webnovel

13. Mood Berbelanja

Vanessa menatap Briella tak percaya. "Harga diri? Apa maksudmu?"

"Aku tidak mau menjadi seseorang yang disalahkan karena telah merusak ponselnya," ucap Briella angkuh. "Itu juga karena kesalahannya sendiri. Dia berdiri di depan kamar mandi perempuan, menghalangi jalan seenaknya. Aku kan … aku kan tidak sengaja."

Vanessa mengangkat alisnya. "Tetap saja, kamu yang telah membuat ponselnya jatuh."

Briella mendecak. Ia merasa tidak terima ketika sahabatnya berkata seperti itu. "Kamu malah membelanya."

"Tidak," tukas Vanessa. "Aku tidak membelanya. Aku hanya berkata sesuai dengan kenyataan. Lagi pula, aku tidak melihat kejadiannya. Yang aku tahu, kamu kan kalau berjalan sering kali melihat ke lantai dan tidak peduli jika ada orang di hadapanmu. Kamu itu cenderung ceroboh."

"Apa?!" seru Briella. Ia tak menyangka jika Vanessa tega mengatakan bahwa ia ceroboh.

Sebenarnya, Briella memang sering kali ceroboh, tapi ia tidak akan mengakui hal tersebut di hadapan siapa pun. Hanya ibunya dan Jack yang boleh berkata seperti itu.

"Sudahlah, El. Kamu tidak usah emosi begitu. Kalau memang kamu harus ganti rugi, ya ganti saja. Katakan maaf. Selesai."

"Maaf?! Bahkan sekalipun langit runtuh dan laut terbelah, aku tidak akan pernah mengucapkan maaf pada manusia itu!" seru Briella emosi.

"Astaga." Vanessa mendecak sambil menggelengkan kepalanya. "Ada apa denganmu, El? Kamu begitu membencinya. Hati-hati, El. Kalau kamu terlalu membencinya, maka rasa benci itu bisa berubah menjadi cinta."

Briella tiba-tiba tertawa histeris. Ia pernah mendengar pepatah itu di suatu tempat, tapi ia yakin seratus persen jika ia tidak akan mungkin jatuh cinta pada pria berengsek seperti Ben. Ia yakin sekali jika ia telah membenci orang yang tepat untuk dibenci.

"Kamu itu kalau bercanda lucu sekali, Van."

"Aku tidak sedang bercanda. Sikapmu itu agak berlebihan, El," ucap Vanessa dengan wajah serius.

Briella menggelengkan kepalanya. "Tenang saja. Aku tahu harus berbuat apa padanya. Kita lihat saja nanti; apa Ben akan menghubungiku lagi atau tidak."

"Memangnya kamu memberitahu nomormu padanya?"

"Ya. Aku memberinya kartu namaku," aku Briella.

"Hmmm," gumam Vanessa sambil menautkan alisnya. "Kenapa aku malah mencurigai sesuatu ya?"

"Apa?"

"Entahlah. Kalau kamu sangat membencinya, seharusnya kamu tidak perlu memberinya kartu nama yang ada nomor ponselmu itu."

Briella gelagapan menanggapi perkataan sahabatnya itu. "A-aku bukannya sengaja … maksudku, aku kan …" Briella mendecak. "Dia menyuruhku untuk bertanggung jawab. Mana mungkin aku pergi begitu saja. Itu sangat memalukan, Van. Maka dari itu, aku kembali lagi dan menyerahkan kartu namaku. Kamu tahu, aku bisa membelikannya sepuluh ponsel yang mahal sekalipun. Mana mungkin dia merendahkanku?"

"Hmmm," gumam Vanessa lagi.

"Kamu membuatku jadi kesal." Briella melipat kedua tangannya di dada sambil memberengut.

"Tanda-tandanya …."

"Apa?!"

"Ah, sudahlah. Ayo kita pergi berbelanja," ucap Vanessa sambil mengenakan sabuk pengaman.

"Kamu membuatku kehilangan semangat untuk berbelanja."

Meski berkata seperti itu, Briella tetap menurunkan rem tangannya dan mulai menginjakkan gas. Mobil itu pun melaju, meninggalkan parkiran kampus. Meski Briella berkata seperti itu, tapi sebenarnya tak ada hal yang bisa menghilangkan mood-nya untuk berbelanja selain jika dompetnya kosong.

Sejauh ini, dompetnya selalu tebal dan kartu kreditnya lancar tanpa masalah. Briella senang melihat-lihat barang-barang branded dan mengkoleksinya kalau perlu. Kebetulan sekali, hari itu adalah hari peluncuran tas baru koleksi dari Systach.

Selama ini, Briella selalu mengkoleksi tas dan sepatu merk Systach. Ibunya mengomel karena Briella pernah menghabiskan uang empat ratus juta hanya untuk membeli sebuah tas branded. Namun, kenyataannya tas itu seperti yang dihak milik oleh ibunya.

Tidak heran jika Briella dan ibunya sudah seperti adik kakak. Ia mengenakan baju dengan ukuran yang sama dengan ibunya dan sering kali saling pinjam meminjam tas. Briella harus menagih tasnya itu dan akan mengenakannya ke acara prom night.

Namun, khusus untuk hari ini, Briella akan membeli tas berwarna hitam incarannya itu sambil membeli beberapa blouse yang bagus. Vanessa akan dengan senang hati menemaninya.

Vanessa bukanlah berasal dari keluarga yang kaya raya seperti Briella, tapi setidaknya sahabatnya itu berasal dari golongan sosial menengah. Orang tuanya memiliki toko perlengkapan kebutuhan binatang peliharaan.

Briella sering berkunjung ke toko itu hanya untuk bermain-main dengan anjing yang dititipkan atau yang dijual. Ibunya tidak pernah mengizinkan Briella untuk memelihara hewan apa pun karena kakeknya pasti akan membunuhnya.

Menurut kakeknya, memelihara hewan itu menjijikan dan tidak sehat. Hewan itu akan menularkan banyak penyakit. Briella paham jika keluarganya itu sangat cinta akan kebersihan dan kesehatan. Maklum, itu semua karena ayahnya adalah seorang dokter.

Akhirnya, Briella dan Vanessa tiba di mall dan langsung melesat menuju ke toko Systach kesayangannya. Mata Briella langsung melebar begitu melihat tas koleksi terbaru dari toko itu.

"Halo, selamat sore, Mbak Briella," sapa sang manager toko.

"Sore, Mas," balas Briella sambil tersenyum.

Segera saja para pelayan toko datang menghampiri Briella, menyiapkan tempat duduk terbaik yang baru saja dibersihkan dan secangkir teh hijau hangat.

"Silakan duduk, Mbak," ucap pria itu.

Vanessa sudah terbiasa melihat Briella diperlakukan seperti ibu ratu. Para pelayan toko segera berjajar di hadapan Briella sambil membawakan beberapa tas terbaru, mulai dari harga yang sedang sampai yang paling mahal.

Manager toko itu sengaja menyuruh para pelayan-pelayannya untuk membawa hampir seluruh isi toko di hadapan Briella supaya ia membeli semuanya.

Setidaknya, pelayanan di toko itu luar biasa. Briella senang diperlakukan seperti itu. Jadi, ia pun tidak segan-segan untuk membeli tas terbaru incarannya itu. Sang manager toko menyerahkan benda mahal itu ke tangan Briella dengan menggunakan sarung tangan.

Briella mengangkat tasnya dan memperhatikan bentuknya yang cantik dan elegan.

"Saya yakin kalau Mbak Briella sudah tahu dengan spesifikasi tasnya. Ini adalah rancangan terbaru dari desainer ternama Edyth Miriam. Beliau bekerja sama dengan Systach dan menghasilkan tas cantik ini. Apa Mbak Briella suka dengan tasnya?"

"Suka," jawab Briella dengan mata yang berbinar-binar. "Saya suka sekali dengan tas ini. Tolong bungkus yang ini ya."

"Baik, Mbak."

Seorang pelayan toko langsung menghampirinya dan mengambil tas tersebut. Briella pun bangkit berdiri dan mencoba beberapa sepatu yang sudah dipersiapkan sesuai dengan nomor kaki Briella, yaitu nomor tiga puluh sembilan.

Selain pecinta tas, Briella pun seorang pecinta sepatu. Seberapa sering pun ia membeli sepatu, ia tidak akan pernah bosan.

Akhirnya, Briella pulang dari toko itu sambil membawa dua buah tas mahal dan tiga pasang sepatu cantik. Karena ia adalah member platinum dari Systach, ia mendapatkan diskon yang besar dan bonus parkir gratis dan voucher makan gratis di café yang terletak di dekat mall itu.