webnovel

BAB 19- MENJEMPUT ADIK TERCINTA

MENJEMPUT ADIK TERCINTA

Di kediaman Barra, pria yang sudah memasuki umur 21 tahun masih bertelanjang dada sembari bersembunyi dalam selimut. Seperti ada magnet yang tidak membiarkan ia terbangun.

Namun sayangnya alarm ponselnya berbunyi, dengan note yang sudah ia tulis 'jemput anak rese'. Barra yang kesadarannya tiba-tiba terkumpul, ia memicingkan mata dan mulai menggeliat mencari dimana sumber suara itu berasal.

Tangannya meraba-raba segela penjuru dari kanan ke kiri, atas ke bawah. Tak kunjung didapatkan, hingga Barra tersadar ada sesuatu yang mengganjal dibalik badannya. Betul saja, tangannya segera merogoh ke dalam, terdapat ponsel yang sedang ia cari. Tertindih tubuh Barra sendiri.

Barra segera mematikan alarmnya, lalu ia berusaha bangun dan mulai banyak menguap. Ia pun segera menelepon Karenina, untuk menanyakan apakah pesawatnya sudah landing.

'Tring, tring.'

Bunyi suara panggilan terhubung.

"Halo bang," sapa Karenina.

"Dimana?" tanya Barra.

"Sudah di bandara, cepat lah jemput aku!" rengek Karenina sembari menghentakkan kakinya.

"ASTAGA TUNGGU SEBENTAR!" jawab Barra berteriak.

Tanpa bermalas-malasan lagi, Barra segera membersihkan badannya. Setelah 10 menit selesai, ia bergegas memakai kemejanya dan turun menuju halaman depan. Tetapi disaat ia sedang berjalan sembari mengancing benik kerah tangannya, di meja makan Elvan memanggilnya.

"Barra, Barra sini papah mau bicara." panggil Elvan yang sedang mengoleskan selai ke atas roti.

Barra pun menghentikan langkahnya.

"Ada apa Pah? Barra buru-buru." jawab Barra.

"Papah minta tolong ya sama kamu, beri arahan yang benar kepada karyawan-karyawanmu jangan sampai kejadian yang papah alami kemarin dialami oleh customer. Itu sangat memalukan!"

"Iya Pah, tanpa papah beritahu juga Barra sudah melakukannya." balas Barra sembari melanjutkan langkahnya dan meninggalkan Elvan.

"Anak ini sedang diajak bicara main pergi aja." ketus Elvan.

Namun tak lama ponselnya berbunyi, terdapat panggilan masuk dari Karenina.

"Halo sayang, sudah sampai bandara?" tanya Elvan.

"Sudah pah, bang Barra mana sih pah? Rere tungguin ga datang-datang." protes Karenina kesal.

"Baru saja dia pergi, tunggu sebentar Re."

Setelah Elvan meminta Karenina untuk bersabar, Karenina hanya berdehem mengiyakan, lalu sambungan telepon pun terputus.

Barra sudah sampai di bandara, ia melajukan kendaraan dalam kecepatan tinggi. Agar adiknya tidak meneleponnya secara terus menerus, yang mengganggu fokusnya menyetir. Lalu ia parkir kan mobilnya tepat di depan pintu masuk dan keluar.

Barra baru saja ingin menelepon Karenina untuk memberitahunya bahwa ia sudah sampai, namun gadis yang ia cari sudah menerobos masuk ke dalam mobilnya dengan keadaan kesal. Barra dan Karenina masih terdiam satu sama lain, Barra hanya menatap sinis wajah adiknya dari samping.

Lalu ia membawa Karenina ke sebuah taman yang tak jauh dari rumahnya. Bukan Karenina jika tidak protes, pasalnya Barra tidak membawanya ke rumah.

"Ih Bang, kenapa kesini? Ayok lah pulang, Rere itu capek banget." ucap Karenina kesal.

"Kita ga turun kok, di mobil aja. Semilir kan anginnya? Sejuk, dan segar." jawab Barra sembari berpura-pura menghirup segarnya hembusan angin.

"Sudah lah Bang, lo mau apa? To the point, Rere mengantuk!" balas Karenina setengah berteriak.

Barra memutar posisi duduknya, lalu ia mulai menghidupkan mode serius. Manik matanya bagaikan elang yang sudah menatap tajam mangsanya.

"Ada yang lo sembunyiin dari gua. Apa itu?" ucap Barra mengintrogasi.

"Apa sih Bang, apa yang Rere sembunyiin. Ga ada." jawab Karenina dengan nada gemetar.

"Gua tunggu 3 detik, kalo lo ga jawab mending lo turun deh. Gua sibuk, masih banyak urusan di kantor." balas Barra dengan ancaman.

"Iya, gua mabuk gua main ke club bareng teman cowok gua. Puas lo." jawab Karenina ditengah rasa gelisahnya.

"Lo harus kena sidang papah."

Tanpa basa-basi Barra segera mengenakan sealtbelt, dan membanting setir berbalik arah menuju rumah. Sepanjang perjalanan Barra diam saja, sedangkan Karenina ia mulai gusar sembari menggigiti kukunya.

Dara baru saja selesai menyuapi Alvan dengan bubur bayi. Beruntungnya makanan yang ia buatkan, habis ludes tanpa tersisa. Dara berharap Alvan sudah kenyang dan tidak rewel ketika ia tinggal bekerja.

Ia segera menyuci peralatan makan Alvan yang telah ia pakai, lalu menyerahkan batita gemas ini kepada Abian, ayahnya.

"Alvan ayok kita temui papah." ajak Dara kepada Alvan, sembari berlari kecil menuju kamar Abian.

Dara pun mengetuk pintu, tetapi belum ada respons apapun. Ia kembali mengetuk pintu Abian tanpa jeda, tetap saja nihil. Alhasil Dara terpaksa membuka pintunya, dan manik matanya tertuju kepada pria yang masih tertidur di atas ranjangnya.

"Oh Tuhan! Apakah harus aku yang membangunkannya?" batin Dara gelisah.

Namun mau bagaimana lagi, ia terpaksa mendekat ke arah Abian. Dan mulai mengguncang-guncangkan tubuh pria itu. Tanpa menunggu lama Abian pun terbangun, tetapi ia menjerit karena terkejut. Bagaimana Dara telah duduk di samping ranjangnya, dan menatapnya kebingungan.

"Lo ngapain disini? Mana anak gua?!" teriak Abian sembari menjauhkan dirinya.

Bukan apa-apa, Abian takut menjadi salah paham jika ada seorang gadis yang memasuki kamarnya tanpa izin dari Abian.

"M-maaf Bang, Dara sudah selesai menyuapi Alvan. Ini waktunya Dara berangkat kerja. Babysitter Alvan belum datang, j-jadi Dara terpaksa masuk. Sudah Dara ketuk pintu tapi tidak ada jawaban. Maaf Bang," jawab Dara sambil membungkukkan badan.

"Huh, astaga." sahut Abian sembari mengusap kasar wajahnya. Ia pun segera mengambil alih Alvan dari Dara, dan mencoba menidurkan putranya itu.

"Ya sudah Bang, Dara pergi dulu." pamit Dara.

Abian hanya berdehem, dan meminta Dara untuk menutup pintu kamarnya kembali.

"Bisa-bisanya gua takut sama Dara. Mana mungkin ia berani macam-macam, dia juga bukan gadis nakal." ucap Abian monolog.

Beberapa menit kemudian Dara sudah sampai, ia segera turun dari angkutan umum dan bergegas menuju ruang kerjanya.

"Pagi," sapanya kepada rekan kerjanya.

"Pagi juga Dara." jawab rekan kerja Dara serentak.

"Eh Ra, lo kebagian menyapu dan mengepel ruang kerja pak Barra ya." ucap kakak senior.

"Baik Kak, hanya ruang kerja pak Barra saja?" tanya Dara memastikan.

"Semua lantai 3 ya. Semangat!" jawab kakak senior sembari mengedipkan matanya.

Dara hanya tersenyum, lalu ia segera mengambil peralatan menyapu dan mengepel. Ia memilih membersihkan ruang kerja Barra terlebih dulu. Sesampainya di lantai 3, Dara mulai mengetuk pintu, tetapi tidak ada sautan dari dalam. Dara pun mencoba memanggil Barra, tetap sama.

Mau tidak mau Dara terjang masuk, dan ternyata ruangannya kosong.

"Belum datang ya?" ucap Dara.

"Ya sudah kebetulan, aku bersihkan dulu sebelum ia datang. Nanti aku kena omel lagi karena masih kotor." tambahnya.

Di tengah membersihkan ruang kerja Barra, Dara baru tersadar ternyata disebelah ruangan Barra sudah ada seorang wanita yang sedang memperhatikannya. Karena pembatas ruang kerja Barra dengan wanita yang dianggap Dara misterius, ini hanya dengan kaca tipis yang tembus pandang.

Dara hanya membalas tatapan wanita itu dengan tersenyum, "siapa wanita cantik itu? Sejak kapan pak Barra membawa kekasihnya di dalam ruang kerjanya?" pikiran Dara bertanya-tanya.