Setelah memastikan semua persyaratan disepakati. Kami memilih untuk menunggu hingga festival dimulai.
Damar menambahkan dua kesepakatan, yaitu, melindungiku sampai manaku cukup untuk membuka skill yang dia mau dan tidak membawaku pergi saat aku selesai membuka skillnya. Bagastara sama sekali tidak keberatan dengan kesepakatan itu. Begitupula saat Andira meminta anak-anak untuk tidak dilibatkan.
Sejak awal kami memang tidak berniat melibatkan anak-anak. Sudah cukup berat melihat mereka harus beradaptasi dengan kekacauan dan kekerasan di usia sekecil itu, aku pasti sudah sangat gila jika melibatkan mereka. Usia mereka bahkan tidak lebih tua dari Rara.
Anak-anak mendekati Bagastara pelan-pelan. Mereka masih takut dengannya, tetapi Bagastara tidak begitu mempedulikan mereka. Bahkan dia lebih sering pergi dengan dalih mencari informasi. Memang informasi apa lagi yang dia mau?
Di sisi lain, Damar berada dalam perasaan kesal sejak kesepakatan itu. Meski begitu, dia tetap melakukannya.
Festival itu digelar dengan meriah. Akan tetapi, rasanya sangat menegangkan. Banyak orang yang berkumpul di alun-alun kota, tetapi rumah-rumah tertutup rapat. Hanya para Player yang datang dengan mata yang berkilat cemerlang. Pembukaan dari pertarungan festival perebutan title [King of Grassland].
Ada tiga orang yang berdiri di sana. Satu orang berambut keemasan dengan pakaian berwarna putih dengan semburat emas yang terlihat mahal. Kepalanya terangkat angkuh. Matanya memandang meremehkan. Meski tubuhnya tinggi, dia tidak begitu berisi.
"Itu Kenneth," bisik Andira di sebelahku.
Aku mencoba mengintip statusnya, tetapi dia terlalu jauh untuk kulihat. Kerumunan ini pun sungguh menganggu.
Ada juga seorang lelaki bertubuh besar yang membawa tombak raksasa berwarna emas. Dia membusungkan dada menikmati seluruh sorak sorai dari rekan-rekannya. Mereka ada banyak sekali dan terus bersorak dibalas oleh bagian lain dengan ejekan. Tanpa diberi tahu pun aku tahu itu Dimas. Berbanding terbalik dengan keroganan Kenneth yang tenang, kepercayaan diri Dimas terasa berapi-api.
Damar berkomentar di ujung lidah seolah dia tak ingin mengakuinya.
"Aku benci orang yang terlalu percaya diri, tetapi dia memang pantas untuk merasa begitu."
Satu orang terakhir dari para raja itu adalah seseorang dengan perawakan kecil yang tertutup tudung. Dia bahkan tidak menunjukkan satupun helai rambut atau pun mata. Di pinggangnya ada pedang panjang. Bila dilihat langsung begini, aku tidak bisa memastikan sekuat apa dia.
Sayangnya kami tidak bisa terlalu mendekat.
Kerumunan itu terbuka. Bagastara masuk dengan kesombongan yang sama.
Sebelumnya, kami sudah sepakat untuk membiarkan Bagastara yang muncul. Pada akhirnya, tidak ada yang tahu siapa raja lain kecuali seseorang memiliki skill yang sama denganku. Bagastara bahkan juga berasumsi raja dari daerah selatan pasti akan mengirimkan perwakilan.
'Siapa orang bodoh yang akan menunujukkan dirinya sendiri di muka umum untuk diburu?'
Ada dua orang bodoh kelewat sombong yang melakukannya.
Damar mencoba menarik kami mendekat, tetapi kami takkan bisa melakukannya. Terlalu beresiko. Akan tetapi, aku masih bisa mendengar Bagastara berbicara dengan nada yang ringan.
"Faiz tidak akan datang."
Mereka tidak perlu penjelasan lain. Kenneth mendengus. Suaranya terlalu jauh untuk kudengar. Dimas tertawa keras hingga tubuhnya bergetar dan satu orang terakhir hanya memperhatikan dalam diam.
Festival itu dimulai ketika shield berwarna putih berkilau muncul di sekitar kota. Shield itu akan menahan orang-orang yang ingin kabur atau menghalangi gangguan dari daerah luar. Mereka semua terperangkap dalam pertarungan kematian yang tak lucu ini.
Di atas sana, bersama dengan cahaya yang membutakan, sesosok makhluk tanpa wajah berwarna biru muncul. Suaranya seperti robot yang tidak bernyawa. Di atas makhluk itu, ada papan waktu hitung mundur selama 48 jam.
"Festival [King of Grassland] akan segera dimulai. Bunuh kandidat raja dan tittle itu akan menjadi milikmu. Bila tittle [King of Grassland] belum bersatu hingga waktu yang ditentukan. Kalian semua akan mati."
Ini makhluk benar-benar tidak berniat untuk menjelaskan peraturannya, ya?
Hanya dengan peraturan itu, orang-orang bersorak. Suara tabuh dan hentakan kaki terdengar dari mana-mana. Bahkan orang-orang menyumpah serapah akan membunuh orang lainnya.
Keadaan menjadi sangat kacau. Damar mencoba melindungiku dari orang-orang yang hendak bertarung satu sama lain dan Andira mengeluarkan skill [Shiel]nya.
Di depan sana, Dimas tertawa lebar dan mulai mengayunkan tombaknya. Tanpa ragu dia berlari menyongsong Bagastara yang menatapnya tenang sambil terus menyembunyikan tangan ke saku. Bayangan di bawah kakinya bergerak. Siap digunakan kapanpun.
Kenneh sendiri juga tidak diam saja. Dia menatap Kandidat Raja bertudung dan mengeluarkan cambuknya. Cambuk itu menggelegar seperti petir. Di sisi lain, Orang bertudung itu tidak gentar. Dia mengangkat wajahnya sedikit. Cambuk Kenneth menyerang ke arahnya.
Belum sempat semua serangan itu mendarat, cahaya tiba-tiba mengeliling kami dan pemandangan pun berubah. Tidak lebih tepatnya, kami dipindahkan.
Damar dan Andira menatap satu sama lain. Skill Andira telah aktif. Ini adalah gang yang sepi. Sorak sorai menghilang. Bahkan ratusan orang yang antusias lenyap tak tersisa. Padahal aku yakin sedang berdiri di tengah-tengah kekacauan orang yang ingin membunuh satu sama lain.
Apa yang terjadi?
Aku masih bisa melihat hitungan mundur dan makhluk biru yang hanya berdiri diam.
Bagastara berdiri dinding. Bayangannya kembali jatuh. Dengan tenang memproses keadaan.
"Mereka semua hilang."
"Apanya?"
Bagastara mengalihkan perhatiannya padaku.
"Orang-orang yang tidak terlibat dalam pertarungan kandidat ini menghilang. Orang-orang yang disebut NPC."
Damar mengangguk menyetujui. "Aku tidak bisa merasakan keberadaan mereka."
"Loh! Kalian bisa merasakan keberadaan orang lain?"
Damar mengabaikanku. "Meskipun mereka memiliki skill dan status, mereka tidak mendapatkan quest semacam ini."
"Lebih tepatnya, mereka tidak terlibat dalam fraksi manapun."
Bagastara menggeliat santai. Dia terlihat seperti kucing yang terlalu menikmati pertarungan ini.
"Yup. Ini lebih baik daripada yang kuperkirakan. Kukira hanya para Raja yang akan dipindahkan ke dimensi lain."
Mendengar itu, wajahku memucat.
"Lo nggak ngomong soal itu sama sekali."
Bagastara hanya tersenyum tidak peduli. Dia melompat turun ke sebelahku dan meraih bahuku lantas menyeretku bersamanya. Damar mencoba meraihku, tetapi melihat Bagastara tidak berniat melukaiku, aku memintanya berhenti dengan mengangkat tangan. Andira dengan patuh mengikuti di belakang.
"Masih ada 48 jam. Lebih baik kita makan. Toh tidak ada untungnya bertarung untuk pertama kali."
Damar menghela napas.
"Aku benci mengatakannya, tapi kamu benar."
Bagastara tersenyum. Dia menoleh ke belakang hendak memprovokasi Damar lagi, tapi aku menendang kakinya.
"Okay. Okay. Aku takkan melakukannya."
Tiba-tiba saja, suara dentuman terdengar. Aku tersentak kaget. Meski pun itu terdengar jauh, tapi aku tetap saja merasa was-was.
"Dan orang bodoh sedang membuang-buang energi," komentar Bagastara tidak peduli.
Dia berjalan semakin cepat dengan aku yang ikut terseret karena tangannya.
Dengan riang dia berkata, "Ayo kita makan!"