Saka memilih pakaian yang akan dia kenakan, di pikiran saka yang di pakai harus simpel, sesudah memilih stylenya saka menyisir rambutnya agar terlihat lebih rapi, dan lalu yang terakhir saka memakai sepatu.
"Nah simpel dan tidak terlalu mencolok!"
Style yang di gunakan saka, adalah baju kaos berwarna hitam dengan celana selutut ditambah memakai sepatu berwarna putih.
Kemudian saka keluar dari kamarnya, menuju ruang tamu dan melihat Evans sedang memainkan Handphonenya.
"Vans yok gua pengen ketemu ama motor kesayangan." Ujar saka
Evans menolehkan kepalanya, dan melihat Saka yang sudah rapi dengan style yang sangat menggoda bagi Evans, tapi emang laki-laki lebih suka berstyle yang simpel dan tidak terlalu ribet akan tetapi terlihat modis.
"Heh lu ngapain bengong, liat ini jam berapa." Saka memperlihatkan jam yang ada di Handphonenya
Jam 09:35
"Baiklah ayo kita keluar, jangan lupa kunci rumahnya." Ucap Evans memperingati
"Gua tahu ini aja rumah gua sendiri, bukan rumah lu juga." Cibir Saka, lalu ikut keluar dan tidak lupa menutup pintunya
"Kamu menggemaskan."
"Seterah lu dah, ehhh!." Saka kaget saat dia mengembalikan badannya, yang hampir saja menabrak Evans
"Lu ngapain di belakang gua, kaget gua bodo hampir jantung copot." Lanjut saka, sambil mengusap dadanya
"Maaf, saya mundur ini." Evans melangkah mundur
"Ngapain lu jalan mundur, jalan lurus ke depan." Saka memijit pelipisnya, sikap Evans benar-benar membuatnya kesal entah kenapa?
"Heh Maaf, ayo masuk ke mobil." Evans berjalan mendahului saka
"Perasaan mobil lu beda dari yang kemaren-maren, ini mobil Ferrari lu?."
"Ya memang kenapa?." Sahut Evans tanpa menoleh kebelakang
"Gak usahlah, gua mendingan jalan kaki."
Saka juga memiliki rasa kesopanan terhadap orang lain, walaupun dia di kenal dengan anak nakal.
Evans menatap saka sambil mengerutkan keningnya bingung?.
"Ada apa?."
"Gua gak enak hehe!." Saka menjawab dengan cengengesan sambil menggaruk tengkuknya
Evans yang mendengarkan ucapan saka itu, merasa geli ternyata saka bisa menjadi orang yang tidak enakan.
"Tidak perlu seperti itu, naik saja katanya ingin melihat motornya hm?"Ucap Evans dengan mengulas senyumnya.
"Bener gak apa-apa?." Ragu saka
"Saya pikir awalnya kamu orang yang cuek, tidak pedulian dan yah nakal juga, ternyata saya salah menilai kamu."
Saka berjalan kearah Evans lalu menepuk bahunya dan mulai berbicara.
"Jangan nilai orang dari apa yang anda dengar, tidak semua penilaian orang itu benar, ayo!." Saka menimpali perkataan Evans, lalu masuk kedalam mobil.
Evans tertegun sejenak dengan ucapan saka, mungkin dia harus lebih baik lagi menilai seseorang.
Lalu Evans menyusul masuk kedalam mobilnya, dan mulai menghidupkan mesin mobilnya melaju meninggalkan perkarangan rumah saka.
Secara singkat, sampailah mereka di sebuah cafe yang ternyata cafe itu saka kenal, bagaimana tidak ini cafe tempat dia bekerja, memang cafe itu cukup populer dan banyak kalangan yang berkunjung dan menikmati keindahan dari cafe itu.
"Lu bilang pengen nganterin gua buat ngambil motor, ngapain kita disini?."
"Bertemu seseorang."
"Hah?."
"Ayo keluar."
Evans dan saka keluar dari mobil, Saka melihat kearah Evans yang sedang memakai kacamata hitamnya.
"Lu ngapain segala pake kacamata, gak hilang juga itu kegantengan lu."
"Apa saya tampan?." Ujar Evans memastikan
"Ya lu tampan bak dewa Yunani kuno hahahaha!." Saka tertawa kecil mendengar pertanyaan Evans, seperti anak kecil saja.
"Dia tertawa?." Batin Evans kagum dengan tawa yang terdengar indah di telinganya.
Saka langsung memberhentikan tawanya, dan merubah mimik wajahnya menjadi datar dengan tatapan dingin ke depan.
"Ayo masuk, lu pengen makan gak?." Tanya saka dengan nada bicara seperti biasanya.
"Baiklah, apa saya boleh menemui seseorang disini?." Ikut berjalan beriringan dengan saka
"Emang apa hubungannya ama gua, Kan itu hak lu gua cuma pengen motor gua." Kata Saka, masih fokus ke depan jalannya.
Evans tidak menjawab ucapan dari saka, dia lebih memilih diam mungkin tiba-tiba saka tidak memiliki mood yang baik, apa dia mengajak saka ke tempat yang salah? Begitulah pikir dari Evans.
"Gua punya mood yang gampang berubah-ubah." Ujar saka, seakan tahu apa yang dipikirkan oleh Evans?.
"Begitu ya."
"Kau pintar menebak isi pikiran seseorang saka!" Batin Evans
Mereka berdua masuk kedalam cafe, dan mulai mencari tempat untuk mereka duduki.
"Disini saja bagaimana?." Evans yang memilih tempatnya.
Saka mengangguk untuk menanggapi pertanyaan Evans, lalu duduk dengan posisi berhadapan.
"Kamu ingin memesan apa?." Tawar Evans, melihat-lihat buku menunya.
"Gak minat gua." Balas Saka, mengalihkan pandangannya ke arah lainnya.
"Yakin?."
"Hmm!."
"Ehhh saka kamu sedang apa disini?." Tanya Lina
"Hah Kak Lina ada apa ya?." Saka bertanya kembali
"Lah kakak tanya kamu, kamu malah nanya balik."
"Ini cuma nganter temen hehe." Sambil menggaruk tengkuknya.
"Oh ini temen kamu?." Tanya Lina, sambil menatap kearah Evans
"Iya kak dia--"
"Evans!." Sambung Evans, dengan suara datarnya
"Oh kenalin saya Lina rekan kerja saka, salam kenal ya Evans." Lina menjulurkan tangannya untuk berjabat
Tapi Evans tidak membalas jabatan itu, dia lebih melihat-lihat buku menu, Lina yang di abaikan menjadi canggung sendiri.
"Biasa kak temen aku, memang sikapnya kayak gini."
"Oh yaudah kalian berdua ingin pesan apa?." Lina siap akan mencatat pesanannya, tapi langsung di cegah oleh Evans!.
"Tidak perlu, saya sepertinya kehabisan waktu untuk mengantar saka." Timpal Evans
Saka mengernyitkan dahinya, katanya ingin bertemu dengan seorang kenapa tiba-tiba ingin pergi?.
"Ayo kita pergi." Evans langsung menarik tangan saka keluar dari cafe.
Lina yang tidak mengerti hanya terdiam kaku di tempatnya.
"Lina kenapa bengong?."
"Hah oh Cika tidak ada."
"Tadi itu saka ya?."
"Iya sepertinya temannya begitu sibuk."
"Oh!."
Sedangkan keadaan saka dan Evans, mereka langsung masuk kedalam mobil, dengan Evans yang terlihat begitu kesal?.
"Woy bangsat lu ngapain main pergi dari cafe, katanya lu pengen ketemu ama orang?."
"Tidak jadi!."
"Kenapa gak jadi, memangnya ada masalah." Ucap saka
"Tidak ada."
"Yakin? Lu keliatan gak baik-baik aja."
"Tidak ada."
"Emang itu orang kenapa ngebatalin pertemuannya?."
"Tidak ada."
Evans terus fokus dengan menyetir mobilnya, entah kenapa perasaan Evans campur aduk, seperti ada rasa kecewa?.
Teman?
"Apa itu benar, ada yang aneh dengan diriku sepertinya ini akibat dari stres, atau hal lainnya?." Pikir Evans
"Woy lu mau ngajak gua mati hah, lu ngapain nyetirnya kagak bener anjir." Ujar saka yang kaget, karena hampir saja menumbur pejalan kaki.
"Maaf!." Hanya itu yang di ucapkan oleh Evans, lalu mengatur kecepatan mobilnya kembali.
"Lu kenapa sih?." Terlihat raut wajah kesal saka.
"Tidak ada."
"Gua tanya lu kenapa dari tadi?."
"Tidak ada!."
"Bisa gak selain kata 'tidak ada' yang lu ucapin, lama-lama gua emosi ama lu tau!."
"AKU SUDAH BILANG TIDAK ADA, KAU PAHAM ITU!." Bentak Evans
Evans langsung tersadar dari ucapannya tadi, apa saka akan marah padanya?.
"Saka." Belum sempat Evans menyelesaikan ucapannya langsung di sambung saka.
"Lu ngapain ngebentak gua hah, KALO LU KESEL KARENA GUA BILANG!."
Saka memarahi dirinya?, Evans benar-benar kaget dengan suara lantang saka yang masih menggema di gendang telinganya.
"Mau apa lu hah, berani bener lu ngebentak gua ya?." Saka langsung menjewer telinga Evans
Evans yang sedang menyetir menjadi tidak fokus, apa lagi telinganya jadi korban kemarahan dari seorang saka.
"Aduh sakit, saya minta maaf." Ringis Evans, memegang tangan saka yang sedang menjewer telinga kirinya.
"Nah tahu juga lu kesakitan, jadi orang kalok ada masalah cerita bukan di pendem." Ujar saka melepaskan jewerannya di telinga Evans.
"Ya saya minta maaf, jika saya ada salah."
"Ada salah masih ngelak gak salah?." Sarkas saka.
"Ya saya salah, saya sungguh minta karena sudah membentak kamu." Ucap Evans
"Udahlah, fokus ke jalan." Sahut saka, mengalihkan pandangannya keluar kaca mobil.
Beberapa saat akhirnya mereka sampai di sebuah bengkel yang begitu besar, saka awalnya tidak percaya bahwa motornya di benarkan di bengkel ternama.
"Selamat datang Tuan Evans." Ucapnya dengan membungkukkan badannya.
"Apa yang di perintahkan sudah selesai?." Ekspresi wajah Evans berubah menjadi datar, mata tajamnya terlihat menakutkan bagi siapapun yang menatapnya, tidak ada ulasan senyum di wajahnya.
Saka hanya terdiam, ekspresinya sama seperti Evans.
"Sudah, tolong bawa kemari."
"Baik bos, saya permisi dulu tuan²."
Saka dan Evans menunggu beberapa saat, sekali-kali bos pemilik bengkel berbincang sekedar untuk berbasa-basi, sedangkan Evans hanya menanggapinya dengan deheman.
"Ini tuan sesuai perintah."
Saka langsung menghampiri motornya, saka sungguh merindukan motor kesayangannya setelah beberapa hari, mungkin setelah ini dia akan balapan lagi.

Gambar motor saka
"Bagaimana apa kamu suka?." Tanya Evans
"Baguslah." Saka langsung menaiki motornya.
"Berapa biaya berbaikan motor saya ini."lanjut saka bertanya
"Ini sudah di bayar oleh tuan Evans!."
"Hah, bener lu Vans?." Tidak percaya dengan apa yang dia dengar.
"Ya sebaiknya kamu coba dulu."
"Wih mantep, sekali lagi makasih Vans." Ucap saka
"Tidak masalah, saya senang jika kamu senang." Balas Evans, dengan senyum kecilnya.