webnovel

Amerta

"Pergi dan gak usah kembali!" -Fabian Aziel Keenan "Jangan salahkan aku. Takdir yang mempertemukan kita kembali." -Michaella Krystalin Aphrodite Mereka bersama sejak kecil. Berbagi canda, tawa, suka, duka, dan tangis. Namun, karena suatu alasan, Ella harus pergi. Meninggalkan Biannya dan segala kenangannya di Indonesia. Hingga suatu hari, Ella kembali disaat semua yang telah ditinggalinya telah memiliki hidup yang baru. Setelah bertahun-tahun ia berjuang untuk dirinya sendiri, haruskah Ella kembali berjuang? Apakah ada yang menjamin kalau perjuangannya ini tak akan sia-sia? Yang pasti, semua janji itu akan menemani dalam rindunya.

chelendrawasih · วัยรุ่น
Not enough ratings
17 Chs

Semua janji itu yang akan menemani rinduku

"Mereka serasi banget, ya." Gadis itu memperlihatkan layar ponselnya, menunjukkan dua pasangan yang selalu menjadi hot news di sekolahnya.

"Banget! Yang satu most wanted, yang satu putri sekolah. Perfect banget gila."

"Huh, gw harap mereka beneran pacaran, bukan sahabatan doang."

"Hah? Mereka bukannya emang pacaran, ya?"

"Ngga lah. Langit yang bilang sendiri waktu itu. Lu tau kan Langit gak mungkin asal ngomong aja, dia gak suka bercanda."

Gadis itu menutup bukunya lalu meletakkannya kembali di rak. Senyum indah terpatri di wajahnya mengiringi langkahnya keluar dari perpustakaan dengan beberapa tumpuk buku di dekapannya. Tadi ia disuruh untuk meminjam beberapa buku di perpustakaan, karena jam istirahat tinggal beberapa menit lagi, ia pun memilih untuk menunggu bel berbunyi sambil membaca beberapa majalah yang tersusun rapi. Namun, niat membacanya itu teralihkan ketika mendengar tiga siswi yang membicarakan Bian dan Allya.

Jadi mereka ga pacaran? Berarti masih ada kesempatan untuknya.

~~~

"Ella bawa apa hari ini?"

Sudah 2 minggu Michaella bersekolah di sini dan bertanya seperti itu sudah menjadi tradisi sendiri bagi Kagendra ketika Michaella membuka kotak makannya.

"Sushi." Gadis itu memperlihatkan bekalnya. Terdapat beberapa sushi yang berisi sayur, kepiting, telur, dan sosis. Juga kecap asin dengan biji wijen sebagai pelengkapnya.

Tanpa diminta, Michaella segera menyumpit 3 sushi sekaligus lalu menaruhnya di tempat makan Kagendra.

"Mau juga.." rengek Dave sambil menyodorkan tutup kotak makannya. Michaella tersenyum. Ia pun menyumpit 3 sushi lalu menaruhnya di tutup kotak makan Dave.

Ia menawarkan kepada yang lain, namun mereka menolaknya. Bukan menolak atau tidak suka, mereka hanya tau diri melihat hanya tersisa 6 sushi di kotak makan gadis itu.

"Bian mau?"

Hening.

Keenam orang di meja makan itu menghentikan segala aktivitasnya. Michaella menatap mereka bingung. Apa ada yang salah dari ucapannya? Ia hanya menawari Bian sushi yang ia buat.

"E-eh,  kamu gak boleh panggil Ziel 'Bian' hehe.." ucap Allya mencoba mencairkan suasana.

"Emang kenapa?"

"Cuma orang kesayangannya dia doang yang boleh manggil 'Bian'. Sedangkan sampai sekarang kita gak tau siapa orangnya," sahut Babas.

Michaella mengangguk. Kemudian mereka mulai menyantap kembali makan siangnya yang sempat tertunda. Sudut bibir Michaella berkedut berusaha membuat senyuman, namun gadis itu menahannya dan berusaha untuk bersikap biasa saja.

"Oh, iya, Ella nanti mau ikut gak?" tanya Allya.

"Iya. Nanti pulang sekolah kita mau temenin Babas sama Ziel beli perlengkapan event bulan depan," sambung Dave.

"Ella ikut ya. Please, sekalian nemenin Allya. Kasian dia kalo pergi cewe sendiri. Ya, ya, ya?" bujuk Kagendra.

"Hmm, okay. Tapi pulangnya jangan malem-malem, ya."

Ting!

Bunyi notifikasi ponsel Ziel mengalihkan perhatian keenam anak remaja itu. Pemuda itu pun segera membuka roomchat kelasnya.

"Kelas gua jamkos."

"Hah? Yang bener lu, El?" tanya Kagendra memastikan

"Tanya aja Langit sama Babas." Kedua pemuda itu mengangguk setelah membaca roomchat kelasnya yang berisi pesan serupa yang dikatakan Ziel.

"Ih, enak banget. Kita nggak ada kabar apa-apa." Allya menunjukkan roomchat kelasnya yang sepi melalui benda pipih di genggamannya. Ia tertunduk lesu.

"Ya elah, Lya. Ikut aja, kayak gak pernah bolos aja lu." Allya mempertimbangkan ucapan Babas. Dave dan Kagendra menganggukkan kepalanya meminta Allya agar setuju, sedangkan Michaella hanya mengendikkan bahunya.

"Tapi ini kan baru istirahat pertama. Pulang sekolah masih lama."

"Hari ini kan penugasan. Gurunya jarang masuk kelas," ujar Michaella membuat Allya mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Ok. Kita ikut. Rooftop biasa kan?"

"Langsung gas beli perlengkapan aja lah. Biar pulangnya gak kemaleman juga sesuai request Ella."

Langit mengernyitkan dahinya mendengar ucapan Dave. "Masih jam sekolah. Kita pake seragam. Mana boleh masuk mall."

"Oh, c'mon, lu semua kan ada yang bawa hoodie, sweatshirt." sahut Kagendra.

"Okay. Nanti kumpul di belakang lapangan basket indoor."

Mereka mulai bangkit dari duduknya lalu menuju kelas masing-masing untuk mengambil tas.

"Dave, Gen, kalian duluan aja. Aku sama Ella mau ke toilet dulu."

Dave dan Kagendra mengangguk lalu mulai berjalan menuju lantai 1. Allya menarik tangan Michaella untuk menemaninya ke toilet.

"Kamu mau lepas? Gak mau double aja?" tanya Michaella ketika melihat Allya mulai melepas kancing kemeja putihnya.

"Kamu double apa lepas?" tanya Allya balik.

"Double." Michaella mulai memakai sweatshirt bewarna hitam dengan tulisan 'expectations' dan sablon bergambar wanita di belakangnya yang sedikit oversized di tubuhnya. Ia mengeluarkan kerah seragamnya. Gadis itu terlihat sangat stylish dengan pakaiannya sekarang. Apalagi rok kotak-kotak sekolah bewarna putih dan biru muda dan navy sebagai warna dasarnya.

"Ini style aku pas sekolah di Aussie. Sebenernya boleh pake baju bebas, tapi aku males mix and match nya. Ayo, coba."

10 menit kemudian mereka keluar dari toilet. Keadaan koridor sangat sepi karena kegiatan belajar mengajar sudah dimulai kembali. Mereka berjalan dengan waspada, takut bertemu guru yang mungkin saja telat masuk kelas. Akhirnya mereka sampai dan bergabung dengan kelima pemuda lainnya.

"Gua duluan." Kagendra mulai memanjat pagar belakang sekolah. Sepertinya ia sudah terbiasa melakukan itu, terbukti dengan beberapa detik kemudian ia sudah sampai dan duduk di tembok atas pagar.

"Aman."

Selanjutnya Ziel mulai memanjat lalu melompat ke bawah, membuat ia dan keempat remaja yang lainnya berpijak di tanah yang sama, hanya saja ada pagar hijau yang menjadi pembatas. Tak lama Dave dan Babas pun menyusul Ziel.

Allya mulai ikut memanjat. Ketika sampai di atas, Ziel segera memposisikan diri di bawah Allya. Alhasil, ketika Allya melompat Ziel dengan sigap segera menangkapnya.

Hal tersebut tak luput dari penglihatan Michaella. Apa ia boleh berharap kalau Bian akan menangkapnya juga seperti dia menangkap Allya?

"Ayo, Ella. Nanti keburu pak satpam dateng," ucap Langit.

Michaella menatap ragu pada pagar besi di hadapannya. Ia belum pernah melakukan ini. Setelah meyakinkan diri ia mulai memanjat pagar itu dibantu Langit yang memegangi pinggulnya. Ia sampai di atas, namun ia ragu untuk melompat.

Suara derap langkah yang mendekat membuat Michaella panik apalagi ketika melihat Langit dengan cepat memanjat menyusulnya.

"Lompat Ella, lompat!" seru yang lainnya.

"Ha? Aku–"

"Sorry Ella." Sebuah dorongan di punggungnya membuat gadis itu terdorong ke depan. Dave segera menangkap tubuh Michaella yang jatuh. Bersamaan dengan itu Kagendra dan Langit melompat lalu berlari menuju parkiran diikuti yang lainnya. Melihat Michaella yang terdiam, Dave segera menarik gadis itu untuk berlari menyusul yang lain.

Bukan Ziel yang menangkapnya. Tapi Ella bersyukur, masih ada Dave yang bersedia menangkapnya. Daripada tidak sama sekali, pastinya akan menjadi bencana untuknya.

Kelima pemuda itu berhasil mengeluarkan kendaraannya masing-masing dari parkiran sekolah setelah menyogok satpam yang menjaga dengan beberapa lembar uang bewarna merah. Dave menyodorkan helm dan jaketnya kepada Michaella.

"Buat nutupin itu." Dave melirik ke arah rok Michaella yang berada 2 centi di atas lutut

Michaella sempat melirik ke arah Allya yang memasuki mobil sedan bewarna putih, milik Ziel, sebelum akhirnya naik ke motor ninja Dave.

Brum! Brumm!

Suara deru motor hasil modifikasi Babas mengagetkan semuanya. Suaranya memang lebih kencang dan pastinya menarik perhatian semua orang. Mereka berdecak kesal, sedangkan Babas menyengir ketika menyadari kesalahannya.

"Matiin Bas! Lu nyalain pas udah di tikungan depan."

Allya menurunkan kaca mobilnya. "Selamat dorong motor Babas." ucap gadis itu dengan nada yang menjengkelkan menurut Babas.

Mereka pun mulai melaju keluar dari gerbang sekolah, meninggalkan Babas yang sedang mendorong motornya.

"Bye-bye Babas. Semangat!" seru Michaella sebelum hilang di balik tembok.

~~~

"Ayo, Langit!"

"Semangat Dave, Babas!"

"Ziel, kamu bisa!"

Suara berat dari mesin menandakan berakhirnya game. Jantung mereka berdetak kencang menunggu hasil poin yang akan ditampilkan sebentar lagi.

"YEAY ZIEL LANGIT MENANG!" seru Allya heboh.

Michaella mengerucutkan bibirnya. Selisih poin mereka hanya 2.

"Sorry.." ucap Dave dan Babas.

"Gapapa," balas Michaella dengan senyuman.

"Bye, Ella, aku yang menang. Boneka ini punya akuu."

Setelah berbelanja perlengkapan event bulan depan, mereka bermain di timezone. Michaella dan Allya tertarik untuk bermain claw machine, namun sayangnya koin Allya sudah habis. Jika ia membeli lagi akan memakan waktu yang lama karena antriannya panjang. Michaella pun menawarkan untuk memakai koinnya saja karena koinnya masih utuh. Setelah beberapa percobaan, akhirnya mereka mendapatkan boneka teddy bear bewarna coklat. Mereka berdebat tentang kepemilikan boneka itu, hingga akhirnya Kagendra memberi usul agar mereka bermain memasukkan paling banyak bola ke keranjang.

Bersamaan dengan itu Langit menawarkan agar dirinya dan Ziel saja yang mewakili Allya, sedangkan Dave dan Babas mewakili Michaella. Kagendra tidak ikut. Ia pergi entah kemana setelah kedua gadis itu menyetujuinya.

"Yuk, pulang!" Kagendra tiba-tiba datang dengan wajah sumringah.

"Dari mana lu?" tanya Langit.

"Biasa." Kagendra menunjukkan kertas kecil berisi beberapa nomor telepon.

"Ya ampun, Ndra. Tobat, hey!" Allya menggelengkan kepalanya tak percaya. Kemarin baru saja masuk BK karena salah dua dari puluhan pacarnya, sekarang mencari koleksi baru lagi.

"Kalian duluan aja ke parkiran," ucap Dave membuat langkah yang lainnya terhenti.

"Ok. Jangan lama-lama," balas Allya.

Dave mengangguk. Ia menarik tangan Michaella. Michaella yang terkejut hanya pasrah saja tangannya ditarik mengikuti langkah Dave. Gadis itu mengerutkan dahinya ketika mereka memasuki toko dengan banyak boneka di dalamnya.

"Bagus yang mana?"

"Ha?"

"Cari yang menurut lo bagus."

Michaella menuruti perkataan Dave. Ia memutari seisi toko dan pilihannya jatuh pada teddy bear bewarna beige berukuran besar dengan bulu yang halus.

Dave memberi kode pada pelayan toko itu untuk membungkusnya. Dave menerima kartu debitnya beserta bon setelah transaksi selesai. Mereka pun keluar dengan boneka teddy bear itu dekapan Michaella.

"Ini." Michaella menyerahkan boneka itu pada Dave namun ditolak.

"Itu buat lo."

"Ha?" Dave mengangguk meyakinkan Michaella. "Ih, kalo gitu tadi aku tunjuk yang kecil aja, ini kan mahal."

"Gakpapa. Oh iya, lo pulang bareng Ziel sama Allya. Di luar ujan, cuma Ziel yang bawa mobil," tutur Dave. Ia baru saja diberitahu Babas kalau di luar sedang hujan.

~~~

Mobil sedan bewarna putih itu berhenti di depan rumah berlantai dua yang terlihat minimalis. Seorang gadis keluar dari kursi penumpang dengan boneka teddy bear yang tak lepas dari dekapannya.

Ia merogoh saku roknya mencari sesuatu tapi tak kunjung ia dapatkan. Tak lama suara pintu mobil yang terbuka lalu menutup terdengar. Ziel keluar dari mobil, itu pun dengan terpaksa. Jika Allya tidak memaksanya, mana mau ia repot-repot keluar.

"Kuncinya gaada. Aku lupa," jujur Michaella.

Ziel menghela napas berat. "Kunci cadangan?"

"Ada di bawah pot itu. Aku ga nyampe." Michaella menunjuk pot tanaman hias di atas gapura di samping pagarnya.

Tak mau berlama-lama, Ziel pun segera mengangkat pot itu dan mengambil sebuah kunci bewarna perak. Ia memberikan kunci itu pada Michaella dengan hati-hati, meminimalisir kesempatan bersentuhan dengan gadis itu.

"Makasi,"

"Bian.." Suara itu terdengar lirih, namun mampu membuat Ziel yang sudah setengah jalan menuju mobil menghentikan langkahnya.

"Allya udah bilang untuk gak sebut kata itu. Lagipula lo siapa? Orang asing." Ziel mengatakan itu dengan nada rendahnya, tanpa berbalik badan.

"Ella tau Bian masih inget sama Ella karna Bian gak akan pernah bisa lupain Ella." Ziel membalikkan badannya. Ia menatap Michaella tajam.

"C'mon Bian. Ella tau Bian sebenernya kangen kan sama Ella. Bian masih sayang sama–"

"Lo gak tau apa-apa tentang gu–"

"Kalo Bian gak sayang sama Ella, kenapa Bian larang semua orang untuk manggil Bian dengan nama itu?" Ziel terdiam.

"Itu janji Bian ke Ella kalo Bian lupa. Selamat malam," ucap Michaella sebelum masuk ke rumahnya, meninggalkan Ziel yang mematung dan Allya yang sibuk dengan pikirannya tentang apa yang dibicarakan mereka.