webnovel

1

Kenapa B dulu Baru C

Karena BERCANDA dulu baru CINTA

--

"Arya!"

"Arkan!"

Suara tua memenuhi setiap sudut rumah. Rumah berlantai dua dengan kesan mewah itu selalu heboh disetiap pagi. Arya dan Arkan, dua cucu pemilik rumah yang tak pernah akur adalah penyebab utamanya.

Eyang Gus mendengus dongkol. Panggilannya yang tidak pernah dibantah oleh para bawahannya di kantor diabaikan oleh kedua cucunya begitu saja.

"Arkan! Arya!" eyang Gus kembali berteriak dari bawah tangga rumah yang berbentuk menyerupai hampir setengah lingkaran.

Suara grasak-grusuk terdengar. Arkan turun dengan wajah tengil sambil bersiul-siul. Seragam SMA-nya terlihat awut-awutan dengan dua kancing atas yang terbuka hingga menampilkan kaos dalam Arkan yang berwarna putih.

"Pagi, Eyang," Arkan tersenyum konyol. Ia berdiri tepat di depan eyangnya yang kini menampilkan wajah galak.

Tangan eyang Gus bergerak menuju puncak kepala Arkan. Ia menghadiahkan sebuah jitakan pada kepala anak muda itu. "Kamu ini. Udah dipanggil dari tadi tapi nggak nongol-nongol."

"Nggak ada gunanya eyang nasehati orang tengil kayak dia. Masuk telinga kiri, keluar telinga kanan," suara Arya dari tangga terdengar. Cowok itu menuruni tangga rumah dengan tenang.

Jika Arkan bangga dengan seragam yang sembrawut, maka penampilan Arya berbalik sebanyak satu putaran. Cowok itu selalu rapi dan modis. Menunjukkan betapa berwibawa Arya.

Rambut Arya selalu ditata rapi dengan gaya yang kekinian, sementara Arkan hanya menyisir asal rambutnya. Sifat Arya yang selalu tenang dan bijak membuat guru tidak ragu untuk menjadikannya ketua kelas. Dan Arkan si tengil yang suka membuat heboh kelas.

Masyarakat SMA Panca Dharma tidak ada yang tidak mengenal duo sepupu ini. Tampan dan kaya membuat mereka selalu menjadi bintang dimanapun.

Satu hal yang perlu digaris bawahi dengan tebal, Arya dan Arkan tidak pernah satu pendapat. Dimana ada mereka, pastilah terjadi perdebatan antara keduanya.

"Eyang mau salah satu dari kalian ke rumah Anggi. Jemput dia dan berangkat ke sekolah bareng!" parintah eyang Gus.

"Aduuuh," Arkan bersorak. "Hampir aja lupa kalau hari ini piket. Duluan ya semuanya," Arkan ngacir begitu saja. Meninggalakan eyang Gus bersama Arya.

Mata eyang Gus beralih pada Arya. Pria tua itu menatap cucunya dengan penuh maksud. Eyang Gus memainkan alisnya.

"Hmmm, aku nggak mau jemput Anggi," ujar Arya to the point. Dia dapat membaca gelagat kakeknya. Tertulis jelas pada jidat eyang Gus kamu jemput Anggi, sekarang!

Eyang Gus mengangguk-angguk, kemudian berkata, "Oh gitu, ya? Kamu kemarin minta modal lima juta buat buka usaha bereng sama teman-teman kamu. Ahhh, kira-kira eyang punya uang nggak, ya?"

Arya mendengus. Licik sekali kakeknya ini. "Iya! Iya! Biar Arya yang jemput Anggi."

Hei, ini tidak semudah itu. Jangan percaya bahwa Arya akan benar-benar menjemput Anggi. Dia hanya perlu mengatakan iya, tapi tidak perlu melaksanakannya.

Jika eyang Gus bisa berpikir licik, kenapa Arya tidak?

"Kirim foto kalau kamu benar-benar ke rumah Anggi nanti. Baru dana lima juta bisa cair!"

Gagal! Sepertinya Arya tidak bisa mengelak lagi kali ini. Kakeknya memang sangat licik.

"Arya berangkat," dengus Arya dan berlalu pergi setelah menyalim tangan eyang Gus terlebih dahulu.

"Jangan coba-coba bohong Arya! Ingat, kamu harus foto bareng Anggi kalau sudah sampai rumahnya," peringat eyang Gus.

~o0o~

Arya mematikan mesin mobilnya. Dia memarkirkan mobilnya tepat di halaman rumah Anggi. Rumah keluarga Anggi hanya berjarak tiga rumah dari kediaman keluarga Arya. Well, mereka bertentangga sudah sejak puluhan tahun yang lalu.

Dengan gaya yang super keren, Arya turun dari dalam mobil. Ia merapikan seragamnya yang sedikit kusut, kemudian barulah Arya menhghampiri ayah dari Anggi yang kebetulan baru keluar dari rumah.

"Nak Arya," Dito -ayah Anggi- menyapa Arya dengan ramah. Lelaki itu sudah lengkap dengan stelan jas ala kantoran.

"Pagi, Om," sapa Arya basa-basi. Ia sedikit tersenyum, sedikit. "Aku disuruh eyang buat jemput Anggi. Kita bakal berangkat ke sekolah sama-sama," Arya menjelaskan kedatangannya.

"Waah, yang benar? Bagus kalau gitu. Hitung-hitung buat PDKT-an kalian. Mana tau jodoh Anggi itu kamu. Jadi rencana para kakek-kakek itu bisa terwujud," ujar Dito antusias.

Arya tersenyum canggung. Tak enak hati dengan sambutan yang diberikan Dito, padahal ia bersikap kurang sopan pada makan malam tiga hari yang lalu dengan menolak perjodohan itu.

Hei, ini bukan jaman batu sehingga harus ada acara jodoh-jodohan segala.

"Om lebih suka kamu sama Anggi. Daripada Arkan yang agak sembrono. Ah, tapi Arkan itu juga nggak buruk, Om yakin dia akan tumbuh jadi lelaki yang kuat. Siapapun jodoh Anggi, kalian harus kasih yang terbaik buat dia. Dia putri kesayangan, Om," Dito tersenyum khas seorang ayah.

"Oh iya Om, Angginya mana?"

"Eiiih, dasar kamu. Udah nggak sabar ya ketemu Anggi?" goda Dito. Dan hanya ditanggapi Arya dengan senyuma tipis.

"Nah itu dia," Dito menunjuk Anggi yang baru keluar dari rumah bersama sang ibu.

"Ada Nak Arya di sini," sambut Mila, ibu Anggi. Wanita karir itu juga sudah rapi dengan pakaian kerjanya. Ibu Anggi adalah seorang Akuntan pada salah satu perusahaan swasta.

"Hari ini Anggi berangkat bareng Arya," Dito menjelaskan terlebih dahulu.

"Apaan?! Nggak mau, ah!" tolak Anggi nyolot.

Arya mendengus.

"Kamu harus mau! Ayo Pa, kita berangkat," Mila menarik paksa suaminya untuk memasuki mobil. kuda besi milik orangtua Anggi melaju dengan kecepatan sedang keluar dari pekarangan rumah, tinggallah Anggi dan Arya.

Anggi melirik sinis pada Arya. Kenapa cowok yang satu ini ada di sini? Pagi indah Anggi rusak karena kedatangannya yang tidak diharapkan.

"Ngapain lo di sini?" tanya Anggi.

Bukannya menjawab, Arya justru menatapa Anggi dengan intens. Ia menyelami mata cewek itu dengan dalam. Langkahnya bergerak pelan namun pasti menuju Anggi.

"Mau apa lo?" tanya Anggi galak, sementara Arya terus mendekat.

Arya berdiri tepat di hadapan Anggi. Dia menempatkan kedua tangannya pada sisi kiri dan kanan bahu Anggi. Kemudian dia memutar tubuh cewek itu hingga membelakanginya. Dan greb, Arya melingkarkan tangannya disekitar leher Anggi.

Adengan ini mirip seperti drama Korea yang sering Anggi tonton. Dimana oppa tampan memeluk pemeran utama wanita dari belakang dengan penuh cinta.

Oh, jarak ini terlalu dekat. Tindakan Arya yang tiba-tiba membuat Anggi membatu.

Lingkaran tangan Arya semakin erat, terus mengerat, dan semakin-semakin erat. Anggi merasa tercekik dengan pelukan Arya.

Gila, ini bukan pelukan namanya. Tapi pencekikan. Anggi sampai terbatuk sambil berkata, "Woi lepas! Uhuk! Uhuk!"

Arya tertawa setan, ia mengunci leher Anggi semakin dalam. Lalu ia mengeluarkan ponselnya. Jari Arya bergerak menuju aplikasi kamera.

Satu.

Dua.

Tiga.

Cekrek.

"Berhasil!" seru Arya bangga. Setelah berhasil mengabadikan foto sesuai dengan pesanan eyang Gus barulah Arya melepaskan tangannya dari Anggi.

Anggi terbatuk-batuk. "Gila lo ya?! Lo mau ngebunuh gue?!" omelnya sambil mengusap lehernya yang memerah.

Arya tidak peduli dengan penderitaan Anggi. Dia sibuk mengutak-ngatik ponselnya untuk mengirim poto yang diminta kakeknya. Arya tersenyum senang ketika poto itu berhasil terkirim 2

"Lo ngapain sih di sini?! Buat pagi gue rusak aja," ujar Anggi sebal.

"Gue disuruh eyang buat jemput lo. Kita berangkat bareng ke sekolah," jawab Arya seraya menyimpan ponselnya ke dalam saku celananya.

"Ogah!" balas Anggi penuh penekanan.

"Oh, ya udah!" Dan dengan santai Arya melenggang memasuki mobilnya. Dapat Anggi rasakan angin bergerak ketika mobil Arya mulai bergerak dan meninggalkannya begitu saja.

Anggi melongo hebat.

Matanya tak lepas dari jalanan yang baru saja dilalui mobil Arya. Sepi. Angin berhembus meniup dedaunan.

"WOI KAMPRET, KENAPA LO NINGGALIN GUE?!" teriak Anggi heboh. Ia mencak-mencak di tempat.

"Seenggaknya lo paksa gue buat naik mobil lo!"

"Arya sialan!"

"Terus gue pergi ke sekolah sama siapa?!"

"Aryaaaa, lo harusnya peka tadi! Kenapa nggak maksa gue buat ikut kayak di drama-drama Korea. Huaaa, hidup memang nggak seindah drama Korea."

Dan pagi Anggi yang indah sungguh hancur.

Next chapter