webnovel

Seluruh Kelompok Serigala

Vania menahan tangan kanan Neman yang melayang di udara, siap untuk melontarkan pukulan selanjutnya.

"Udah, udah cukup, ayo kita lari dari sini."

Neman menghentikan tindakannya. Ia menyapu darah di tangannya dengan mengelapkan darah yang menempel ditangannya itu ke celana coklat yang berada di dekat sepatunya.

Vania berjalan dengan laju yang dipercepat ke arah yang berlawanan dari serigala hitam tadi pergi. Vania ingin berlari, tetapi tak bisa karena kaki kirinya terasa sakit setelah digigit oleh serigala hitam.

Neman yang melihat Vania berjalan dengan cepat, ia merasa heran. Karena menurutnya sudah tak ada lagi masalah saat ini setelah ia menang melawan kedua serigala itu. "Ini cewek kenapa sih?" gumamnya.

Neman yang keheranan berlari kecil mendekati Vania.

"Heh, kenapa sih kok cepet-cepet, santai aja lah." tegur Neman.

Vania tak merespon kata-kata yang diucapkan oleh Neman, ia berjalan sedikit pincang karena kakinya masih sakit setelah digigit serigala.

"Masih ngambek karena gue ngebentak tadi?" tanya Neman sambil menatap ke arah Vania, disaat Vania menatap kedepan.

Vania berhenti, lalu ia menoleh dan menatap wajah Neman dengan alis yang dikerutkan. "Itu tadi binatang apa?"

"Anjing, kan?" jawab Neman singkat.

Vania menghela nafasnya. "Itu tadi serigala, mereka biasanya berkelompok. Nah, yang kita temui tadi cuman dua serigala, kemungkinan mereka bakal bawa temennya buat balas dendam."

"Ya, emang kenapa sih kalau dateng serigala lagi, biar gue tonjok aja lagi mereka?"

"Kamu ini udah jahat, nakal, ga berperasaan, bodoh juga ya."

"Heh, lu jangan mentang-mentang gue ke ikat janji, jadi lu seenaknya ngehina gue ya," nada bicara Neman meninggi.

"Itu tadi kan cuman dua serigala, mungkin yang tadi itu serigala Alpha yang sedang berkeliaran ... kita harus cepet-cepet kabur dari sini, antisipasi kalau mereka bakal balas dendam dengan membawa kelompoknya."

"Owhh gitu, yaudah, ayo cepetan." Neman berjalan dengan cepat, Vania sedikit tertinggal karena cepatnya gerak Neman.

Vania memasang raut muka masam, jengkel akan Neman yang tak memperhatikan kakinya yang sedang berjalan pincang karena masih terasa sakit akibat digigit serigala tadi. Vania juga tak ingin meminta tolong dengan orang seperti dia.

Neman yang merasa Vania tak berada di dekatnya, lantas ia memeriksa ke arah belakang. Neman melihat Vania yang sedang berjalan terpincang-pincang. "Heyy! Kok lama sih jalannya, katanya pengen cepat."

Neman yang merasa dirinya diacuhkan, ia langsung mendekati dan menghampiri Vania untuk menanyainya. "Kok lama sih?"

"Nggak liat ini kaki abis digigit?"

"Emang kenapa kalau abis digigit? Pengen digendong kah? Manja banget."

Vania lanjut berjalan dengan tertatih-tatih tak mempedulikan Neman.

AWUUUUU!!!

Lolongan serigala terdengar kejauhan.

Vania makin mempercepat jalannya seketika mendengar lolongan itu.

AWUUU!!!

Lolongan serigala kembali terdengar dari jarak yang lebih jauh dari suara lolongan serigala sebelumnya, yang menandakan kalau serigala yang lain merespon lolongan serigala di awal.

"Eh, mata empat, ada apa tuh kok suara serigalanya jadi dua."

"Itu artinya serigala yang tadi lagi memanggil kawanannya, bodoh." Vania berkeringat, ia menjadi gelisah ketakutan dan semakin mempercepat jalannya meskipun harus merasakan sakitnya jalan akibat kaki kiri yang masih sakit. "Ayo cepetan kabur dari sini."

Neman yang mendengar itu semakin bersemangat, ia berkeinginan melawan semua serigala itu tanpa mengetahui jumlahnya.

"Lu kalem aja ya, biar gue yang hajar tu anjing-anjing."

"Dasar bodoh! kau itu nggak tau berapa banyaknya jumlah mereka saat berkelompok. Lolongan yang lama tadi, mungkin aja si serigala itu pemimpinnya dan lagi memanggil seluruh kelompoknya ... Serigala Alpha kalau marah dan dendam itu bakalan ngeri, mereka bakal mengoyak tubuhmu sampe tubuhmu terasa seperti siksaan neraka saat mereka udah berhasil ngegigit kamu," ucap Vania dengan nada tinggi.

Neman meneguk ludahnya. "Yaudah, ayo lari."

Neman berjalan lebih cepat setelah mendengar apa yang Vania ucapkan. Tanpa ia sadari, dirinya berada sedikit jauh dari Vania yang sedang berjalan tertatih-tatih.

Neman berjalan kembali untuk menghampiri Vania dan menanyainya lagi. Di saat dia berjalan kebelakang untuk menghampiri Vania, dia melihat segerombolan serigala dari kejauhan sedang berlari ke arah mereka.

Neman membuka matanya lebar-lebar saat melihat serigala itu berlari ke arahnya dari kejauhan dengan sangat cepat, jumlahnya banyak, membuat dia semakin ketakutan. Dua hingga lima masih bisa diatasi oleh Neman, tetapi puluhan jumlah serigala, itu adalah perlawanan bunuh diri pikirnya.

Setelah Neman dekat dengan Vania, Neman berjongkok dengan arah membelakangi Vania, kedua tangannya ia julurkan ke belakang seolah menyuruh Vania agar naik ke punggungnya. "Ayo naik, gue gendong."

"Ga mau, aku bisa jalan sendiri," jawab Vania dengan ketus menolak tawaran Neman.

"Jangan banyak omong mata empat! Cepetan naik!!!"

Vania merangkul leher punggung Neman, lalu diikuti dengan kedua kaki yang Neman pegang erat tujuan menggendong.

"Emang kenapa sih? Aku kan bisa jalan sendiri."

Neman mulai berlari sembari menggendong tubuh Vania. "Jangan berpikir yang aneh-aneh, liat kebelakang."

Vania menoleh kebelakang saat Neman menggendongnya sambil berlari. Vania terkejut saat mengetahui kalau puluhan serigala sedang mengejar mereka dari kejauhan.

Tangan kanan Vania menepuk pundak Neman dengan cepat, " Ayo cepetan!!!"

"Ini udah cepat."

"Lebih cepat lagi dong! Segini doang yang kamu bisa?" ucap Vania dengan nada merendahkan.

"Lah, kok ngatain. Eh, ini tubuh lu aja yang berat makanya gue kewalahan."

"Jadi kamu ngatain aku gendut?!! Katanya udah janji buat gak ngatain lagi, dasar kau pria bajingan!" Vania sangat benci apabila diejek gendut, karena ia merasa kalau dirinya tak gendut, tapi ia sensitif akan hal itu karena dia pernah diejek saat dahulu soal itu.

Neman adalah pria yang berjiwa sportif seperti seorang Gladiator, meskipun dirinya pembully, Neman menerima perjanjian dengan serius dan mencoba untuk tak melakukan larangan sesuai perjanjian. Jika dia benar-benar berjanji maka dia akan menaatinya seperti sifat seorang Kesatria.

"Apaan sih, jangan becanda di saat serius, gue gak ada niatan ngatain gitu, lu aja yang mancing ... diem aja dah supaya gue fokus larinya."

Mereka berdebat kecil di saat Neman berlari sambil menggendong Vania.

Di saat mereka berlari menjauh dari para serigala, mereka melihat sebuah goa di arah kanan yang berjarak kurang lebih 50 meter dari tempat mereka berada sekarang ini. Goa itu berukuran sedang, muat untuk manusia masuk kedalam sana.

Neman berpikiran untuk sembunyi ke dalam goa itu agar tak bisa diketahui oleh segerombolan serigala. Neman pun bergerak menuju goa itu.

Vania menepuk pundak Neman berkali-kali, "Hey, stop stop stop."

Neman menghentikan langkahnya, "Kenapa sih lu?!"

"Kamu bodoh ya? Itu goa mencolok banget buat jadi tempat sembunyi, lagian, serigala itu nggak bodoh, salah satu dari mereka pasti ada yang meriksa goa itu."

"Yaudah, terserah! Kalo lu ngerasa pinter, pikirin caranya supaya gak diketahui sama itu serigala-serigala."

Vania memikirkan sesuatu disaat dirinya masih digendong Neman yang sedang kesal. Vania melihat ke kanan dan ke kiri untuk mencari tempat yang aman dari jangkauan serigala, agar tak bisa dilihat oleh sekumpulan serigala.

Neman membalikkan lehernya sedikit ke belakang untuk melihat sudah seberapa dekat jarak kawanan serigala dengan jarak mereka. Neman gugup, badannya menjadi berkeringat ketika melihat para serigala sudah semakin dekat.

"Heh, mata empat, ayo cepetan woy! Itu serigalanya makin dekat!" ucap Neman, memanggil dengan nada yang tinggi.

Vania tetap fokus melihat ke kanan dan ke kiri, mencari tempat yang bisa dijadikan sembunyi.

"Aha, di sana, ayo ke sana."

Jari telunjuk Vania menunjuk ke arah pohon yang berada di arah kiri atas jam sepuluh. Dengan dedaunan lebat dan dengan ranting pohon yang mudah di panjat, Vania yakin mereka bisa bersembunyi di atas pohon itu.

Neman langsung pergi ke arah yang Vania tunjuk tanpa mengetahui apa yang sedang Vania rencanakan.

Saat berlari, Neman bergerak sedikit melenceng dari arah yang dimaksud oleh Vania. "Hey, kamu mau ke mana?" Vania memberitahu Neman sekali lagi tempat yang ingin ia tuju dengan cara menunjuk tempat yang dimaksud, "Jalannya ke situ tuh."

"Emang mau ngapain ke situ?" tanya Neman yang merasa heran.

"Kita bakal sembunyi di atas pohon itu."

"Lah, kocak ini orang. Ini banyak banget pohon kenapa harus milih yang itu sih."

"Pohon yang itu dedaunannya lebih lebat dan batang nya lebih banyak, mudah dinaikin dan susah diliat dari arah samping."

Mereka berdiskusi disaat Neman sedang berlari ke arah yang dimaksud oleh Vania, dengan menggendong Vania yang sedang berada di belakang punggungnya.

Mendengar penjelasan Vania yang masuk akal, Neman tak punya pilihan lain selain menuruti kata Vania. Setelah berlari sekuat tenaganya sambil menggendong Vania, Neman semakin dekat dengan depan pohon yang Vania maksud.

Setelah mereka berdua semakin dekat, Neman memastikan pohon yang dimaksud, "Yang itu, kan?"

"Iya," jawab Vania singkat. "Aku harus turun," pinta Vania kepada Neman untuk diturunkan dari punggungnya.

Neman melepas pegangannya untuk menurunkan Vania dari gendongannya. "Sekarang apa?"

Tak banyak bicara, Vania dengan cepat melepas sepatunya, lalu dia memegang masing-masing sepatunya yang kemudian dia ikat ke masing-masing pergelangan tangannya. Sepatu kiri yang diikat di tangan kiri dan sepatu kanan yang diikat di tangan kanan.

Bingung akan apa yang dilakukan oleh Vania, Neman bertanya, "Ngapain sih?"

"Lepas sepatu kamu dulu supaya jejak kaki kita gak kelihatan, kalo jejak kaki kamu ngecap ke saljunya, usap usap lagi kesamping agar kelihatan kayak semula," ucap Vania dengan nada yang tak biasa, ia semakin takut ketika melihat para serigala yang terus berlari dari kejauhan, pengucapan katanya menjadi lebih cepat karena ketegangan yang memuncak.

Vania dan Neman tak boleh berlama-lama lagi karena gerombolan serigala semakin dekat.

"Ohh, gitu toh," ucap Neman.

Vania mulai berjalan maju menuju pohon yang ia maksud, melewati tanah yang tertumpuk salju dengan kakinya yang masih tertutup kain oleh kaos kaki. Perlahan-lahan Vania mulai mendekati pohon tersebut.

Neman mulai melepas sepatunya dengan cepat, lalu memasukkan sepatunya ke sela sela kancing bajunya yang berada di dekat lehernya, Neman kemudian bergerak maju dengan sedikit lebih cepat dari Vania. Tanpa Neman sadari, jejak kaki kanannya sedikit menjeplak ke salju meskipun terlihat sedikit samar.

Neman yang berjalan agak cepat berhasil lebih dahulu sampai ke pohon tersebut, Vania bergerak sedikit lamban karena kaki yang sakit untuk berjalan, dan kewaspadaannya terhadap jejak kakinya. Neman memanjat pohon itu lebih dahulu, dan benar saja seperti yang Vania perkirakan, pohon itu sangat mudah untuk dipanjat.

Neman menjulurkan tangan kanannya sembari tangan kirinya memegang batang pohon tersebut, "Ayo cepetan."

Setelah Vania menggapai tangan Neman, Neman menarik tangannya agar dia naik ke atas.

"Aww," Vania menjerit kecil sesaat kaki kirinya mencoba memanjat pohon itu. Vania tak bisa memanjat dengan kedua kakinya karena kaki kirinya masih terasa nyeri akibat digigit oleh serigala hitam tadi. "Tarik tanganku sampai naik ke atas, kaki kiri ku gak bisa digerakin."

Neman adalah orang yang benci disuruh-suruh, tapi ia tak ingin memulai perdebatan kecil disaat-saat serius sekarang ini.

Vania tak bisa memanjat sendiri, karena rasa sakit di kaki kirinya setelah digigit oleh serigala masih terasa nyeri bagi Vania. Vania membutuhkan tarikan tangan Neman agar bisa lanjut naik ke atas. Neman naik ke atas terlebih dahulu, lalu dilanjutkan dengan menarik Vania ke tempat dia berpijak. Mereka mengulangi hal itu sampai mereka sudah berada hampir di ujung pohon.

Terima kasih buat pembaca setia novel ini ^^ Komentar para readers sangat berguna untuk membuat ku semakin semangat.

Btw, aku izin translate ini ke bahasa Inggris dahulu, setelah itu baru fast update lagi.

Mohon maaf banget kemaren lama up, soalnya banyak kesibukan.

Terima kasih dan semoga kalian sehat selalu ^^

Lanstra_Magicreators' thoughts