Di tempat lain ….
Jerry Yan kalang kabut mencari alamat Bunga dengan mencarinya di laman sosial media milik Bunga. Sayangnya, pencariannya tidak ada hasil. Ia mulai resah dan gelisah. Akhirnya, ia baru ingat jika dirinya tahu di mana alamat rumah Lidia, sahabat Bunga.
"Benar saja! Bunga kan memiliki sahabat yang waktu itu memberikan nomor Bunga kepadaku," gumam Jerry Yan.
"Aku harus cari alamatnya!"
Setelah sekian menit, barulah Jerry Yan bisa menemukan alamat rumah Lidia berada. Beruntung saja rumahnya tidak jauh dari tempat tinggalnya. Segera Jerry Yan datang ke sana dan menanyakan tentang Bunga kepada Lidia.
***
Tok tok tok
Suara pintu di ketuk. Bahkan bel juga berkali-kali berbunyi. Membuat Lidia yang berada di rumah sendirian merasa ketakutan sendiri. Tapi, rasa penasaran tentang siapa yang bertamu selarut itu membuat Lidia tak bisa diam saja.
"Siapa orang yang bertamu di tengah-tengah hujan lebat seperti ini? Bahkan orang ingin beraktifitas saja, pasti akan malas karena badai dan petir ini," gumam Lidia.
Sebelum membuka pintu, untuk berjaga-jaga Lidia melihat dulu dari balik gorden. Memastikan siapa gerangan yang datang ke rumah. Ketika melihat wajah tampan Jerry Yan, membuat Lidia langsung membukakan pintu.
"Mau apa dia datang ke rumahku?"
Lidia pun membukakan pintu untuk Jerry Yan dan bertanya mengapa dirinya datang ke rumahnya. Rupanya, Jerry Yan mencari Bunga beserta alamat rumahnya. Awalnya Lidia tidak mau membocorkan informasi tentang alamat rumah Bunga. Namun, melihat kesungguhan Ganga dan pada diri Jerry Yan membuat Lidia luluh.
Meski belum lama mengenal siapa Jerry Yan, Lidia sudah tahu pasti dan bisa menebak jika Jerry Yan itu menyukai sahabatnya. Meski begitu, Lidia tidak mau sok tau dan ikuti alurnya saja.
"Yakin hanya tanya soal Bunga?" tanya Lidia memastikan. Jerry Yan menjawab dengan anggukan semangat. "Baiklah, kalau begitu silahkan masuk dulu. Kita bisa bicarakan di dalam," imbuh Lidia.
"Bisakah kita mengobrol di luar saja? Aku Aku tidak enak hati jika harus masuk ke rumah Mas ini sebuah komplek. Pasti bakal ada orang satpam yang keliling nantinya," sahut Jerry Yan.
Lidia terdiam.
"Boleh, duduk, gih. Bentar, ya--" Lidia mempersilahkan Jerry Yan duduk di kursi teras rumahnya. "Mbak, tolong buatin kopi satu. Bawa ke teras!" perintah Lidia kepada asisten rumah tangannya.
Dari pengamatan Lidya, Jerry Yang ini terlihat serius suka dengan sahabatnya. Tangannya tak bisa diam karena gelisah memikirkan Bunga. Lidya tidak tega jadinya jika harus menyembunyikan apapun tentang Bunga kepada pria itu.
Tak lama kemudian, asisten rumah tangga di rumah Lidya keluar membawakan secangkir kopi dan camilan. "Minum dulu, kak." ucap Lidya.
Jerry Yan hanya mengangguk.
"Sebenarnya ada hal penting apa yang membuat Kak Jerry datang ke sini? Bukankah rumah Kak Jerry ke rumahku itu ... juga sangat jauh?" tanya Lidya.
"Kamu tahu di mana rumah saya?" tanya Jerry seperti sedikit terkejut ketika Lidya mengetahui Di mana rumah Jerry Yan.
Mendengar pertanyaan itu membuat Lidya hanya tersenyum saja. Tidak perlu menjawabnya pasti Jerry Yan juga sudah paham apa yang dimaksud dengan senyuman dari Lidya.
"Lupakan saja. Aku datang kemari untuk menanyakan ... Aduh, gimana ya ngomongnya," kata-kata dari Jerry Yan terhenti. Dia terlihat seperti orang yang sedang bingung.
"Pasti tentang Bunga, ya?" tebak Lidya. "Dia pulang sudah beritahu kamu, kan, kak?" imbuhnya.
Rupanya Lidya pun juga bisa menebak apa yang dimaksudkan oleh kedatangan jarian ke rumahnya. Tidak ingin membuat kedatangan seorang pria yang tulus sedang menyukai sahabatnya, Lidya pun tanpa ragu lagi memberikan alamat rumah bunga yang ada di kampung halamannya.
"Kakak mau tau alamat rumah Bunga, atau pamannya yang berada di Jepang?" tanya Lidya.
"Lah, kenapa sampai ke Jepang pula? Bunga bukan orang asli Indonesia, kah?" tanya Jerry Yan sedikit terkejut.
"Besok bunga dan juga sepupu-sepupunya berangkat ke Jepang untuk liburan. Pamannya dipindahkan kerja di sana, jadi bunga dan sepupu-sepupunya itu, ya ... liburan ke sana juga," jelas Lidya.
"Alamatnya?" tanya Jerry Yan lagi.
"Buset, dia langsung gerak cepat. Apakah dia beneran serius dengan Bunga?" batin Lidya takjub. "Kakak mau nyusul ke Jepang?" lanjut Lidya.
Jerry Yan sibuk membaca alamat yang baru saja diberikan oleh Lidya. "Maybe," jawabnya.
"Jika iya, aku ikut, dong!" seru Lidya.
"Hah? Apa?" Jerry Yan terkejut untuk yang ke dua kalinya. "Ikut?"
Lidya mengangguk semangat. "Aku bayar sendiri, aku tidak merepotkan dan kebetulan aku juga sudah memiliki visa terbang ke sana," katanya.
"Lah, itu sudah punya persiapan. Kenapa kamu gak nyusul dan bareng saja terbang bersama dengan Bunga?" ujar Jerry Yan.
"Aku nggak ada teman untuk ke sana. Kak, boleh ya aku ikut--" Lidya merengek seperti bayi.
Meski awalnya Jerry Yan terus menolak, pada akhirnya pertahanan dari Lidya pun menang juga. Jerry Yan luluh dan menyetujui Lidya ikut bersamanya ke Jepang.
Sungguh memang sebuah takdir jika mereka berdua dipertemukan di Jepang. Beberapa hari lalu, Jerry Yan juga baru saja kembali dari Jepang dan berencana untuk ke sana lagi melakukan perjalanan bisnis. Membuatnya tidak repot lagi mengurus keperluan hendak berangkat ke sana.
Malam itu antara Jerry Yan dan juga Lidya memiliki kesepakatan untuk saling menguntungkan di Jepang. Lidya sendiri berjanji akan membantu Jerry Yan supaya bisa dekat dengan Bunga.
***
Di rumah Bunga.
Terlihat Rendy sedang duduk termenung di depan rumahnya. Ia ingin bercerita kepada saudara atau orang tuannya, mengenai gadis yang ia sukai. Namun, Rendy masih takut jika keinginan untuk ta'aruf dengan gadis itu tak direstui oleh orang tuannya.
"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh. Eh, kamu ngelamunin apa, sih, Bang Rendy?" sapa Bunga kepada adik rasa Abang itu.
Memang Bunga yang selalu ada untuk Rendy. Segera Rendy langsung mematikan layar ponselnya ketika Bunga duduk si sampingnya. Meskipun tidak duduk dengan dekat, Bunga mengetahui jika yang dipandangi oleh adik rasa Abang itu adalah seorang gadis memakai jilbab putih, berpose candid.
"Fotonya nyuri-nyuri, ya?" bisik Bunga.
"Mana ada!" jawab Rendy ketus.
"Jangan pacaran, cinta tak selamanya indah adek ...." Bunga menarik hidung Rendy karena gemas.
"Siapa yang pacaran! Nggak ada, loh, ya," jawab Rendy, menepis tangan Bunga.
"Halah, memangnya kamu bisa menyembunyikan perasaanmu atau hal apa gitu dariku? Memang bisa?" ledek Bunga.
Rendy pun menyerah. Memang hanya Bunga yang paham dengan isi hatinya. Meski tak sekandung, tapi keduanya se air susu, jadi pasti memiliki ikatan meski tidak sekuat ikatan antara Bunga dengan adik bungsunya.
"Ada apa?" tanya Bunga dengan lirih.
Rendy menggeleng. Dia masih enggan untuk bercerita kepada kakaknya tentang gadis yang ia takdir di sekolah.