webnovel

Kalau bima maupun, aku enggak keberatan

Rama menggeram, hentakan pinggulnya kian kuat. Napas hangatnya beberapa kali menerpa wajah Jenna yang bersimbah air mata di bawah tubuhnya yang berkeringat, laki-laki itu tidak bercanda ketika mengatakan Jenna harus memuaskannya.

“Haah..haah..” Laki-laki itu berusaha mengatur napas setelah pelepasannya datang beberapa saat lalu, biasanya Rama akan langsung memeluk tubuh Jenna tapi kali ini laki-laki itu langsung menggeser tubuhnya dan berpakaian. Rama bahkan sama sekali tidak melirik ke arah Jenna yang masih terisak dengan tangan terikat di atas kepala ranjang.

“Bantu Jenna membersihkan tubuh.” Ucap laki-laki itu dingin begitu berpapasan dengan bu Asih di depan pintu kamar. Rama sama sekali tidak peduli apa pelayan paruh baya tersebut mendengar perintahnya atau tidak karena laki-laki itu langsung bergegas memasuki salah satu ruangan di depan kamar yang di tempati oleh Jenna.

“Brengsek!” Makinya sembari menunju kaca lemari pajangan, emosinya masih belum juga surut.

“Kalau Bima maupun, aku enggak keberatan.”

Kata-kata itu kembali terngiang di telinga Rama yang sekarang sudah megap-megap menahan emosi, merasa tidak lagi bisa menahan diri laki-laki itu memilih mengancurkan ruangan tersebut dengan tangannya sendiri.

“Brengseng! Balas budia sialan!” Jerit laki-laki itu kemudian tanpa sadar terisak, untuk pertama kalinya Rama menangis sesegukan karena sorang perempuan selain ibunya.

“Bu Asih, Rama.. hiks.” Perempuan paruh baya itu bergerak cepat untuk menutup tubuh telanjang Jenna dengan selimut tebal. Pelayan tersebut juga dengan cepat melepaskan ikatan dasi di pergelagan tangan Jenna.

“Rama marah, dia..”

“Sstt.. ibu bantu kamu membersihkan tubuh sekarang.” Jenna menahan tangan bu Asih, perempuan itu terisak hebat begitu mencoba bercerita.

“Rama marah, marah besar. Aku harus gimana? Hiks.. aku harus gimana bu?” pelayan perempuan itu hanya bisa menghela napas kemudian menarik Jenna kedalam pelukannya.

Jenna masih sesegukan walau isakannya sudah mulai mereda, bu Asih berdehem sebentar sebelum memutuskan untuk menceritakan sesuatu kepada Jenna.

“Tuan Rama melakukan banyak hal untuk bisa membawa kamu ke sini Jenna, tuan Rama melakukan sabotase besar-besaran sampai tuan dan nyonya besar harus kembali ke Jepang malam itu juga. Satu minggu sebelumnya, tuan Rama membawa orang-orang yang beliau percaya ke rumah ini.”Bu Asih mengangguk kepada Jenna yang jelas sekali sangat tidak mempercayai ceritanya.

“Tuan Rama sendiri yang menyiapkan kamar ini untuk kamu, memastikan seluruh barang-barang kesukaan kamu ada di dalam kamar ini. Ibu sempet nanya, kenapa dia enggak bawa kamu dari sekarang aja kalau memang tuan Rama udah tau keberadaan kamu dimana.”

“Terus hiks.. Rama bilang apa?”

“Tuan Rama bilang belum waktunya.” Bu Asih menelen ludah dengan gugup ketika akan melanjutkan ceritanya.

“Ternyata tuan Rama nunggu tuan Bima lengah dulu.”

“Bi.. Bima.. kenapa?”

“Bisnisnya tiba-tiba aja bermasalah.” Jenna langsung merasa bulu kuduknya meremang seketika.

“Padahal tuan besar udah tau gimana perasaan tuan Rama ke kamu, tuan besar sama sekali enggak keberatan. Apalagi nyonya besar, udah sejak lamakan beliau memang mau kamu berjodoh dengan anak-anaknya.” Jenna masih mendengarkan cerita bu Asih dengan mulut terbuka, hilang sudah rasa semua tangisnya berganti dengan rasa ngeri yang tiba-tiba saja membuat sesak.

“Tapi tuan Bima juga enggak lagi mau mengalah Jenna, karena itu tuan Rama membawa kamu kesini. Awalnya kita semua akan kembali ke rumah besar setelah tuan Rama berhasil membuat kamu jatuh cinta, tapi setelah semua yang terjadi aku enggak yakin kita semua bisa kembali ke rumah utama.” Bisik bu Asih dengan lirih, sedangkan Jenna sudah menggigil ketakutan.