Selka sendiri saat ini masih duduk dengan kepalanya yang masih tertunduk. Akhirnya dia memutuskan untuk menceritakan masalah yang selama ini mengganggunya sampai saat ini kepada Zen.
"Aku dulu mempunyai seorang Kakak perempuan Zen" kata Selka.
"Benarkah? Lalu dia kemana?" tanya Zen mencoba mengikuti alur cerita dari Selka tersebut.
"Namanya Alice. Apakah kau tahu pria yang menolongmu saat kamu terluka?" tanya Selka.
"Eugeo kan?" jawab Zen.
"Ya. Dahulu mereka berdua merupakan teman yang sangat dekat hingga Kak Alice dibawa oleh ksatria integritas menuju kepusat kota" kata Selka.
Lalu dia perlahan – lahan menjelaskan kenangannya dengan Kakaknya Alice. Dia mulai menjelaskan kesehariannya, dimana Kakaknya dulu juga belajar tehnik suci disini hingga keseharian mereka berdua sebelum Alice dibawa pergi.
"Lalu apakah kamu mengetahui mengapa Alice dibawa pergi?" tanya Zen.
"A-Aku tidak tahu" kata Selka dengan air mata yang sudah turun dari matanya saat ini.
Melihat ini Zen lalu mulai menepuk kepala Selka mencoba untuk menenangkannya. Selka sendiri lalu mulai tenang dan melanjutkan ceritanya saat ini.
"Namun setelah itu, Eugeo bahkan mulai menghindariku dan beberapa penduduk desa juga mulai membandingkanku dengan Kakakku yang membuatku sedikit tidak senang akan perlakuan mereka tersebut" lanjut Selka.
Lalu setelah Selka menyelesaikan ceritanya, kamar itu menjadi sunyi dan hanya terdengar suara tepukan kepala yang mencoba menenangkan Selka yang masih meratapi kesedihannya itu.
"Terima kasih Zen, telah mendengarkan keluh kesahku" kata Selka yang akhirnya sudah mulai tenang dan merasa sebagian beban yang dialaminya saat ini mulai menghilang setelah menceritakannya kepada Zen.
"Sama – sama, bukankah itu gunanya teman, saling membantu satu sama lainnya" kata Zen.
Mendengar ini Selka hanya tersenyum dan kembali memeriksa luka Zen dan mulai mengeluarkan tehnik suci penyembuhannya untuk menyembuhkan luka Zen.
"Setelah dirimu sembuh, kamu akan kemana Zen?" tanya Selka.
"Mungkin aku akan keliling desa ini sejenak sambil memikirkan rencanaku selanjutnya" jawab Zen.
"Begitu ya, apakah kau mungkin akan meninggalkan desa ini Zen?" tanya Selka.
"Mungkin" jawab Zen singkat.
Jawaban itu mulai membuat Selka sedikit sedih, karena mungkin suatu saat Zen mungkin akan berpisah darinya. Selka saat ini mulai merasa nyaman dengan keberadaan Zen disini saat ini.
"Baiklah sudah selesai" kata Selka lalu kembali menutupi luka Zen yang tinggal sedikit menggunakan perban.
"Mungkin besok semua lukamu sudah sembuh Zen. Coba saja kekuatanku lebih tinggi lagi mungkin aku bisa menyembuhkanmu dengan cepat" kata Selka.
"Tidak apa – apa Selka. Aku sangat berterima kasih kepadamu karena merawatku selama ini" jawab Zen.
Mendengar ini Selka hanya tersenyum dan akhirnya mulai mengajak Zen untuk makan malam bersama dengan yang lainnya saat ini.
Zen akhirnya mulai mengikuti Selka menuju ruang makan dimana sudah berkumpul anak – anak dan beberapa suster yang bersiap untuk makan malam bersama ditempat ini. Suasana ditempat ini sangat hangat walaupun makanan mereka terbilang cukup sederhana.
Setelah selesai makan, semua orang yang tinggal ditempat ini mulai masuk kekamar mereka masing – masing untuk beristirahat. Zen sendiri saat ini sudah berada dikamarnya sambil berbaring dan membuat rencana apa yang harus dia lakukan selanjutnya.
"Apakah aku mengajak Eugeo kekota atau aku akan pergi kesana sendiri" gumam Zen.
Lalu Zen memikirkan sebuah rencana yang bagus dan mulai mengkonsultasikannya kepada Irene tentang rencananya tersebut. Zen mulai menjelaskan semua rencananya kepada Irene dan menunggu jawaban dari adiknya teersebut.
[Bolehkah Irene menambahkan sesuatu kedalam rencana Kakak?] tanya Irene.
"Tentu saja Irene" kata Zen.
Lalu Irene mulai menjelaskan rencananya kepada Zen. Zen saat ini mendengarkan rencana Irene tersebut dan mulai tersenyum karena rencana tersebut sangatlah bagus.
"Memang adik kesayanganku sangat bisa diandalkan" kata Zen setelah puas dengan rencana yang dikatakan Irene.
[Tentu saja, Irene akan selalu bersama Kakak] jawab Irene.
"Baiklah, mari kita memakai rencana kita Irene" kata Zen.
.
.
Keesokan harinya, setelah Zen selesai diobati oleh Selka dan lukanya sudah mulai sembuh, Zen akhirnya sekarang berada didepan pintu gerbang dimana dia tinggal saat ini dan sedang melihat sekitar karena dia bertujuan untuk menjelajahi desa ini.
Namun dia saat ini melihat seorang pria berambut pirang sedang jalan melewati tempatnya tinggal tersebut. Pria itu yang melihat Zen hanya berhenti sebentar dan mulai menyapanya.
"Halo.. apakah kamu sudah sembuh" kata pria itu.
"Ah.. apakah kamu Eugeo yang menyelamatkanku dan membawa diriku kesini?" tanya Zen.
"Benar. Tetapi aku tidak menyelamatkanmu, aku hanya membawamu kesini" kata Eugeo.
"Tetap saja, kalau begitu terima kasih telah membantuku sebelumnya" kata Zen.
"Sama - sama" jawab Eugeo.
"Lalu kamu mau pergi kemana?" tanya Zen.
"Aku kebetulan akan pergi bekerja. Aku saat ini sedang menuju pohon besar disana untuk menebangnya saat ini" balas Eugeo sambil menunjuk sebuah pohon besar yang berada di kejauhan.
"Benarkah, Apakah boleh aku mengikutimu kesana? Kebetulan aku ingin mengililingi desa ini" tanya Zen.
"Baiklah" jawab Eugeo.
"Kalau begitu bisakah kamu menungguku sebentar aku akan berpamitan kepada orang ditempat ini" kata Zen dan dibalas anggukan oleh Eugeo.
Lalu Zen mulai masuk kembali kedalam dan mencari Sister Azalia dan meminta izinnya untuk pergi bersama Eugeo. Setelah diberikan izin, Zen mulai beranjak dari tempat itu, namun dia bertemu dengan Selka.
"Kamu mau pergi kemana Zen?" tanya Selka.
"Ah.. aku akan pergi bersama Eugeo." jawab Zen.
"Apakah kamu akan pergi kepohon iblis?" tanya Selka kemudian dan dijawab anggukan oleh Zen.
"Kalau begitu berhati - hatilah" jawab Selka.
Zen lalu berjalan keluar dan menemui Eugeo dan langsung menuju ketempat sebuah pohon besar dimana dia bertugas untuk menebangnya.
"Kudengar kamu merupakan korban dari Vektor, Zen?" kata Eugeo disela - sela perjalanan mereka.
"Aku juga tidak tahu, namun aku terbangun dari hutan dengan ingatanku yang hilang" kata Zen.
"Menurut kisah beberapa orang juga bernasip sama sepertimu Zen. Mereka tiba – tiba saja terbangun disebuah hutan dengan ingatan yang hilang. Dan penyebabnya bisa dibilang dewa kegelalapan Vektor" kata Eugeo.
"Begitu yah" jawab Zen.
Lalu mereka berdua sampai disebuah gudang dimana Eugeo menyimpan peralatannya. Setelah masuk, Zen bisa melihat sebuah benda yang sedang ditutupi oleh kain dimana benda itu merupakan pedang yang ditemukan Eugeo.
Akhirnya mereka berdua sudah berada dipohon iblis itu dan mulai menebang pohon iblis tersebut secara bergantian. Saat giliran Zen, Zen mulai meraih kapaknya dan mencoba untuk mengaktifkan sword skillnya dan mulai menebas kearah pohon tersebut.
Namun karena pohon itu sangat keras, Zen mulai terpental kebelakang karena benturan kapaknya dengan pohon itu walaupun kapak yang digunakan Zen menancap pada pohon itu.
Eugeo sangat terkejut dengan apa yang dilihatnya. Dia sudah bertahun – tahun menebang pohon ini, namun Zen baru sekali menebas langsung mengurangi beberapa puluh HP pohon ini yang biasa dia lakukan selama beberapa bulan.
"Bagaiaman kamu melakukannya Zen?"