webnovel

31. Pasangan Kencan

Briella menggebrak meja yang menempel dengan kursi lipat itu dengan wajah murka hingga Vanessa melonjak kaget.

"Ada apa, El? Astaga! Kamu mengagetkanku!" seru Vanessa sambil mengusap-usap dadanya.

"Kesal! Kesal! KESAAALL!!" teriak Briella hingga beberapa orang mahasiswa menoleh ke arahnya, menatapnya penasaran.

Lalu Briella pun duduk di depan Vanessa dan menyambar bungkus coklat di tangan Vanessa. Ia mematahkannya sedikit dan memasukkannya ke dalam mulutnya dengan napas yang terengah-engah karena emosi.

"Sabar, El. Sabar," ujar Vanessa. "Tarik napas dalam-dalam dan ceritakan padaku. Apa yang sebenarnya terjadi?"

Briella mengunyah-ngunyah coklatnya sambil menarik dan menghembuskan napas dengan keras sementara Vanessa menarik kembali bungkus coklat itu dari tangan Briella.

"Aku mencoba untuk sabar dan bernapas," ucap Briella sambil menggeram.

"Apa semua ini ada hubungannya dengan Ben?"

"Jangan sebut nama itu!" teriak Briella.

Lagi-lagi, semua orang menatap Briella dengan wajah kesal. Lalu Vanessa menekan tangan Briella sambil melebarkan matanya.

"Ssssshh. Diamlah, El. Semua orang melihat kita terus sejak tadi," ucap Vanessa pelan.

Briella pun mengeluarkan botol minum dan meneguknya banyak-banyak. Tak berapa lama kemudian, dosen memasuki ruangan dan kuliah pun dimulai.

Briella terus menerus kesal, tapi ia sudah tidak menjerit-jerit lagi. Ia berusaha fokus pada sang dosen yang ternyata wajahnya agak mirip dengan Ben. Namun, wajah Ben jauh lebih … tampan.

Ah, Briella tidak mau mengingat wajah menyebalkan dan super berengsek itu lagi. Ia lebih baik fokus pada materi yang dijelaskan oleh dosennya itu hingga kepalanya sakit.

Selesai kuliah, Briella pun ingin segera pulang. Vanessa langsung menggamit lengannya dan mencecarnya.

"Kamu belum bercerita padaku apa yang sebenarnya terjadi? Apa kamu baik-baik saja? Aku jarang sekali melihatmu marah-marah. Ini pasti ada hubungannya dengan Ben. Iya kan? Apa yang terjadi? Katakan padaku!"

Briella menoleh pada sahabatnya yang berbicara seperti kereta api tanpa henti.

"Ya, semua ini karena si pria berengsek itu! Dia menyuruhku untuk mengerjakan tugas dari Pak Adrian! Apa dia sudah gila?!" seru Briella kesal. "Lebih baik aku belikan dia ponsel yang baru daripada menjadi budaknya! Seenaknya saja!"

Vanessa meringis. "Astaga! Aku pikir untuk apa dia menarikmu ke tempat yang sepi. Ternyata dia sengaja mau menyuruhmu melakukan tugasnya."

"Iya, Van! Dia menjadikanku budak! Dasar sialan!" umpat Briella.

"Ah, ya sudah. Kamu tidak usah mengerjakan tugasnya itu. Suruh saja dia kerjakan sendiri. Kalau dia protes, kamu tinggal lapor saja pada Pak Adrian. Beres kan."

Briella mengangguk. "Kamu benar. Jadi, aku biarkan saja ya. Itu kan salahnya sendiri. Untuk apa menyuruhku mengerjakan tugasnya? Huh!"

Lalu Briella pun masuk ke dalam mobil bersama Vanessa.

"Sekarang, kita harus ke butik," kata Vanessa.

"Oh ya! Aku hampir lupa!" Briella terkejut dengan kata-kata Vanessa. Ia masih belum mempersiapkan apa-apa untuk pesta prom itu.

"Sejak kemarin aku sudah bertanya padamu, tapi kamu malah berkata kalau kamu tidak niat untuk ikut prom itu."

Briella menyeringai. "Iya, sebenarnya aku akan pergi ke sana karena Patrick yang mengajakku."

"Jadi, kamu akan mengenakan gaun apa?"

Briella pun tersenyum. "Ayo kita ke butik!"

Seketika Briella merasa semangat jika ada hubungannya dengan belanja. Kemarin ini ia sudah membeli tas dan sepatu yang bagus. Ia akan memakainya saat pesta prom nanti.

Untuk gaunnya, Briella lebih suka mampir ke butiknya Lorenzo. Meski harganya agak mahal, tapi butik itu selalu memiliki gaun bagus yang sesuai dengan keinginan Briella.

Tiba di butik, sang pegawai langsung menyambut mereka dan mengarahkan Briella ke ruang privat. Kebetulan sekali, Lorenzo sedang tidak di tempatnya. Jadi, seorang pelayan yang membantu memilihkan gaun yang tepat untuk Briella.

Ia sedang bingung memilih antara gaun merah atau gaun biru muda. "Vanessa, kenapa kamu tidak mau ikut ke prom itu?" tanyanya.

"Aku?" Vanessa terkekeh. "Tidak ada yang mengundangku ke sana."

"Aku yang mengundangmu, Van."

"Tidak. Aku tidak mau menjadi gantungan baju di sana." Vanessa menggelengkan kepalanya.

"Hei, tidak ada yang menganggapmu gantungan baju," protes Briella.

"El, dengar. Tidak ada pria yang mengajakku ke sana. Lalu apa yang aku lakukan? Makan, lalu pulang? Tidak. Itu sangat memalukan."

"Memangnya kamu maunya bagaimana?"

"Setidaknya, aku ingin berkencan, lalu berdansa dengan seorang pria." Vanessa berubah murung. "Tapi tak ada satu pria pun yang mau mengajakku ke sana."

"Ya ampun, Vanessa." Briella menoleh pada sahabatnya dan memegang bahunya. "Apa sebaiknya aku tidak usah ikut ke acara prom itu?"

Vanessa balas menatap mata Briella secara bergantian. "Jangan, El. Ini kan masalahku, bukan masalahmu. Sudahlah, kamu pergi ke sana dengan Patrick dan buatlah semua orang terpukau dengan penampilanmu."

"Bagaimana jika kamu pergi dengan Jack?" usul Briella.

"Apa?! Tidak, tidak. Aku tidak mungkin pergi dengan om om. Kamu ini mengejekku ya?"

Briella terkekeh. "Hei, meski dia seorang om om, tapi dia itu sangat tampan dan awet muda. Kamu pasti akan bangga sekali menggamit lengan Jack."

"Bagaimana jika kita tukar pasangan? Kamu dengan Jack, lalu aku dengan Patrick," ucap Vanessa sambil mengangkat sebelah alisnya.

"Oke, kalau itu maumu. Kita tukar pasangan saja. Setuju?"

"Hei! Hei! Aku hanya bercanda, El!" Vanessa tertawa.

"Aku serius, Van. Aku akan menelepon Jack sekarang."

Briella langsung mengeluarkan ponsel dari tasnya, tapi Vanessa mencegahnya.

"Jangan, El! Aku hanya bercanda. Ayolah. Aku tidak mungkin merebut pasanganmu. Aku ini benar-benar hanya bercanda. Sudahlah. Tidak usah."

Briella berhasil melepaskan tangan Vanessa dan kemudian menekan layar ponselnya.

"Halo, Om. Ada di mana?"

"Halo, El," jawab Jack dengan suara yang tegang seperti biasa. "Aku sedang mengantar ibumu ke acara makan malam. Ada apa? Apa ada sesuatu yang terjadi? Kamu ada di mana? Biar aku ke sana sekarang."

"Eh, tidak ada apa-apa, Om. Aku hanya ingin meminta tolong sesuatu padamu."

"Apa yang bisa aku bantu? Katakanlah."

"Hmmm, apa kamu bisa menemaniku ke acara prom?" tanya Briella.

Vanessa langsung menutup wajahnya dengan kedua tangannya. "Gawat, gawat."

"Prom? Tentu saja. Aku akan menemanimu ke mana saja."

"Oke, kalau begitu. Siapkan setelan jas yang bagus ya. Oh ya, apa kamu bisa berdansa, Om?"

"Dansa? Apa maksudmu? Kamu ingin agar aku menjadi pasangan di acara prom itu?" tanya Jack dengan nada bingung.

"Ya, betul sekali. Ah, sudahlah kalaupun Om tidak bisa berdansa, kita bisa duduk di pinggir sambil makan-makan. Oke? Oh ya, Om. Kamu lebih suka warna merah atau biru muda?"

"Merah," jawab Jack singkat.

"Oke."

Briella pun langsung menutup teleponnya.