webnovel

2

Akan ada saat dimana kamu membutuhkanku dan merindukanku.

Tapi aku sudah tidak memperdulikannya lagi.

--

Anggi mendengus dongkol. Tangannya bergerak memungut sampah dedaunan yang ada di tepi lapangan. Tolong beri tepuk tangan yang meriah untuk Arya, ini semua karena ulah cowok itu. Berkat Arya, Anggi terlambat datang ke sekolah dan berakhir dengan hukuman dari pak Burham.

Anggi mengutip dedaunan kering yang jatuh, dengan malas ia masukkan ke dalam keranjang sampah yang ia bawa. Anggi beralih pada sampah berikutnya, sampah selanjutnya, sampah lagi, dan begitu seterusnya hingga pekarangan sekolah mereka bersih.

Pagi ini tidak begitu banyak murid yang datang terlambat. Mungkin hari ini etika para murid sedang bagus. Hanya ada sekitar lima orang, dan pak Burham yang disiplin mengawasi dari tepi lapangan.

"Telat, Bu Haji."

Suara berat mengganggu pendengaran Anggi. Ia menoleh dan mendapati Arkan berdiri di belakangnya dengan wajah konyol khas seorang Arkan.

Anggi mengehela napas. "Emang lo liat gue lagi apa?"

"Lagi dihukum karena telat. Sama dong kita," Arkan mengangkat keranjang sampah kecil bagiannya dengan penuh rasa bangga.

Anggi mendekat satu langkah pada Arkan. "Ini semua gara-gara sepupu kampret lo itu. Dia ninggalin gue dan pergi ke sekolah sendiri."

Arkan tertawa mengejek. "Uuuh kasihaan. Belum pacaran tapi udah ditinggalin. Cup, cup, cup sini biar Ayang Arkan peluk. Sini, Cinta."

Cukup! Emosi ini tidak baik untuk disimpan-simpan. Anggi mengambil langkah untuk semakin dekat dengan Arkan. Dia meniup poninya sebelum mengambil ancang-ancang untuk menendang Arkan.

Buk!

"Rasakan nih." 6

"Adaw!" teriak Arkan heboh. Satu tendangan baru saja menghajar tulang kering Arkan.

"Sekali lagi!" seru Anggi.

Buk!

"Alaamak, kejam banget ini cewek. Tolong, tolong!" Arkan berdesis kesakitan.

Buk!

"Kekerasan dalam rumah tangga," Arkan heboh sendiri.

Buk!

"Pak presiden, tolong saya!"

Buk!

"Pak Haji, Bu Haji saya dianiaya."

Buk!

"Tidaaak!"

Arkan lari terbirit-birit menjauhi Anggi. Bisa mati muda dia jika terlalu lama berdekatan dengan cewek itu. Percayalah, tingkah Anggi tidak selembut paras wajahnya. Kekuatannya lebih besar daripada seorang binaragawan. Anggi dapat menghancurkan satu kota hanya dengan tatapan mata saja. Oh tidak, itu terlalu berlebihan.

Mata Anggi tidak lepas dari Arkan yang kini melambai-lambaikan tangan padanya dari tepi lapangan. Sesekali cowok itu memeletkan lidah pada Anggi, seolah sedang mengejek bahwa Anggi tidak dapat mengejarnya.

"Semenyebalkannya Arya, Arkan jauh lebih menyebalkan lagi. Entah kenapa gue bisa kenal sama mereka? Sial, sial," desahnya frustasi.

Dalam hati Anggi menyalahkan kakeknya yang bersahabat dengan kakek dua sepupu itu. Kalau saja eyang Hadi tidak kenal dengan eyang Gus, pasti hidup Anggi tidak akan sesial ini.

Apalagi dua sepupu itu mau dijodohkan dengannya. Cuih, Anggi tidak akan mau. Jika Arkan dan Arya menolak, apalagi dia!

~o0o~

"Cinta, tungguin gue dong!"

Anggi mendengar suara seseorang dari belakangnya, diikuti juga dengan suara langkah kaki yang terdengar berlari. Ia tak mau repot-repot untuk menoleh, yang dipanggil cinta, bukan dirinya. Tapi anehnya yang berjalan di lorong kelas hanya dia sendiri.

Saat ini sudah masuk les kedua mata pelajaran. Harusnya sekarang Anggi mengikuti mata pelajaran Sosiologi di kelas IPS jika tidak datang terlambat.

"Cinta, tungguin dong!"

Tunggu dulu, sepertinya Anggi tidak asing dengan suara jelek ini. Ia mengehembuskan napas lelah, tanpa perlu menjadi cenayang Anggi tahu kalau suara yang sejak tadi berkoar-koar adalah suara Arkan.

Anggi menghentikan langkahnya. Ia berbalik dengan gerakan cepat dan menatap garang pada Arkan.

"Cinta? Cinta? Lo pikir gue pemain ada apa dengan cinta," ujar Anggi sebal.

Arkan cengengesan. "Itu panggilan sayang gue. Ya elaaah."

"Sok iya lu!"

Anggi berjalan terlebih dahulu menuju kelasnya meninggalkan Arkan. Tak mau ketinggalan Arkan mengekori Anggi dari belakang. Hingga mereka sampai di depan kelas yang berlebelkan IPS , kelas mereka. Sejak SD bahkan TK, Anggi selalu berada dikelas yang sama dengan dua sepupu itu.

Anggi tidak langsung memasuki kelas. Terlebih dahulu dia berhenti di balik dinding pintu kelas. Anggi mengambil napas sebelum berhadapan dengan bu Ayu yang sedang serius menjelaskan. Guru sosiologi itu terkenal dengan omelannya yang panjang kali lebar. Maklumlah guru IPS, pasti banyak cerita.

"Kok berhenti di situ, sih?! Ayo masuk."

Sret!

Dalam satu tarikan Arkan menarik tas ransel Anggi dan membawanya memasuki kelas.

"Pagi, Bu," sapa Arkan setelah mengetuk pintu kelas sekilas, lalu memasuki kelas begitu saja.

Ibu Ayu menatap garang pada Arkan dan Anggi, "Dari mana kalian?"

"Itu Bu, kita tadi dihukum sama pak Burham karena terlambat," jelas Anggi sopan.

"Permisi, Bu."

Arya tiba-tiba muncul dari balik pintu kelas. Dengan tenang dia memasuki kelas.

"Ketua kelas, tumben kamu terlambat?"

Kening Anggi mengkerut mendengar perkataan bu Ayu. Arya terlambat, bukannya tadi dia pergi terlebih dahulu dan meninggalkan Anggi sendiri. Arya menaiki mobil sementara Anggi naik angkutan umum. Tapi kenapa Anggi bisa duluan sampai?

Hahaha, Anggi tahu sekarang. Pasti cowok itu terkena sial di jalan. Ck, mungkin ini yang namanya karma. Siapa suruh ninggalin Anggi.

"Maaf Bu, tadi ban mobil saya bocor di jalan," jelas Arya pada bu Ayu.

"Mampus," ejek Anggi pelan.

Bu Ayu menghela napas. "Kalian ini. Kalian udah dihukum sama pak Burhan, kan?"

Ketiganya serempak mengangguk.

"Ya sudah, sana duduk! Tapi sebelum itu kumpul dulu LKS kalian yang jadi PR minggu kemarin," pintah bu Ayu. Serempak Anggi dan Arya merogoh tas masing-masing untuk mengambil LKS.

"LKS, Bu?!" ujar Arkan panik sendiri.

"Jangan bilang kamu tidak mengerjakam tugas, Arkan?!" tanya bu Ayu sakratis.

"U-udah dong, Bu! Tapi LKS saya ada sama Arya," Arkan tersenyum menyakinkan.

Arya membalas dengan senyuman miring, "Sejak kapan kita jadi sedekat itu sampai pinjam-pinjaman barang?" ujarnya kalem. Dengan gaya tidak peduli Arya meletakkan LKS-nya di atas meja lalu melenggang menuju kursinya.

Arkan mengumpat kesal melihat gaya sombong Arya padanya. Ck!

"Arkan, mana tugas kamu?" tuntut bu Ayu.

"Hah? Oh iya bu, LKS saya dipinjam Anggi. Iya, dipinjam sama Anggi. Balikin woi LKS gue," todong Arkan pada Anggi.

Anggi menyerahkan LKS miliknya. Dia berbalik menuju kursinya. Saat melewati Arkan ia berujar, "Maaf Anda siapa, ya? Nggak kenal!"

Arkan melotot, "Dasar!" desisnya.

Arkan menunduk sedih. Seluruh dunia seperti mengkhiatinya. Siapa saja, tolong bebaskan Arkan dari bu Ayu.

"Arkan," panggil bu Ayu dengan nada lembut. Namun entah mengapa suara lembut itu justru terdengar horror di telinga Arkan.

"I-iya, Bu?" sahut Arkan.

"PR kamu nggak selesai, kan?"

"Harusnya selesai, Bu. Tapi PR-nya nggak mau saya kerjain," Arkan mengelak.

"Lari keliling lapangan kamu!" pinta bu Ayu.

"Sekarang, Bu?" tanya Arkan dengan ekspresi bodoh.

"Besok!" seru bu Ayu sambil melotot.

Arkan menelan ludahnya. "Menurut saya bagusnya sekarang aja, Bu."

Detik itu juga Arkan lari dari kelasnya menuju lapangan sekolah.

"Sepuluh putaran, Arkan!" teriak bu Ayu.

"Siap, kapten," balas Arkan.