webnovel

18. Keluh Kesah Lisa

Ben mendesah. "Aku ingin serius menjalani hubungan denganmu, tapi aku juga tidak ingin menjadi pria berengsek penghancur hubungan rumah tanggamu, Lis."

Lisa kembali menatap Ben dan berkata dengan sebuah kesedihan yang mendalam, "Rumah tanggaku memang sudah hancur meskipun kamu tidak pernah hadir dalam hidupku!"

Ben menggelengkan kepalanya. "Tidak. Kamu sebenarnya baik-baik saja dengan suamimu."

"Tidak!" sanggah Lisa. "Aku dan suamiku tidak pernah sejalan. Orang tuaku menjodohkan kami dan dia tidak pernah menjadi suami yang baik untukku. Kami tidak pernah berpacaran sebelumnya, jadi aku tidak tahu jika dia memiliki sifat yang egois. Kami sudah terlalu banyak bertengkar dan kata-kata cerai itu sudah menjadi santapanku selama bertahun-tahun. Meski begitu, sampai saat ini, dia tidak pernah benar-benar menceraikanku."

"Lalu, apa menurutmu semua ini adil untuk suamimu dan Jim?" tanya Ben sambil menatap mata Lisa dalam-dalam.

Lisa menunduk sambil berkata, "Aku mencintaimu, Ben. Apa semua itu tidak cukup?"

"Katakan, kenapa kamu datang ke rumahku malam ini? Apa suami atau anakmu tidak akan mencarimu?"

Lisa mengangkat alisnya. "Aku baru saja bertengkar dengan suamiku. Jadi, dia mungkin tidak akan mencariku. Jim sudah tidur, semoga saja dia tidak akan mencariku sampai besok pagi."

Ben menautkan alisnya. "Hmmm, apa yang terjadi?"

Lisa mendecak kesal. "Edgar marah-marah karena aku tidak sempat memasak untuknya. Kebetulan hari ini aku baru saja pergi dengan teman-temanku. Aku sudah memberitahunya bahwa aku baru tiba di rumah sore hari. Sebenarnya, aku sudah membeli masakan dari restoran, tapi begitu dia pulang kerja, dia langsung marah-marah."

"Mungkin dia lebih suka kamu memasak untuknya," sahut Ben.

"Ya! Tapi aku kan bukan wanita seperti itu! Aku juga manusia yang butuh waktu untuk diri sendiri! Aku tidak mungkin dua puluh empat jam menjadi ibu rumah tangga. Kamu tahu, selama ini aku telah berjuta-juta kali memintanya untuk mengizinkanku untuk bekerja lagi. Namun, apa hasilnya? Dia malah merendahkanku!

"Dia bilang kalau aku hanyalah seorang ibu rumah tangga, jadi aku tidak perlu bekerja." Lisa mendesah. "Aku tahu kalau penghasilannya cukup dan bahkan berlebih. Tapi aku juga ingin memiliki penghasilanku sendiri. Aku stress mengurus Jim terus menerus."

Ben mengangguk. "Ya, setidaknya, kamu kan masih ada suster yang membantu mengurus Jim."

"Ya! Tidak hanya itu! Aku juga butuh bertemu dengan teman-temanku!" seru Lisa dengan nada yang kesal.

"Ya, aku mengerti."

Untuk saat ini, Ben hanya bisa menjadi pendengar yang setia. Ia paham jika Lisa stress diam terus di rumah sambil mengasuh anaknya. Lisa lebih suka pergi keluar bersama teman-temannya dan bersenang-senang.

Tentu saja, tidak ada wanita yang tidak suka bersenang-senang apalagi selama di rumahnya, wanita itu terus menerus bertengkar dengan suaminya karena hal sepele yang tidak masuk akal.

"Edgar kesal karena aku tidak memasak untuknya. Hanya karena itu dia memaki-makiku dengan kata-kata kasar. Dia bahkan membawa nama ibuku karena telah salah mendidikku! Bukankah itu keterlaluan?! Aku dibesarkan di keluarga yang bahagia dan bebas dari tekanan. Ibuku bisa memasak dan mengajariku cara memasak yang baik dan benar.

"Namun, apa salahnya jika aku pergi sesekali? Alasan Edgar marah-marah sungguh membuatku sakit hati. Lihat saja! Aku tidak akan memasak lagi untuknya! Jika dia mau, dia harus meminta dengan baik-baik dan bukannya mengata-ngataiku dengan mulutnya yang kotor!"

Ben tersenyum. "Sabar, Lis. Aku ambilkan lagi minum ya."

Lalu ia pun mengisi ulang gelas minum itu dan menyerahkannya pada Lisa. Segera saja Lisa menghabiskan minumannya. Setelah itu, ia menyandarkan tubuhnya di atas sofa sambil mencebik. Ben paham jika saat ini Lisa benar-benar membutuhkan perhatiannya.

"Sini, aku pijat ya," ucap Ben yang tampak seperti seorang adik yang sedang memanjakan kakak kesayangannya.

Tentu saja, usia Lisa jauh lebih tua darinya. Itulah yang membuat Ben menyukainya. Ia suka wanita yang lebih dewasa meski sering kali sikap Lisa seperti anak kecil.

Wanita itu manja dan cemburuan. Padahal semua sikap itu sama sekali tidak perlu. Walaupun mereka kerap kali bersikap seperti sepasang kekasih, tapi status mereka sama sekali tidak bisa disebut seperti itu.

Lisa adalah istrinya Edgar, dan lagi ia sudah memiliki seorang putra. Ben hanya akan memanjakan Lisa dan melakukan apa pun yang wanita itu inginkan darinya, asalkan bukan satu; menikahinya. Ben tak akan sanggup menikah dengan istri orang lain.

Meski seperti yang Lisa katakan tadi bahwa ia akan bercerai dengan Edgar, tapi Ben tetap tidak akan menjalin rumah tangga dengan wanita itu. Rasa sayangnya hanya sebatas seorang pria pada wanita. Itu saja.

Jika ditanya, apa sebenarnya yang Ben pikirkan saat berhubungan dengan Lisa? Ben pun tidak tahu. Ia hanya menyukai Lisa dan menikmati setiap inchi dari tubuhnya yang molek. Meski sudah pernah melahirkan satu kali, tapi Lisa terasa begitu ketat dan nikmat.

Ben sadar jika ia adalah pria yang berengsek. Tidur dengan istri orang lain adalah sebuah dosa. Mungkin suatu hari nanti, Ben akan mengakhiri semua perbuatan dosanya ini jika ia menemukan wanita yang tepat di hatinya, itu pun jika wanita itu mau menerimanya apa adanya.

"Ben, aku ini wanita yang bodoh. Iya kan?" ujar Lisa dengan mata yang berkaca-kaca.

"Kenapa kamu berkata seperti itu?"

"Seharusnya aku berpacaran dulu dengan Edgar dan menyadari kalau dia adalah suami yang buruk." Lisa mendecak sambil mengusap wajahnya dengan sebelah tangan karena tangan yang satunya lagi sedang Ben pijat-pijat dengan sedikit tenaga.

"Kalian bisa berpacaran mulai sekarang," usul Ben sambil tersenyum.

"Konyol!" seru Lisa. "Aku kan istrinya. Mana mungkin aku berpacaran dengan suamiku sendiri."

"Memangnya kenapa? Kalian kan bisa melakukan hal-hal yang menyenangkan berdua."

Lisa mendesah. "Hal itu tidak akan pernah terjadi. Kalau dia bisa memperlakukanku dengan manis seperti ratu, aku mungkin akan melompat ke dalam pelukannya."

"Benarkah?"

"Ya, tentu saja."

Ben masih tetap tersenyum sambil mengangguk perlahan. Wanita itu tidak benar-benar mencintainya. Lisa mencarinya hanya sebagai pelarian. Ia ingin melampiaskan segala perasaannya pada Ben. Bagaimanapun juga, Ben tidak mengharapkan sesuatu yang lebih dari wanita itu.

"Jadi, apa yang kamu inginkan, Sayang?"

Kemudian Lisa menarik tangan Ben yang sedang memijatnya. Ia menatap mata Ben dengan wajah yang serius. "Kamu bilang kalau aku tidak akan pernah menjadi milikmu seutuhnya. Sama halnya denganku, memilikimu adalah impianku yang tak akan pernah terwujud."

Ben memegang dagu Lisa agar ia bisa menatap wajahnya dengan lebih dekat.

"Aku tak tahu apa aku dan suamiku akan berpisah. Setidaknya, aku tidak ingin berpisah darimu," ucap Lisa dengan ekspresi sedih yang tak terelakan lagi.

"Jadi …?"

"Bercintalah denganku malam ini, Ben," pinta Lisa.