webnovel

14. Ben Si Bedebah

Briella bergegas menyambar tiga buah blouse untuk ia pakai sehari-hari di kampus. Sama halnya dengan Vanessa yang juga membeli blouse untuknya.

Selesai berbelanja, mereka bergegas pergi ke café itu. Sang manager Systach sudah memesankan tempat untuk Briella dan Vanessa makan malam di sana, sehingga ia tidak perlu mengantri lagi.

Briella sudah terbiasa mendapatkan perlakukan khusus, jadi ia tidak terima jika Ben menyalahkannya karena telah merusak ponselnya. Itu hanyalah sekedar ponsel murah. Briella tidak akan keberatan jika harus mengganti ponsel yang baru untuk Ben.

Namun, apakah pria itu akan menghubunginya? Briella mengecek ponselnya sejak tadi sambil menunggu pesanan makanannya tiba. Vanessa pun sedang sibuk melihat layar ponselnya.

"Apa kamu sudah memilih gaun yang tepat untuk acara prom night nanti?" tanya Vanessa.

"Belum," jawab Briella. "Sebenarnya aku tidak begitu berminat untuk datang ke pesta itu. Jika bukan karena Patrick, aku mungkin tidak akan ke sana."

"Oh ya? Apa kamu benar-benar menyukai Patrick?" Vanessa menatapnya sambil mengernyit.

"Ya, lumayan. Dia adalah pria yang baik." Briella mengedikkan bahunya.

Vanessa menggelengkan kepalanya. "Pria itu tidak pernah masuk ke kelas. Dia lebih senang bermain-main daripada kuliah sungguh-sungguh. Ben bahkan lebih baik daripada si Patrick."

"Apa?! Tidak, tidak. Ben bukanlah pria yang baik. Meski Patrick pemalas, tapi dia tidak pernah mempermainkan hati perempuan."

"Yang benar saja. Memangnya kamu mengenal Patrick dengan baik? Bisa saja dia juga memiliki banyak pacar di luar sana dan kamu tidak tahu apa-apa."

Briella mendecak. "Aku cukup mengenalnya, Van. Dia sudah putus dengan mantannya itu karena mantannya selingkuh darinya. Kebetulan waktu itu ia bercerita padaku. Ah, dia curhat banyak hal, jadi aku tahu kisahnya yang sebenarnya."

"Kamu begitu mempercayainya."

Briella mengangguk perlahan. "Patrick jelas jauh lebih baik dari Ben. Aku tidak suka dengan pria keparat yang senangnya berganti-ganti pasangan. Ben itu berengsek dan kalau sampai—"

Kata-kata Briella terhenti ketika ia menoleh ke samping dan melihat pria yang baru saja ia bicarakan sedang duduk beberapa meter darinya. Mata Briella melebar dan ia langsung panik.

"Van! Gawat, Van!" seru Briella. "Di-dia ada di sini, Van!"

"Siapa?" Vanessa menoleh ke kiri dan ke kanan. Akhirnya, sahabatnya itu melihat Ben sedang duduk berdua dengan Jihan.

"Apa yang harus aku lakukan?!" ucap Briella yang gugup bukan main.

"Wah, mantap sekali. Kalian memang berjodoh."

"No way …."

Ben tengah menatap mata Briella dengan pandangan yang menusuk. Untuk pertama kalinya Briella gentar menatap pria itu. Biasanya ia akan menantang pria itu seolah Briella merendahkannya dan begitu membencinya.

Namun, saat ini keadaan berbanding terbalik. Briella mempunyai kesalahan yang membuat pria itu menjadi kesal.

Tiba-tiba, Ben berdiri dan kemudian berjalan menghampirinya. Jantung Briella mendadak berdetak cepat hingga tangannya gemetar dan perutnya terasa mulas.

"Van, apa yang harus aku lakukan," bisik Briella dengan napas yang terengah-engah.

"A-aku tidak tahu," jawab Vanessa sambil menoleh ke arah Ben.

Pria itu duduk di sebelah Vanessa, yang artinya tepat di hadapan Briella. Tak sedetik pun matanya beranjak untuk menatap Briella. Tatapannya begitu mematikan hingga Briella tak sanggup bergerak.

"Halo, Briella. Kita bertemu lagi di sini," ucap Ben dengan suara yang dalam dan ngebas.

Napas Briella tercekat. Ia meremas tas tangannya untuk menguatkan hatinya.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" ucap Briella yang menjaga suaranya agar tidak bergetar.

"Sama seperti yang kamu lakukan." Ben menyipitkan matanya dengan kebencian yang tergambar begitu jelas.

Briella menelan ludah. "Jadi, kenapa kamu malah pindah ke mejaku? Apa yang kamu inginkan?"

"Aku hanya ingin menyapamu dan melihat seberapa besar penyesalanmu."

Briella membuang wajahnya dengan rasa kesal yang serta merta menyulut egonya. Ia tahu jika ia bersalah, tapi ia pun tidak ingin terlihat lemah di hadapan pria, khususnya pria bedebah di hadapannya ini.

Lalu Briella kembali menghadap Ben. "Aku tidak menyesali apa pun."

"Baiklah," ucap Ben sambil mengeluarkan kartu nama Briella dan menatapnya.

"Apa yang akan kamu lakukan?"

"Ponselku rusak dan aku baru saja pergi ke tempat servis untuk memeriksanya. Apa kamu mau melihat hasilnya?"

Briella menatap Ben yang sedang mengeluarkan ponselnya dari saku celananya. Lalu ia mendorong ponselnya itu di meja ke arah Briella. Senyum miringnya sungguh meresahkan.

"Bagaimana kamu akan bertanggung jawab?"

Briella menurunkan pandangannya untuk melihat ponsel dengan layar yang retak itu dan kemudian kembali menatap Ben dengan wajah masam. "Hmmm, jadi, apa maumu? Ponselnya memang murahan dan gampang retak. Itu bukan salahku."

Ben mendesah. "Kamu adalah wanita yang sangat berani. Kamu sudah merusak ponselku, tapi tidak sedikit pun merasa bersalah."

Ben kembali memasukkan ponselnya ke saku celananya. Briella menarik napas masih sambil meremas pegangan tasnya.

"Aku yakin kalau kamu pasti punya banyak uang untuk membelikan ponselku yang baru, seperti yang kamu bilang kalau ponselku itu murahan. Untuk itu, aku memintamu untuk bertanggung jawab dengan cara yang lain. Bagaimana?"

"Ah …." Briella mengangguk sambil terkekeh pelan. "Memang ya, pria sepertimu tidak mungkin lepas dari yang namanya menggoda wanita. Maaf, aku bukan wanita murahan seperti wanita lain yang bisa kamu goda seenaknya."

Ben langsung tertawa dan tawanya itu cukup keras hingga membuat Briella jadi agak takut.

"Kenapa kamu berpikir jika aku akan menggodamu, Nona Manis?"

"Kamu—"

"Kamu terlalu percaya diri," potong Ben membuat Briella bungkam. "Tenang saja. Aku akan memberimu waktu beberapa hari untuk merenungkan kesalahanmu. Setelah itu, aku akan menghubungimu. Oke?"

Ben menunjuk kartu nama Briella di tangannya. Seketika Briella menyesal telah memberikan kartu namanya pada Ben. Bagaimana jika pria itu menggunakannya untuk hal-hal yang tidak baik?

"Tidak perlu mengganti nomor ponselmu," imbuh Ben. "Aku akan mencarimu ke mana pun kamu pergi."

Lalu pria itu pun berdiri dengan gerakan yang luwes. Ia pun menoleh pada Vanessa yang tercengang melihatnya.

"Maaf karena sudah membuatmu terkejut, Vanessa," ucap Ben ramah sambil tersenyum pada sahabatnya Briella itu. "Selamat menikmati hidangan kalian."

Sedetik kemudian Ben pergi dan pelayan restoran pun datang membawa satu baki makanan pesanan Briella dan Vanessa.

Jantung Briella berdetak semakin keras hingga napasnya terengah-engah karena emosi. Vanessa menoleh ke arah tempat duduk Ben. Briella pun melihatnya jika pria itu kembali ke kursinya dan duduk lagi bersama Jihan.

Ben tampak tersenyum dan tertawa-tawa dengan Jihan seolah sedang menertawakan Briella. Dasar pria kurang ajar! Briella mengumpat dalam hati. Ia mengutuk pria itu dengan segala kata-kata busuk yang bisa ia pikirkan di kepalanya.

"Dia … dia keren sekali," ucap Vanessa yang masih tercengang.