"Kenapa telat?" tanya Rio yang telah berdiri menunggu kedatangan Aura di depan pintu rumah sambil bersedekap.
"Makan dulu tadi sama Kak Leni," jawab Aura dengan menatap Rio.
"Jangan bawa-bawa Leni."
"Beneran Kak Yo! Gak percayaan banget sih sama Aura!" Aura langsung menerobos masuk membuat Rio sedikit terhuyung kebelakang.
Aura yang tau akan disidang oleh Rio mengurungkan niatnya yang ingin masuk ke dalam kamar. Ia pun duduk di sofa.
Rio langsung duduk di hadapan adiknya itu. "Kamu kenapa sekolah?" tanyanya dengan wajah serius.
"Emangnya ini zaman dulu? Perempuan gak boleh sekolah?" tanyanya balik. "Percuma dong R.A Kartini berjuang agar perempuan bisa sekolah."
"Besok kamu jadi pengacara aja ya?" titah Rio dengan kesal. "Bisa banget kamu kalo ngebantah omongan orang."
"Oke sip laksanakan," jawabnya dengan santai.
"Kenapa motor Mbak Nah kamu pake? Terus kamu tinggalin dia di pinggir jalan? Walaupun kamu ngasih dia uang lima puluh ribu. Tapi, gak sopan kamu ninggalin dia di pinggir jalan. Tau kamu?"
"O IYA!" Aura malah berteriak. "Untung Kak Yo kasih tau. Aura baru ingat ternyata uang Aura yang lima puluh ribu Aura kasih ke Mbak Nah." Ia langsung bernapas legah.
"Kita lagi gak bahas uang kamu Aura!" ucap Rio yang jengah dengan kelakuan adiknya. "Kak Yo nanya kenapa kamu ninggalin Mbak Nah? Kamu tau? Perbuatan kamu itu sama dengan nyuri. Kamu bisa aja dilaporin sama Mbak Nah ke polisi."
"Kan Aura cuma pinjem ke sekolah. Habisnya Kak Yo ninggalin Aura gitu aja. Aura 'kan mau sekolah."
"Emangnya kamu bangun jam berapa tadi?"
"Jam delapan? Eh jam setengah sembilan mungkin? Eh gak tau ah Aura gak liat jam."
Rio menggeleng. "Kamu aja bangun jam segitu, mana bisa kamu sekolah lagi."
Aura pun menatap Rio dengan protes. "Bisa kok. Buktinya Aura sekolah tadi. Tanya deh sama wali kelas Aura."
"Gak usah bawa-bawa Leni," larang Rio untuk kedua kalinya.
"Aura gak bawa Kak Leni. Aura anter kok tadi Kak Leni ke rumahnya," protesnya lagi.
"Iya deh iya serah kamu serah!" Rio benar-benar lelah menghadapi adiknya ini. Ia tak menyangka adiknya bisa semenyebalkan ini sekarang. Padahal dulu Aura adalah adik yang manis. Tapi semakin dewasa Aura malah menjadi pahit.
"Lain kali jangan di ulangin kejadian hari ini. Denger Aura?" tegas Rio yang memilih untuk mengakhiri menyidangi Aura.
"Iya Kak Yo. Aura kan dengerin Kak Yo dari tadi."
"Bagus." Rio beranjak dari duduknya. "Mana kunci motor Mbak Nah?" Aura pun memberikannya pada Rio. "Kak Yo mau anter motor Mbak Nah dulu. Kamu jaga rumah baik-baik ya?"
"Iya ... iya." Rio menutup pintu dari luar. Aura mengunci pintu rumahnya. Setelah itu ia memandangi sekeliling rumahnya yang membuat ia menghela napas karena merasa kesepian.
"Enaknya ngapain ya?" tanyanya pada diri sendiri. Ia langsung tersenyum saat mendapatkan sebuah ide. Dengan hati yang kembali riang ia berjalan dengan meloncat-loncat menuju kamarnya.
"GUEEEE CINTAAA JEJEEE!!!" teriaknya asal karena hanya lelaki itu yang berada dalam pikirannya saat ini.
+-+-+-+
Aura baru saja selesai mandi. Ia mematut dirinya di cermin. Setelah itu ia berjalan menuju tempat tidurnya. Sebelumnya diambilnya laptop lalu dihidupkannya. Setelah hidup ia menyambungkan laptop dengan koneksi internet.
Jarinya menari-nari di atas keyboard. Sebuah website social media yang cukup terkenal dan sudah lama ada, menjadi website pertama yang di bukanya.
"Kira-kira username-nya apa ya?" Aura mengetuk-ngetukkan jarinya ke dagunya sambil berpikir.
"Jeje yang celalu cuex?" tebaknya namun dengan cepat ia menggeleng. "Jeje si cuex?" tebaknya lagi. "Ih kok menjijikan gitu ya username-nya? Gak mungkin sealay itu. Jaman sekarang orang yang begono udah pada di tenggelamkan kayaknya."
Ia kembali berpikir. "Nama lengkap Jeje siapa ya kira-kira?" tanyanya mencoba mengingat-ingat. "Eh kayaknya si Boim gak ngasih tau nama lengkap Jeje deh waktu itu?" Aura mencoba mengingat kejadian sewaktu ia menanyai siapa nama Jeje kepada lelaki yang bernama Boim.
"Yah ... gagal stalking deh gue." Aura memanyunkan bibirnya dengan sebal.
Ia merubah posisinya untuk mencari ponsel canggihnya. Gadis yang masih memakai kimono itu hendak menelfon Ibe, karna Ibe adalah satu-satunya orang yang Aura kenal dekat dengan Jeje. Kemarin saja Ibe datang ke rumahnya bersama Jeje. Itu berarti menandakan bahwa Ibe cukup dekat dengan Jeje.
"Kok gue gak punya kontak si Ibe ya?" gumamnya yang mencari-cari kontak Ibe di ponselnya sedari tadi. "Ah ... sial banget gue. Mendingan gue ke rumah Jena ajalah." Tanpa pikir panjang ia langsung melempar ponselnya ke atas kasur lalu ia mencari baju untuk pergi ke rumah Jena.
Setelah siap Aura berjalan keluar kamarnya. Lalu berjalan menuju kamar Rio untuk mengambil kunci mobil Rio. Ia tersenyum senang memandangi kunci mobil Rio yang berada di tangannya.
Ia mengunci semua pintu rumah termasuk pintu pagar. Setelah itu Aura menjalankan mobil dengan pelan. "Yippy ... akhirnya bisa bawa mobil lagi!!!" serunya. Aura menginjak kopling beserta rem lalu ia mengganti gigi satu menjadi gigi dua setelah itu ia melepas rem dan menggantinya dengan menekan pedal gas dalam-dalam bersamaan dengan melepas kopling. "Wuahhh ...." soraknya saat mobil berjalan lebih cepat dari sebelumnya. "Gue keliling dulu ah sebelum ke rumah Jena. Anggap aja gue lagi test drive," kekehnya dengan senang.
Setelah puas berkeliling Aura akhirnya sampai di rumah Jena. Ia keluar dari mobil Rio dengan riang. Sebelumnya ia mengunci mobil terlebih dahulu lalu berjalan memasuki rumah Jena.
"JENAAA JENAAAA?" teriaknya. "JENAAAA JEEEENAAA MAIN YOOKK MAIN YOKKK?"
'Ceklek'
Pintu terbuka terlihatlah Jena dengan rambut yang acak-acakan dan masih memakai seragam sekolah. "Siapa?" tanya Jena dengan mata yang masih belum terbuka lebar. Ia menguap dengan tidak elitnya membuat siapa saja yang melihatnya akan menatapnya dengan jijik. Tetapi itu tidak akan terjadi dengan Aura, karena Aura akan menerima sahabatnya itu apa adanya bukan ada apanya.
"Apa benar ini rumahnya Jenahardiana Derinsyah?" tanya Aura dengan suara yang dibuat-buat seperti polisi yang ada di film-film. Jena yang tak menyadari karna matanya yang kembali terpejam dengan tubuh menyandar ke pintu hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Kami dari kepolisian—"
"HAH?!" Jena langsung berteriak kaget dan itu membuat Aura langsung tertawa dengan puas.
"HAHAHAA MAKANYA JEN MATA TUH DIBUKA!" teriaknya yang tak tahan melihat kelakuan sahabatnya yang sangat menggelikan. "Gue mau masuk ah." Aura langsung nyelonong masuk meninggalkan Jena yang menutup pintu rumahnya. "Nyokap bokap lo keluar kota lagi ya?" tanya Aura.
"Udah tau nanya," gumam Jena yang bergelung di atas sofa. "Lo ngapain sih ke sini? Ganggu boiang cantik gue aja."
Aura tersenyum misterius membuat Jena bergidik ngeri.