webnovel

Chapter 31.

"Tangkap mereka!"

Sebuah ajakan yang terlontar dari mulut pria berbadan besar mengenakan jubah. Issac mengayunkan tongkat miliknya. Mengeluarkan aura yang cukup mencekam. Issac terus merunduk, melihat tongkat sihirnya diayunkan. Reynold menatap laki-laki berambut perak tatapan heran.

"Oi, ini tidak sesuai rencana kita!" gerutu Issac.

"Tahanlah sebentar lagi. Kita sedang mencari benda 'itu' bukan?"

"Ya tapi—"

Laki-laki berambut perak benci mengakui ini. Dia tidak memiliki pilihan lain kecuali mengikuti rencana Reynold. Dia mengayunkan tongkatnya. Diacungkan pada mereka. Roda gerigi berputar. Orang-orang berjubah merah sekitarnya menyerukan untuk keluar dari tempat ini panik. Tetapi, Reynold berbalik arah. Berniat menggenggam shotgun sampai keluar dari suatu tempat. Sementara itu, Issac berlari dari persembunyian. Menerjang para jubah merah. Laki-laki berambut perak melotot tajam, menggantinya tongkat sihir dengan tombak berelemen kegelapan. Reynold mengerutkan keningnya. Dia tidak tahu reaksi apa yang diperlihatkan ketika Profesor Read dan Profesor Tristan mengetahui hal ini. Serta, hanya Reynold satu-satunya yang tahu senjata miliknya. Shotgun diputar todongannya. Mengarah pada mereka. Kedua orang menghampiri Issac. Saat itulah, tarikan pelatuk diarahkan ke sana. Walau jaraknya cukup jauh, setidaknya pelurunya dapat menghentikan laju keduanya. Benar saja yang diperkirakan. Mereka berhenti bergerak. Ditusuk oleh laki-laki berambut perak. Dagu Issac diangkat, muncullah bentuk spiral di sekitar tombaknya.

"A—"

Belum selesai dia bicara, pusaran kegelapan menghancurkan tubuh mereka, terbelah jadi dua bagian. Darah bersimbah di mana-mana. Menghembuskan napas terakhir mereka. Saat itulah, telapak tangan, lengan, alas kaki hingga sekujur tubuhnya berlumuran berwarna hitam. Mengenakan baju zirah dengan aura intimidasi menakutkan. Reynold tersenyum tipis melihatnya. Baru kali ini, dia melihat pemandangan tidak biasa. Perisai yang digunakan mulai resonansi dengannya. Hentakan kaki sembari memasang kuda-kuda. Di dalam baju zirah, Issac melotot tajam pada mereka. Sekali melangkah, laki-laki berambut perak menerjang para jubah merah. Mereka langsung menjerit. Meminta tolong untuk selamatkan diri mereka.

Sementara itu, Maisie dan ketiga laki-laki terperangah melihatnya. Teman masa kecilnya itu menggeram disertai rahang giginya bergesekan.

"Sialan kau, Issac!"

"Apa-apaan kekuatan itu? Baru kali ini aku melihatnya," ucap Prince Elliot terperangah.

"Kita harus segera pergi. Dan melaporkan ini kepada Raja."

"Raja katamu? Tidak! Aku setuju Walter!" ucap Prince Elliot menyeruakan protesnya.

"Tapi kalau kita—"

Namun, ucapannya dipotong oleh Anton. Pisau belatinya dikeluarkan, ditodongkan ke leher Prince Walter. Sayangnya, dia tidak bergeming sama sekali dengan tindakan Anton. Sebaliknya, Prince Walter menoleh padanya. Mengeluarkan aura pembunuhnya hingga Anton bergedik ngeri.

"Jangan ikut campur, sampah!"

Anton berdecak lidah. Menghentikan aksinya dengan menutup bola matanya. Prince Walter melotot pada Maisie dan Prince Elliot, yang terlihat ketakutan.

Seakan-akan, mereka melihat sosok monster berbahaya dalam diri Issac. Tetapi, laki-laki berambut perak itu tidak peduli. Semakin dia tidak peduli, semakin pula tenggelam dalat lautan terdalam. Dalam pemikirannya, Issac terus menyelam tanpa henti. Gelembung-gelembung terus bergantian pecah. Tubuhnya begitu ringan. Perlahan tapi pasti, Issac mulai tenggelam dalam konsentrasi cukup tinggi. Sedangkan aslinya sedang menerjang segerombolan berjubah merah. Energi kegelapan hitam menggelembung, disertai kepulan asap hitam pekat. Kedua telapak tangannya ditadahkan. Mencengkram erat tombak hitam. Akan tetapi, jasad Andrew mengalami gemeteran. Bercampur baur dengan sesuatu yang di luar nalar manusia. Urat nadi berwarna biru mulai terlihat. Satu persatu begitu nampak. Reynold dan Issac menoleh ke samping kiri. Memosisikan diri untuk menyerang. Segerombolan berjubah merah menyerukan segera meninggalkan tempat ini.

"Kita pergi dari sini!"

"Lalu bagaimana dengan prosesinya?"

"Percuma saja kalau kita mati! Sekarang yang penting kita harus keluar hidup-hidup!"

Panik melanda di antara mereka. Issac melirik sejenak sebelum matanya kembali fokus. Tiecia yang ada di belakangnya, tersentak kaget dengan dua orang yang memilih melawan daripada pergi. Getaran demi getaran mulai menguat.

"Bersiaplah Reynold, Tiecia. Ini waktunya yang tepat untuk membuktikan diri."

"Maksudnya?"

Tiba-tiba, jasad Andrew bergoyang cukup dahsyat. Kursi yang didudukinya, merasakan dampaknya. Ikatan pada pergelangan kaki dan tangan perlahan mulai terlepas. Mengakibatkan situasi menjadi tidak terkendali. Baju zirah berwarna hitam yang dikenakan Issac, menerjang dan menusuk Andrew Webb. Dia tidak ingin makhluk yang ada di dalamnya menghancurkan sekelilingnya. Tusukan diarahkan ke jantung Andrew. Anehnya, tidak ada tanda-tanda darah bocor atau cipratan yang menempel pada bagian ujungnya. Issac mundur ke belakang. Beberapa langkah kedua kakinya sampai sejajar dengan Reynold. Tubuh Andrew tergepeng. Bunyi retakan tulang sangat keras, menghancurkan organ dalamnya hingga darahnya mengucur ke lantai. Sebuah bayangan muncul untuk memakan dua orang. Termasuk Andrew Webb dalam keadaan tidak bernyawa dan seorang pria berjubah merah sibuk membawa kotak berisikan jantung.

"Jangan bilang—"

Tiecia mengacungkan tongkat sihirnya. Mendorong ke belakang sembari mengaktifkan mantra sihirnya. Sayangnya, tidak berhasil. Sihir yang dihasilkan malah terpental dan menghancurkan atap di sana. Selain itu, seorang pria mengeluarkan sebilah pisau berisikan bahasa kuno. Rapalan demi rapalan telah dibaca. Kemudian, pisau itu ditodongkan tepat ke jantung orang itu. Kotak transparan itu menerima kucuran darah dari jantungnya. Pria itu mengalami batuk darah. Indera penglihatannya mulai mengabur. Menganggap peran untuk memanggil The Blind Angel Snake telah usai. Tubuhnya tersungkur, dihisaplah oleh bayangan itu. Kedua bola matanya itu memakannya hingga tulang tersisa. Reynold, Issac dan Tiecia terkejut dengan makhluk itu. Gadis berambut pirang tidak kuasa menahan rasa mualnya. Memuntahkan dari isi perut Tiecia. Issac berlari sambil mengayunkan tombaknya dari belakang.

"Tunggu, Issac!"

Laki-laki berambut perak berhenti sejenak. Seketika, jasadnya mulai menghilang. Dua orang beserta kotak transparan berisikan jantung. Issac berdecak lidah, membuang wajahnya karena gagal menghabisinya.

Di sisi lain, Tiecia merasakan detak jantungnya berdetak kencang secara tidak lazim. Gadis berambut pirang melirik sekelilingnya. Indera penglihatannya memudar sejenak. Tetapi, dia menepukkan kedua pipinya. Bersiap untuk berlari sekencang-kencang.

Issac berjalan melambat dari biasanya. Dia mendekati Tiecia, merangkul lengannya. Berjalan cepat seraya membiarkan Reynold mengambil alih perlindungannya. Bukan hanya itu saja. Sebuah botol berisikan kepulan asap dilemparkan ke belakang. Menimbulkan asap yang sangat tebal dan mengganggu penglihatannya.

"Ke mana perginya si brengsek itu? Cari mereka sampai ketemu!" bentak pria berbadan besar mengenakan jubah.

Sementara itu, Tiecia mencengkram bajunya. Terasa nyeri jantungnya sembari menggertakkan giginya. Sorotan kedua matanya merasakan getaran tidak biasa.

"Tiecia … Tiecia …"

Suara menggema terus memanggil Tiecia. Berulang kali gadis berambut pirang mencoba mengenyahkan pikiran tersebut. Sayangnya, cara tersebut tidaklah berhasil. Malahan, tubuhnya semakin terbebani. Reynold mengisi peluru yang dia punyai, mencoba mencari cara untuk keluar dari tempat tersebut. Hingga ada sebuah pintu berwarna coklat. Jarak di antara mereka tidak terlalu jauh. Reynold langsung keluar dari tempat persembunyian.

"Issac, bawa dia pergi dari sini."

"Bagaimana denganmu?"

Namun, respon yang didapat Reynold malah menyeringai. Pedang gergaji diayunkan ke permukaan lantai. Menarik perhatian mereka berupa memutar pedang gergaji ke belakang. Senyuman lebarnya ke kanan. Para pria berjubah terkejut mendengar suara decitan dari belakang. Tongkat sihirnya digenggam sangat kuat. Di saat Reynold berdiri tegap, Reynold melemparkan bom molotov ke depan. Suara pecahan kaca cukup nyaring.

"Kalian pasti penganut agama Dark Infinity kah? Ayo dong katakan!" sembur Reynold menyeringai.

"Berisik kau!"

Saat itulah, sebuah tembakan dari lengan kirinya. Tembakan berupa shotgun. Selongsong peluru berjatuhan di permukaan lantai. Tidak sabar menghajar mereka satu persatu.