webnovel

Menjadi Dekat

Daniel melepaskan tangan Marisa dari jaket miliknya. Ia menghitung sampai tiga untuk meninggalkan wanita tersebut. Bukannya Daniel tidak mau membantunya, tapi dia lebih pada ke hati-hati. Karena bagaimana pun juga mereka tidak saling mengenal dan sekarang dia ada di negara orang.

Siapa yang bisa sangka jika ternyata wanita ini adalah komplotan penjahat dengan kedok memohon belas kasihan? Apalagi alasannya tidak punya uang? Bagaimana bisa dia terbang sejauh ini kalau dia tidak punya uang?

Daniel melangkahkan kakinya dengan cepat meninggalkan Marisa dan berharap wanita itu akan berhenti mengikutinya. Tapi ternyata Marisa tak pantang menyerah. Dia justru semakin mempercepat langkahnya agar tidak kehilangan jejak laki-laki yang bisa menjadi penolongnya satu-satunya itu. Pemandangan ini jadi seperti anak ayam yang sedang mengekor induknya.

Karena kesal akhirnya Daniel menghentikan langkahnya dan mencoba bicara baik-baik pada Marisa. Karena siapa tahu wanita itu bisa mengerti dan berhenti mengikutinya.

"Dengar ya, aku menolong kamu, bukan berarti kamu bisa semena-mena ikut denganku. Apa kamu gak takut kalau aku berbuat jahat sama kamu? Bagaimanapun juga kita kan gak saling kenal," kata Daniel berhati-hati sambil melihat respon dari Marisa.

Tapi tiba-tiba hati Daniel menjadi tersentuh dan dia merasa iba ketika melihat mata Marisa yang mulai basah karena air matanya yang mau keluar.

"Aku lebih takut berada di sini sendirian. Aku gak bisa berbahasa korea dan aku juga gak bisa berbahasa inggris dengan benar. Kali ini saja tolong aku, kita kan sesama orang Indonesia, aku yakin kamu orang baik kok," ucap Marisa mencoba menjelaskan situasi menyedihkan yang dialaminya pada Daniel.

"Dan juga—" Marisa tidak melanjutkan kalimatnya membuat Daniel sedikit penasaran.

"Dan juga apa?"

"Dan juga—mantan pacarku membawa kabur semua uangku," tangis Marisa langsung pecah saat dengan terpaksa mulutnya harus kembali mengucapkan nama sang mantan kekasih yang bejat.

Daniel menjadi tak enak hati melihat wanita itu menangis di pinggir jalan seperti ini. Dia takut orang-orang akan mengira jika dirinya yang membuat wanita itu menangis. Akhirnya dengan berat hati Daniel menerima permintaan Marisa untuk ikut bersamanya. Dia juga merasa kasihan terhadap wanita tersebut karena sepertinya dari sorot mata Marisa tidak memancarkan kebohongan di dalam sana.

"Baiklah, kamu boleh ikut denganku. Tapi aku hanya akan tinggal di penginapan kecil jadi jangan protes kalau kamu masih ingin kembali ke Indonesia dengan selamat," kata Daniel sebelum akhirnya mereka melanjutkan perjalanan mencari sebuah penginapan sederhana.

Marisa hanya mengangguk dan menuruti apa kata penolongnya tersebut. Dia hanya perlu bertahan dengan pria ini sampai dia kembali ke Indonesia nanti.

*

Tak lama kemudian mereka sudah sampai di sebuah penginapan sederhana. Sebuah rumah tradisional dengan halaman yang luas.

Daniel tampak sedang berbicara dengan sang pemilik rumah yang sama sekali tidak dimegerti oleh Marisa. Dan setelah beberapa saat laki-laki itu membayar beberapa uang pada pemilik rumah dan mengajak Marisa untuk menuju kamar.

"Lalu kamarku di mana?" tanya Marisa setelah Daniel membuka sebuah pintu kamar yang tidak terlalu besar.

"Emangnya kamu punya uang buat sewa kamar?" Daniel balik bertanya pada Marisa tanpa memandangnya, dia sedang sibuk menata barang bawaanya yang tidak seberapa.

"Lantas kita harus satu kamar?" tanya Marisa lagi. Matanya membulat mendengar kalimat yang didengarnya dari laki-laki itu tadi.

"Sebelum berangkat ke sini aku sudah memperhitungkan semua kebutuhanku selama di sini, termasuk biaya penginapan. Jadi bertemu denganmu gak termasuk dalam agendaku," jawab Daniel. Kali ini dia memandang Marisa dengan senyum kejam.

Apa boleh buat terpaksa Marisa menuruti semua perkataan Daniel karena memang dia tidak berhak atas segala keputusan laki-laki itu. Apalagi dia hanya menumpang hidup padanya.

"Ini benar-benar memalukan dan menyebalkan!" gerutu Marisa dalam hati.

Daniel sedang bersiap tidur di atas tempat tidurnya yang terlihat empuk. Sementara Marisa masih melongo menatap laki-laki tersebut. Dia masih tak habis pikir, bagaimana bisa laki-laki itu tega membiarkan seorang wanita tidur di lantai hanya beralaskan selimut. Sedangkan dia seorang pria tidur di ranjang yang empuk dan hangat?

"Penampilannya benar-benar tidak sesuai dengan sifatnya yang kikir," batin Marisa.

"Kenapa? Memangnya kamu mau tidur di sebelahku?" goda Daniel. Dia menaikkan alis tebalnya dan menepuk-nepuk ruang kosong di ranjang sebelahnya.

Marisa menggeleng dengan cepat dan langsung berbaring menatap tembok dan memunggungi laki-laki itu. Setelah Marisa mulai terbiasa dengan tempat tidurnya, suasana menjadi hening di antara mereka. Hanya suara jam di dinding yang terdengar konsisten mengisi kekosongan kamar itu.

Tiba-tiba saja Daniel menyembulkan kepalanya ke bawah tempat tidurnya untuk melihat Marisa yang tidur di lantai.

"Apa kamu sudah tidur?" tanya Daniel.

Kiara yang hampir terpejam, kembali membuka matanya karena terkejut mendengar suara laki-laki itu.

"Belum." jawab Marisa singkat.

"Mau minum sebentar? Aku akan ke depan sebentar mencari cemilan dan minuman hangat untuk kita."

Marisa mengangguk tanda setuju.

Dalam hati Marisa berpikir, "Dia gak mungkin kabur dan meninggalkanku sendirian di sini kan?" Namun dengan cepat Marisa mengusir pikiran negatifnya tersebut.

Sementara Daniel pergi membeli minuman, Marisa membuka pintu geser yang berada di samping kamar. Perlahan dia keluar ke teras halaman rumah itu. Dia duduk di lantai dan memandang bintang malam yang ada di langit.

Marisa masih tidak percaya jalan hidup membawanya ke sini dan bertemu dengan pria asing bahkan berbagi kamar dengannya. Sudut matanya mulai basah lagi, namun bukan karena Daren yang mencampakannya. Tapi karena dia berpikir kenapa hidupnya begitu menyedihkan seperti ini.

Setelah beberapa lama akhirnya Daniel sampai dan langsung duduk di samping Marisa. Dia menyerahkan satu kaleng bir pada wanita itu. "Musim dingin sudah berakhir tapi cuaca malam ini masih terasa seperti di musim dingin," ujar Daniel pelan.

Malam semakin larut membuat Daniel dan Marisa justru semakin dekat dan mengenal satu sama lain. Mereka berbagi kisah cinta mereka yang sama-sama berakhir tragis. Bahkan Daniel menepuk-nepuk pundak Marisa saat wanita itu mulai menangis lagi karena kejadian yang menimpanya hari ini.

Sedangkan Marisa sendiri tidak mengira ternyata pria yang berada di sebelahnya kini perasaannya mungkin lebih sakit dibanding dengan dirinya. Bagaimana bisa kekasihnya yang selama tujuh tahun menjalin hubungan dengannya, tiba-tiba memutuskan untuk berpisah saat mereka sudah merencanakan pernikahan? Marisa benar-benar tidak habis pikir dengan wanita itu.

Beberapa kaleng minuman kosong tergeletak di sekitar Daniel dan Marisa. Mata mereka berdua setengah tertutup menandakan tingkat kesadaran mereka yang semakin menipis. Dan mulut mereka kini berucap asal karena sudah tak saling mendengar satu sama lain.

Sampai saat tiba-tiba saja Marisa meletakkan kedua tangan di pipinya dan mengoceh tidak jelas di hadapan Daniel dan menatapnya heran.

"Apa aku terlau jelek? Kenapa gak ada laki-laki yang mencintaiku dengan tulus?" tanya Marisa dengan suara yang terdengar seperti anak kecil.

Daniel yang masih setengah sadar menatap Marisa dan mendengar ocehan wanita itu lalu tersenyum karena melihat wanita yang baru ditemuinya hari ini terlihat begitu menggemaskan.

Tangan Marisa yang semula di pipinya kini berpindah menangkup pipi Daniel. Laki-laki itu membeku melihat wajah Marisa yang memerah.

"Kamu—kamu ganteng juga ternyata. Bahkan jauh lebih ganteng dari laki-laki brengsek itu!" Marisa mendaratkan kecupan pada bibir Daniel membuat laki-laki itu mengerjapkan matanya.

Dia tidak tahu harus berbuat apa pada wanita mabuk di depannya ini. Sementara tangan Marisa masih menahan kepala Daniel, sehingga membuat laki-laki tersebut dan bisa menggerakkan kepalanya.

Bayangan wajah Marisa tiba-tiba memudar dan berubah menjadi wajah Felice di mata Daniel. Laki-laki itu sempat menggelengkan wajahnya dan mengerjapkan kedua matanya untuk memastikan siapa yang dilihatnya sekarang.

Namun bayangan wajah Felice tidak pergi dan masih berada di sana. Hingga membuat Daniel dengan berani meraih leher Marisa dan mulai memagut lembut bibir ranum milik wanita itu. Bintang malam itu menjadi saksi mereka saling menikmati. Meskipun kenyataan yang ada mereka hanya saling kehilangan kesadaran.