webnovel

Antara Cinta Dan Dendam

Dendam seorang Erick Brianna wisongko terhadap keluarga Bramantyo, dia lampiaskan terhadap seorang gadis keturunan keluarga Bramantyo. Zahra Adelia Putri gadis cantik keturunan satu satunya yang tersisa. dengan berpura pura mencintainya. Erick memulai aksi balas dendam nya. siapa sangka dalam aksi balas dendamnya Erick menaruh hati terhadap Zahra. mampukah Erick melanjutkan balas dendam atau mempertahankan cintanya ?? ikuti terus kisahnya

rafli123 · สมัยใหม่
เรตติ้งไม่พอ
337 Chs

25 Perasaan Cinta Atau Penyesalan.

"Ben..selidiki siapa yang mengirim amplop ini, dan pastikan awasi semua orang yang ada di rumah. aku yakin pengirimnya orang dalam." kata Brian dengan suara tegas dan dingin pada asistennya yang berdiri setelah kau darinya.

"Baik tuan, saya pastikan malam ini kita tahu siapa dalang di balik pembunuhan ibu Anda!" kata Ben asisten Brian.

"Pastikan malam ini, aku tidak mau menunggu lebih lama!"kata Brian dengan suara tinggi dan penuh penekanan pada sang asisten pribadinya.

"Baik tuan saya pergi dulu." setelah mengatakan sang asisten undur diri untuk mencari tahu tentang siapa dalam dibalik kematian ibu Brian.

"Hmm..." Setelah kepergian Ben, Brian keluar dari ruang kerja menuju dapur. terlihat Bi Rima berada di dapur sedang menyiapkan makan malam.

"Bi Rima..." panggil Brian dengan suara lembut membuat Bi Rima terlonjak kaget.

"Tuan Brian.." kata Bryan pada Bi rima.

"Bisa bikinkan kopi Bi..?" tanya Brian membuat Bi Rima menatap tidak percaya namun di sudut hati yang paling dalam dirimu sangat bahagia Brian kembali seperti semula sifat yang lembut dan ramah pada siapapun termasuk pada dirinya yang telah mengasuhnya sejak kecil.

" tentu bisa Tuan, baik bibi akan buatkan tunggu sebentar." kata Bi Rima, senyum di pipinya tidak memudar.

"Antarkan keruang kerja Bi."kata Brian, pada Bi Rima.yang hanya diam. melihat sikap tuannya yang berubah seketika.

" Baik Tuan!" Setelah terdiam, Bi Rima seketika mengingat jika yang mengajaknya bicara adalah bosnya.

Brian,meninggalkan dapur, matanya yang tajam menelusuri sudut ruang rumahnya. sesuatu mengganjal dan Brian tau itu, berlahan namun pasti dia akan menemukan penghianatnya.

Setelah sampai di ruang kerja, Brian menatap foto Zahra yang dia ambil secara diam-diam saat pertama kali mereka bertemu. suara ketukan pintu menyadarkan dirinya dari lamunan.

"Tuan Brian.." Kata, salah satu pengawalnya.

"Robin!!!" teriak prian pada pengawalnya, sekaligus orang kepercayaannya.

"Tuan boleh saya masuk?" tanya salah satu pengawal kepada Brian, saat ini dirinya tengah berdiri di depan pintu ruang kerja Brian.

"Ada apa!?" tanya Brian dengan suara dingin. dan menatap orang kepercayaannya yang kini berdiri dihadapannya.

" Begini Tuan, apa Ben sedang menyelidiki pengirim amplop coklat itu?" tanya Rayan senior yang tidak lain adalah Robin yang bertanya dengan menundukkan kepalanya, tanpa berani menatap Rian.

"Apa maksudmu dengan amplop coklat !!??" tanya Brian dengan tatapan menyelidik Bagaimana Robin bisa mengetahui jika dirinya menerima amplop coklat sedangkan hanya asistennya yang mengetahui jika dirinya mendapatkan amplop coklat.

"Maksud saya....." ucapkan Robby terbata, artinya berputar otak secara mencari alasan yang tepat untuk dia katakan pada pria yang kini menatapnya penuh selidik.

"Pergilah Robin aku tidak mau membahas soal amplop itu, dan saya tidak peduli." kata Ryan, yakin jika penghianat yang ada dalam kediamannya.

"Baik Tuan saya akan pergi permisi..."kata Robin melangkah meninggalkan ruang kerja Rian.

"Hmm..." Robin keluar dari ruang kerja Brian, saat membuka pintu terlihat Bi Rima membawa nampan berisi kopi untuk Brian.

"Tuan kopinya "kata bi Mina pada Rian.

"Terima kasih Bi " Ucap Brian pada Bi Mina, yang sejak tadi terlihat senyum yang tidak pudar dari bibirnya.

"Sama-sama Tuan " Bi Rima melangkah keluar namun Brian menghentikan langkah Bi Rima.

"Tunggu Bi..." Kata Brian, menghentikan langkah Bi Rima.

"Ada apa Tuan?" Tanya bi, Rima pada Brian.

"Duduklah Bi ada yang mau aku tanyakan." Bi Rima mengikuti apa yang di katakan oleh Brian. Bi Rima duduk di sofa panjang yang berada di ruang kerja Brian.

"Bi sejauh mana Bibi dekat dengan Zahra selama disini Zahra hanya terlihat nyaman dengan bibi?" Bi Rima, yang terkejut mendengar, pertanyaan Brian yang tiba-tiba menanyakan Zahra membuat wajah Bi Rima menjadi sendu.

"Non Zahra adalah wanita yang baik Tuan, bahkan sangat baik. sedikitpun non Zahra tidak berfikir buruk terhadap orang lain, kaburnya non Zahra waktu itu, hanya karena rasa kecewa pada Tuan Brian. maaf Tuan saya sudah bersikap lancang pada Anda." kata Bi Rima, pada Brian.

"Tidak apa-apa Bi, katakan saja. tidak perlu sungkan padaku." Kata Brian, dan Bi Rima kembali melanjutkan ceritanya.

"Apa Tuan tau waktu non Zahra ngidam?" Tanya bi Rima, yang mendapat gelengan dari Brian.

"Apa Zahra minta yang aneh-aneh Bi?" tanya Brian antusias.

"Tidak terlalu Tuan, hanya saja...'' ucapan Bi Rima terhenti dan, kini menatap menatap wajah keinginan tahuan Brian.

"Apa Bi..?" Brian sangat antusias saat Bi Rima mengatakan jika Zahra menginginkan sesuatu yang tak biasa.

"Jika malam hari non Zahra memeluk baju Tuan Brian hingga pagi hari." kata Bi Rima, Brian yang mendengar perkataan Bi Rima tiba-tiba senyumnya mengembang namun tanpa terasa di sudut matanya bulir bening keluar dari matanya.

"Apakah Zahra melakukannya setiap malam Bi?" tanya Brian dengan perasaan bersalah pada Zahra.

"Iya Tuan.." Jawab Bi Rima.

"Baju apa yang biasa di peluk olehnya Bi?" Brian kembali bertanya pada Bi Rima, yang selama ini membantunya, dan menjadi sahabat istrinya.

"Kemeja Tuan yang berwarna putih, hanya kemeja itu yang selalu non Zahra peluk." kata Bi Rima. ingatannya kembali pada saat dirinya melihat bagaimana seorang Zahra yang, memeluk erat kemeja yang hingga saat ini berada di dalam lemari. tersimpan dengan baik oleh BI Rima.

"Baiklah Bi, terima kasih, Bibi bisa pergi sekarang." Kata Brian, pada Bi Rima.

" Bibi permisi Tuan." ucap bi Rima sebelum meninggalkan ruang kerja Brian.

"Iya Bi." Bi Rima berdiri dari duduknya baru berapa langkah Bi Rima membalikan tubuhnya.

"Tuan boleh Bibi katakan, saat kita menyadari perasaan kita disaat itu juga kita kehilangannya. dan tinggal rasa sesal yang tidak akan pernah ada ujungnya." Kata Bi Rima, dan kembali melanjutkan langkahnya.

"Aku tidak mencintainya Bi, tujuanku menikahinya hanya..." ucapannya terhenti dan menatap wajah wanita paruh baya yang kini menatapnya dengan tatapan rumit.

"Tuan, cinta tidak akan. terasa disaat dia masih ada disini dan kita menyia-nyiakan kehadirannya. namun saat ia pergi. baru kita sadari betapa berharganya orang yang kita sakiti hany karena dendam yang tidak seharusnya." Kata Bi, Rima pada Brian.

"Sudahlah Bi tinggalkan aku sendiri." setelah menghela nafas dalam-dalam, Bi Rima meninggalkan ruang kerja Brian.

Kepergian Bi Rima, meninggalkan rasa yang sesak dalam hatinya. dirinya tidak tahu saat ini. apakah dirinya mencintai Zahra atau hanya karena rada bersalah yang menghimpit dadanya. Brian merebahkan tubuhnya ke sofa panjang dan memejamkan matanya. bayangan wajah cantik Zahra dan ingatan saat dirinya berada di atas tubuh Zahra membuatnya tanpa sadar tersenyum. namun tiba-tiba dadanya terasa sesak saat mengingat jika Zahra tengah mengandung anaknya.