Tak lama setelah mereka memanjat hampir mendekati puncak pohon, gerombolan serigala datang mendekati area mereka dengan jumlah banyak secara acak.
Benar apa yang Vania pikirkan, goa yang Neman pikirkan untuk menjadi tempat sembunyi tadi menjadi tempat yang lebih dahulu diperiksa oleh para serigala.
Neman hanya bisa terdiam ketika melihat gerombolan serigala itu memasuki goa. Mereka berdua bisa saja mati kalau Vania tak menegur Neman.
Para serigala tak menyerah dengan hal kecil begitu saja karena mereka adalah hewan mammalia yang sangat gigih. Mereka kembali mencari keberadaan Neman dan Vania. Setelah berhasil satu tempat disisir, mereka terus bergerak maju dengan cepat untuk memeriksa satu demi satu tempat yang mereka pikir bisa menjadi tempat sembunyi.
Taktik para serigala cukup pintar, mereka memiliki kelompok yang terus bergerak cepat untuk berlari maju, kelompok penting dan kelompok teliti seperti Alpha memiliki tugas untuk memeriksa hal yang lebih detail.
Keadaan semakin menegang, pandangan Neman tak henti-hentinya memerhatikan ke arah bawah tanah bersalju yang kini sudah tak semulus seperti semula karena jejak kaki gerombolan serigala yang menjeplak di mana-mana.
Jika saja Neman ceroboh dengan berkeinginan melawan gerombolan serigala itu, ia pasti sudah menjadi daging potong, tak akan bertahan beberapa menit dengan kekuatannya saat ini.
Gerombolan serigala yang berada dekat dengan pohon mereka bersembunyi semakin dikit, serigala lain telah berlari cepat maju ke depan. Neman terus memperhatikan gerombolan serigala yang jumlahnya sangat banyak itu berlari menjauh. Sekarang hanya tersisa beberapa serigala penting yang memeriksa area Neman dan Vania bersembunyi dengan teliti.
Vania sangat takut, jantungnya berdegup kencang, ia bahkan tak berani melihat gerombolan serigala yang sedang mencari mereka, Vania menutup kedua matanya dengan kedua tangannya. Vania hanya bisa mendengarkan suara gerombolan hentak kaki para serigala berlarian yang terdengar bergemuruh.
KRAK!
Neman mematahkan ranting pohon yang berada di dekatnya, menghasilkan suara yang mengundang perhatian salah satu serigala yang sedang memantau.
"Sstt," Vania bersiul pelan, mengisyaratkan kalau dia sedang memanggil Neman. "Kamu ngapain?"
"Diem, gue pernah liat cara ini di TV, lu liat aja ntar."
Serigala pencari yang berwarna Hitam mendengar suara itu, dia adalah serigala yang tadi telah dikalahkan oleh Neman. Insting balas dendamnya semakin kuat.
Serigala itu merasa janggal akan pohon besar yang ada di belakangnya. Dirinya berada beberapa puluh meter tak jauh dari pohon Neman dan Vania bersembunyi. Merasa janggal dan mencoba menebak kalau suara patahan ranting kayu tadi berasal dari pohon yang Neman dan Vania panjat, serigala itu mendekat dengan gerak lebih lambat dan waspada.
Pohon pinus yang berjarak memberi ruang untuk bulan menyinari tempat yang bersalju tersebut.
Selagi berjalan mendekat ke arah pohon yang menjadi tempat Neman dan Vania bersembunyi, langkah kaki serigala itu terhenti ketika ia melihat jejak kaki yang terlihat samar.
RRRrrr!!!
Serigala hitam menggeram, giginya bergetar kesal, rasa dendam di dirinya sedang menggebu-gebu. Serigala hitam itu berpikir kalau Neman masih di dekat sini. Apabila ia bertemu Neman sekali lagi saat ini, dia memastikan kalau Neman akan menjadi tulang belulang.
Neman memegang erat patahan ranting pohon yang baru saja ia patahkan, panjang patahan ranting pohon itu kurang lebih 25 Cm(Centimeter). Neman kemudian melemparkan ranting itu ke pohon seberang.
Lemparannya berhasil mengenai pohon seberang yang dia bidik. Patahan ranting kayu yang berhasil dilempar mengenai beberapa daun sebelum mengenai batang pohon. Benturan patahan ranting kayu yang dilempar ke pohon menghasilkan suara riuh semak yang mengalihkan perhatian serigala hitam dari pohon yang dipanjat oleh Neman dan Vania. Setelah lemparan patahan ranting kayu itu membentur batang pohon seberang, ranting itu berhenti, terjatuh ke batang pohon yang datar.
Serigala hitam tersebut seketika bergegas menuju pohon yang menghasilkan suara riuh semak tadi untuk memeriksa. Serigala hitam itu sudah berada di depan batang pohon, ia kemudian melihat ke atas untuk memastikan ada hawa keberadaan atau tidak di atas pohon itu. Setelah beberapa detik menatap pohon itu dengan serius, ia hanya melihat pohon yang memang terlihat biasa seperti seharusnya.
Setelah ia pikir kalau Neman dan Vania tak ada di sini, serigala itu beranjak pergi berlari ke arah kelompok lainnya berlari. Langkah demi langkah telah dia lalui, ke empat kaki serigala hitam itu bergerak menjauh dari pohon yang Neman dan Vania panjat. Jejak kakinya menjeplak ke atas salju, terlihat jelas sama seperti jejak serigala lainnya.
Serigala hitam mulai menjauh, semakin jauh ia bergerak, semakin cepat pula kecepatan gerak yang ia atur.
Vania membuka sedikit matanya, melihat ke arah serigala hitam yang pergi menjauh dari mereka. Setelah para serigala sudah cukup jauh dari persembunyian mereka, Neman berdiri.
Neman tersenyum sembari memanyunkan bibirnya ke atas, menggosok lembut namun cepat ujung hidungnya sekali ke arah samping dengan tangan kanannya.
Vania memasang muka masam, ia merasa geli ketika melihat Neman memasang ekspresi sombongnya.
"Kayaknya udah ga ada lagi tuh anjing-anjing." Neman memerhatikan area sekitar dari atas sekali lagi untuk memastikan apakah mereka sudah aman. "Ayo turun, keram gue kalo kelamaan di sini."
Vania mengangguk.
Neman mengambil sepatu yang dia tempatkan di sela kancing bajunya, lalu dilemparkan ke bawah. Neman turun satu tingkat batang lebih dahulu agar bisa membantu Vania turun ke bawah, Neman tau kalau Vania masih merasakan sakit di kakinya. Setelah Neman turun ke batang bawah, Neman membantu Vania turun, mereka terus melakukan hal itu sampai mereka mencapai bawah.
Sentuhan kaki terasa lebih dingin ketika menginjak tanah bersalju meskipun masih terlapisi oleh kaos kaki.
Setelah mereka berdua sampai di bawah, Vania melepas ikatan kedua kakinya yang dia ikat di masing-masing lengannya. Vania mengenakan sepatunya, lalu dia mengikat tali sepatunya.
Neman mengambil masing-masing sepatunya yang tergeletak di bawah tanah bersalju. Sama seperti Vania, Neman pun mengikat kedua sepatunya, ia tak tahan menginjak tanah bersalju yang dingin tersebut.
Setelah selesai memasang sepatu, Vania berjalan ke arah sebelumnya yang berlawanan dengan arah para serigala lari. Vania masih berjalan dengan tertatih-tatih karena kaki yang masih terasa nyeri, rasa nyerinya berkurang seiring waktu.
Setelah Neman selesai mengikat kedua sepatunya, Neman berjalan menghampiri Vania, lalu ia berjalan bersebelahan dengan Vania. "Heh, mau kemana?"
Vania tak merespon pertanyaan Neman, ia terus berjalan dengan perasaan cemas.
Neman menggenggam pergelangan tangan Vania dengan paksa. "Heh, jawab!!!"
"Lepasin dulu ah." Neman melepas genggamannya setelah Vania menyahut.
kamu kasar banget sih." Vania cemberut, dahinya mengernyit ke bawah. "Aku mau ke tempat kita jatuh sebelumnya."
"Ngapain emang?"
"Aku pengen pulang."
"Gimana emang caranya pulang, hah? Kita aja jatuh dari jurang tinggi," tegas Neman.
Vania terus berjalan tanpa menjawab pertanyaan Neman.
Neman menghela nafasnya, "Heishh, ini orang ya."