gue cuma sembilan ratus ribu."

Gavin terkekeh mengejek. Bibirnya mencebik, menertawakan jumlah followers Matteo yang jauh lebih rendah dibanding Pak Bowo.

"Followers aja lo kalah sama Pak Bowo. Lo punya Tiktok ngapain aja, Ngab?"

"Gue ... gue kan nggak pernah posting. Pantes dong, kalau followers gue lebih sedikit. Lo liat nih, Pak Bowo tiap menit aja posting vidio dia sendiri. Beda banget sama gue."

Beberapa detik kemudian mereka mendengar alunan musik yang mendayu. Gavin mengangkat wajah, menatap Alvaro.

"Al, lagu dari ponsel lo?"

Alvaro mengangguk. "Tadi ada yang bilang, kalau dia nggak pernah posting apa-apa di Tiktok. Lo liat sini."

Dengan cepat Matteo menahan lengan Gavin. "Al, ternyata lo cepu, ya. Gue pikir kita adalah teman yang baik. Gue pikir lo adalah panutanque. Dari tadi padahal lo diem, dan sekarang malah mau cepu-in gue."

"Lo apaan, sih? Gue cuma pengen liat. Postingan lo lebih bagus dari Pak Bowo atau nggak. Lepasin, ah!"

"Nggak. Gue nggak akan lepasin lo!"

Gavin memutar otak, dan sebuah lampu menyala di atas kepalanya. Dia menggigit tangan Matteo, hingga lelaki itu memekik kesakitan dan cengkeramannya terlepas.

Buru-buru Gavin duduk di samping Matteo dan merebut ponselnya. "Anjay ... lo pake hesteg anak senja? Gila, gila." Gavin menggeleng takjub.

"Kau adalah mentari yang selalu menerangi setiap langkahku. Kau adalah sumber semangatku. Dan kau adalah salah satu alasan, mengapa aku rajin pergi ke sekolah."

Kening Gavin berkerut. "Lo bikin puisi atau curhat, sih? Ini kata-katanya nggak enak dibaca. Pantes aja followers lo dikit," cerca Gavin sambil terus membaca.

"Namun setelah kau pergi, hidupku terasa hampa. Seperti tidak ada lagi mentari."

"Astaghfirullah, Teo ... lo berdosa banget, sih. Kalau nggak ada matahari, pasti dunia ini hancur, alias kiamat. Lo kalau bikin puisi jangan ngada-ngada!"

"Lo tahu majas nggak sih, Vin?" tanya Matteo.

"Nggak. Emang itu apaan? Gue tahunya makan."

Arkala memperhatikan kedua anggotanya yang paling tidak masuk akal. Kadang dia tertawa, kadang dia kesal. Dan itu terjadi dalam satu waktu.

Setelah Gavin membaca kalimat estetik yang Matteo susun, kemudian sebuah lagu yang berjudul Ajarkan Aku, yang dinyanyikan oleh Arvian Dwi terdengar menyentuh pendengaran Gavin.

Matteo mengacak rambutnya sendiri. Malu. Itulah yang dia rasakan saat ini.

"Vin, udah deh. Lo nggak usah liat Tiktok, nanti malah keterusan."

Gavin mengangkat tangan, tanda Matteo harus menghentikan ucapannya.

"Ajarkan aku cara tuk melupakanmu ... bila membencimu tak pernah cukup tuk hilangkan kamu."

"Ajarkan aku ... sebelum merusak ke dalam-dalamnya. Sebelum aku trauma, mencintai sosok yang baru lagi."

Gavin beranjak dari duduknya. Tangannya bergerak mengikuti alunan lagu, kedua matanya terpejam turut menghayati.

Berbeda dengan Matteo. Dadanya sesak, matanya berkaca-kaca. Dia memalingkan wajah. Rasa rindu itu kembali menyeruak, dan ingin keluar dari ruang penyimpanan di hatinya.

"Udah-udah. Vin, matiin lagunya."

Gavin mendengkus, namun akhirnya menurut. Dia tidak berani melawan Arkala, jika masih sayang dengan nyawanya sendiri.

Arkala melakukan itu untuk Matteo. Ia terlihat begitu menyedihkan. Walaupun Arkala tidak tahu, seperti apa rasanya putus cinta, namun dia mengerti bahwa suasana hati Matteo tidak baik-baik saja ketika mendengar lagu itu.

"Kita balik ke kelas. Udah nggak ada yang harus di obrolin lagi."

***

"Jadi, mereka mau tawuran?"

"Kayaknya sih, gitu. Tapi gue nggak tahu juga. Mereka belum pada balik ke kelas."

Arsena menatap kursi Arkala yang kosong. "Kenapa sih mereka tawuran mulu?"

"PASUTRI dan BUSUI itu udah kayak musuh bebuyutan, Sen. Awalnya karena si Raka BUSUI, dia dendam karena Arkala selalu menang di balap liar. Sedangkan dia, selalu jadi runner up."

Arsena fokus menyimak, sesekali menganggukan kepala.

"Jadi lo tahu lah, cowok kalau udah dendam itu kayak gimana. Ditambah, mantannya si Gavin, pacaran sama Arion, anak buahnya Raka."

"Apa?" Arsena memekik. "Mantannya Gavin, pacaran sama anak BUSUI?"

Aileen mengangguk. "Gila, kan? Padahal si Helena anak sekolah kita. Tapi dia berani pacaran sama sekolah musuh."

"Pantes aja si Gavin nafsu banget, waktu tawuran di depan sekolah."

"Gavin sama Helena itu putus karena si Gavin nggak pernah romantis. Sedangkan Helena, dia selalu pengin diperlakukan seperti tuan putri."

Arsena mengangguk mengerti. Ternyata Gavin pernah bermain cinta sebelumnya.

"Eh, kalau Matteo, gimana? Dia punya pacar nggak?"