Hari Minggu sudah berlalu, sekarang adalah hari senin, rasanya cepat sekali bukan untuk kembali belajar di sekolah?.
Berbeda dengan saka, saat ini dia masih berada di tempat tidurnya, masih berada di alam mimpinya. Sebelum ada yang membangunkan dirinya.
Dret! Dret!
Suara getaran Handphone membangun saka dari tidurnya, saka yang masih di ambang kesadarannya, meraba-raba meja yang berada di samping tempat tidurnya, tangannya lalu mengambil Handphonenya
saka mengucek matanya, lalu mencoba membuka matanya untuk melihat siapa yang menelepon di pagi buta ini!.
Saka menyipitkan matanya, nomor yang tidak kenal? Saka terlalu malas untuk mengangkatnya, dan langsung mematikan panggilannya, dan kembali tidur.
Dret dret dret!...
Handphone saka terus berbunyi, karena tidurnya terganggu terpaksa saka mengangkat panggilan itu.
Telfon!
|Halo saka, Saya menunggu kamu di depan pintu apa kamu masih tidur?|
|Hah?|
|Ini saya Evans, masih tidur kah?|
|Bentar gua bukain!|
|Saya tunggu!|
Sambungan terputus...
Saka mematikan sambungan teleponnya secara sepihak, sungguh kenapa tidur indahnya malah terganggu karena Evans?
"Itu orang ngapain dateng kesini, ganggu orang tidur aja!." Geruntuk saka, dengan terpaksa dia turun dari ranjang dan berjalan keluar untuk membuka pintu
Sesampainya di depan pintu, saka membuka pintu terlihat Evans yang sudah rapi dengan baju sekolahnya, sedangkan saka terus menguap karena masih mengantuk.
"Apa kamu baru bangun?." Tanya Evans, yang melihat saka terlihat masih acak-acakan khas orang baru bangun tidur
"Hmm lu ngapain dateng kesini mana masih pagi, kenapa?."
"Pagi, ini sudah pukul enam lewat dan sekolah akan di mulai sebentar lagi."
"Tau lah, gua masih ngantuk, lu aja pergi duluan."
Evans menghela nafas panjang lalu menarik tangan saka untuk masuk kedalam rumah, mungkin Evans bermaksud menyuruh saka mandi.
"Gak usah main tarik!." Saka langsung melepaskan genggaman Evans dengan kasar.
"Kamu sebaiknya mandi dulu, apa kamu tidak sekolah?." Ucap Evans
"Seterah gua lah, ngapain lu yang ngatur kalo gua pengen bolos emang kenapa." Memberi tatapan kekesalan pada Evans
"Saya ketua OSIS, tidak ada yang pernah membantah perintah saya kamu tahu itu!."
Saka mendengus kesal, beraninya Evans mengatur dirinya? Memang ada sangkut pautnya dengan jabatan OSIS.
"Jabatan OSIS lu itu untuk sekolah, sedangkan ini di rumah gua, emang lu ada hak buat ngatur gua?."
Evans terdiam terus menatap saka yang terlihat marah padanya, bagi Evans ini bukan dirinya entah apa yang terjadi akhir-akhir ini padanya, selalu saja tindakan dan pikirannya tidak sejalan.
"Sebelum lu pergi gua ngasih lu sesuatu, bentar!." Saka langsung masuk kedalam kamarnya dan keluar lagi membawa sesuatu di tangannya.
Saka menyerahkan barang itu pada Evans, yang di beri malah kebingungan.
"Apa ini?." Bingung Evans
"Lu buka!." Perintah saka sambil melipatkan kedua tangannya di dada
Evans menuruti perkataan saka lalu membuka koper kecil itu, dan ternyata itu berisi sejumlah uang.
"Itu uang jumlah seratus juta, sebagai tanda terimakasih gua ke lu karena, lu udah beliin gua Hp, membenarkan motor gua, dan juga mau ngerawat gua pas sakit."
Evans tidak terima dengan hal ini, dia malah menjatuhkan uang itu ke lantai.
"Kau pikir aku membutuhkan uang ini? Aku tidak mementingkan uang." Suara berat dan terkesan dingin itu keluar dari mulut Evans
"Ini kedua kalinya gua denger lu ngomong gini, setiap orang memiliki kepribadian bukan?." Ucap saka dengan menekan perkataannya
"Kau orang pertama yang berani berucap seperti ini!."
Evans melangkah maju mendekati saka, sedangkan saka masih tetap berada di tempatnya tanpa mundur selangkah pun.
"Oh terus?." Saka tersenyum miring, mengabaikan Evans yang terus mendekati dirinya.
"Dan aku suka itu!." Ujar Evans, sambil memegang dagu saka, terlihat jelas wajah saka dari dekat.
"Ck lu keturunan apa sih, makhluk aneh jenis apa lu?."
"Hmm menurut mu?." Evans benar-benar di uji kesabarannya dari saka.
"JADI ORANG GAK USAH KEBANYAKAN NGATUR PERSETAN!" Ketus saka, menepis tangan Evans kasar.
Entah apa terjadi Evans langsung mundur satu langkah, apa yang terjadi? Evans di kenal dengan sikap dinginnya, cuek, pemarah, keras kepala, kejam bisa secara refleks mundur karena sebuah bentakan?.
"Kan gua dah bilang ama lu pernah, URUSAN KITA SELESAI DAN ANGGEP INI GAK PERNAH ADA, LU PAHAM ITU!" Sentak Saka
"Maaf dan permisi!." Hanya tiga kata itu yang di ucapkan oleh Evans, dan langsung pergi dari rumah saka.
Terdengar derungan mobil pergi dari perkarangan rumah saka.
Saka memijit kepalanya denyutan itu benar-benar menyerang kepala saka, sakit itu yang di rasakan oleh saka, ini akibatnya jika kemarahannya tidak bisa di atur.
"Arghh sakit, Sialnya."
Brukkk!
Saka langsung pingsan dan tergeletak di lantai, hanya kegelapan lah di lihat saka disaat detik-detik dia pingsan.
Tok tok tok!
"Saka ini gua Raditya yok berangkat bareng." Tidak ada sahutan dari sang pemilik rumah
Raditya mencoba membuka kenop pintu yang ternyata pintunya tidak terkunci.
"Saka gua masuk ya?." Karena tidak ada sahutan, Raditya masuk kedalam rumah.
Pandangan pertama yang di lihat oleh Raditya, adalah Saka yang tergeletak tidak sadarkan diri di lantai.
"Saka lu kenapa?." Raditya menghampiri saka dan menggoyangkan badan saka, apa saka benar pingsan atau apa?
"Gawat, gua harus bawa dia ke rumah sakit dulu." Raditya langsung mengangkat tubuh saka, untungnya dia membawa mobil dan langsung saja dia membawa saka menuju rumah sakit.
Sedangkan di sekolahan, jam pelajaran pertama sudah di mulai.
"Ron itu si saka kemana ya, hari Sabtu dia dateng pagi bener lah sekarang hilang itu anak." Ujar Gara
"Lu kayak gak tau saka aja, mungkinkan dia bolos lagi." Timpal Ronal
"Bener juga, si saka kan jarang sekolah."
Obrolan gara dan ronal terhenti dengan kehadiran guru yang sudah siap untuk mengajar.
"Anak-anak hari ini saka tidak bisa sekolah karena dia di dapatkan pingsan di dalam rumahnya, dan yang memberitahukan adalah kakak kelas kalian yang bernama Raditya." Ucap sang guru
Hah?...
Para-para murid yang mendengarkan itu saling menatap satu sama lain, dan mulai ricuh menanyakan dan juga membicarakan soal saka yang pingsan.
"Buk kenapa saka bisa pingsan?." Tanya Gara sambil mengangkat satu tangannya
"Ibu juga tidak tahu pasti, tapi Raditya menjelaskan dia mendatangi rumah saka untuk mengajak berangkat sekolah bersama, karena tidak ada sahutan dari saka, Raditya nekat untuk masuk kedalam rumah saka dan melihat Saka sudah pingsan di dalam rumahnya." Jelas sang guru
"Si Raditya kakak kelas yang rumorkan, pintar dalam bidang pendidikan fisika itu kan?"
"Benar, apa mereka saling kenal?."
"Kenapa saka bisa pingsan ya?."
"Apa terjadi sesuatu pada saka?."
Begitulah pertanyaan para murid yang sekelas dengan saka, mereka mulai mempertanyakan bagaimana saka bisa pingsan, atau kenal dengan si Raditya.
"Sudah sudah, Kita doakan semoga saka tidak apa-apa, kita mulai pelajarannya silahkan kalian buka halaman empat puluh."
Para murid yang mendengar perintah dari gurunya, mulai mengalihkan pada pembelajaran yang dijelaskan.
"Si saka dia kenapa ya, kok bisalah dia pingsan." Bisik Gara
"Gua juga gak tau, kenapa lu nanya ke gua?" Sahut Ronal
Sedangkan seseorang yang langsung tahu akan berita saka yang di temukan pingsan di dalam rumahnya, merasa menyesal karena sudah meninggalkan saka.
"Sial kenapa tadi aku meninggalkannya, dasar kau bodoh!." Sambil mengacak-acak rambutnya frustasi
Evans menyalahkan dirinya, sungguh apa ini salah dirinya? Apa karena dia saka pingsan?.
Rasa kekhawatiran itu menggerogoti pikirannya, dan juga rasa kecewa hadir di benaknya, bodoh sekali!.