webnovel

Prolog

Namaku Tania Sari Dewi, Aku dilahirkan dari keluarga sederhana di desaku, sebenarnya keluargaku bukan orang miskin di kampungku, namun Allah sudah memanggil kedua orang tuaku di saat aku masih duduk di bangku sekolah dasar sehingga aku belum bisa mengurus harta benda peninggalan mereka.

Semula aku ikut dengan pamanku, namun semenjak aku duduk di bangku SMA aku memutuskan untuk menempati rumahku sendiri, rumah peninggalan orang tuaku. Aku tinggal di rumah ini ditemani adik sepupuku.

Di saat itu pula aku mengenal Edos, nama panggilan dari Muhammad Azhar Firdaus, seseorang yang kuharapkan dapat memberikan indahnya taman surga dalam hidupku kelak.

Ternyata gayung bersambut, aku yang selama ini merasa sebagai seekor puguk yang merindukan bulan, ternyata dia juga mempunyai perasaan yang sama denganku.

Saat itu tepat di hari ulang tahunku yang ke 17 dia mengungkapkan perasaannya terhadapku. Aku semakin semangat dalam belajar, kami saling support, bahkan akhirnya kami dapat meraih prestasi walaupun bukan rangking 1.

Tania Sari Dewi

Tania gadis berusia 19 Tahun yang cantik, lincah dan pintar, dia berpacaran dengan teman sekelasnya M. Azhar Firdaus sejak kelas XI SMA, namun hubungan mereka tidak mendapat restu dari orangtua kekasihnya.

Hingga saat kelulusan tiba, Edos panggilan dari Firdaus menikahinya. Edos rela meninggalkan kekayaan dan fasilitas yang didapat dari keluarganya demi hidup bersama Tania.

Keadaan Tania yang yatim piatu, tanpa ada keluarga yang membantu, menguatkan hatinya untuk menerima pinangan Edos meski di usianya yang masih belia, dan tanpa adanya restu dari orang tua Edos.

Pernikahan berlangsung sederhana di KUA setempat, tanpa diketahui oleh pihak keluarga Edos, hanya dihadiri keluarga dari pihak mempelai wanita, terutama pamannya Tania sebagai wali nikah.

M. Azhar Firdaus

Pemuda berusia 19 tahun yang mencintai Tania, dan menjadi kekasih Tania sejak kelas XI SMA, putra pertama pemilik perkebunan dan perusahaan teh yang produknya banyak diekspor ke negara Jepang. Namun namanya dicoret dari daftar ahli waris keluarga karena dia menikah dengan wanita yang stastus sosialnya rendah.

Edos rela hidup sengsara bersama wanita yang dicintainya.

Kecelakaan mobil yang dikendarainya saat mereka hendak pergi berbulan madu mengakibatkan kedua kakinya lumpuh bahkan ketika mereka belum sempat merasakan indahnya cinta.

Rasa cinta yang begitu dalam yang dimiliki seorang Edos terhadap kekasihnya Tania tidak dapat ditukar dengan kekayaan, kemewahan maupun jabatan yang diberikan oleh orangtuanya.

Bramantyo Ardiansyah

Bram, Pemuda berusia 27 tahun, putra pertama dari dua bersaudara, jarak umur antara dia dan adiknya sangat jauh, saat dirinya sudah berumur 27 tahun, adiknya baru kelas XI SMA di Jakarta. Direktur sebuah perusahaan milik keluarganya ini menikah dengan Niken karena dipaksa oleh kedua orangtua demi kerjasama bisnis antara kedua belah pihak yaitu antara ayahanda Bram dan ayahanda Niken. Namun sejak berlangsungnya ijab qobul, Bram tidak pernah menganggap Niken sebagai istrinya, ia frustrasi menikah dengan orang yang belum pernah ia kenal dan tidak dicintainya sama sekali, setiap malam ia habiskan di bar dan club dengan minum-minuman beralkohol, bahkan dia tidak pernah pulang ke rumah pemberian ayahandanya sebagai hadiah pernikahan mereka.

Tiap malam ia habiskan waktunya di bar dan club malam dan pulang hingga dini hari, pada saat pulang, Dia sering melihat Tania yang juga pulang dinihari karena pekerjaannya sebagai pelayan mini market shift malam, sehingga menganggapnya sebagai wanita nakal.

Perasaan bersalahnya membuat ia terobsesi terhadap Tania, ia ingin memilikinya, dan berusaha untuk memisahkan pasangan suami istri tersebut, namun cinta mereka yang kuat tidak dapat dipisahkan walau badai melanda sebesar apapun.

Bram tidak menyadari, jika ada seorang wanita yang di dalam hatinya mulai tumbuh rasa cinta terhadapnya, dan mengharapkan balasan cinta darinya, yaitu istrinya sendiri.

Niken Diah Kumala

Niken, dia gadis cantik nan shalihah yang patuh terhadap kedua orangtuanya, dia menerima dijodohkan dengan Bramantyo, pria yang sebelumnya belum pernah ia kenal dan tidak pernah mencintainya, pria yang tidak pernah menganggapnya sebagai istri, Namun dia berusaha menutupi semua itu dari keluarganya dan keluarga suaminya.

Niken yang mulai jatuh cinta terhadap pria yang telah menjadi suaminya itu tetap sabar menanti keajaiban yang ia percaya pasti suatu saat akan datang menghampirinya.

Ia percaya bahwa pada akhirnya nanti Bram akan mencintainya dengan tulus tanpa paksaan. Dia percaya bahwa keluarga yang dia bina akan menjadi keluarga yang bahagia seperti keluarga lain pada umumnya.

Untuk mengalihkan kesedihannya dia menyibukkan diri dengan usahanya mendirikan sebuah butik muslimah bersama temannya, yang ternyata usaha tersebut menjadi sukses hingga bisa mendirika cabang di beberapa kota.

🌸🌸🌸🌸🌸

Jangan memuji kecantikan pelangi

Tapi pujilah Allah

Yang menciptakan Langit dan Bumi

Jangan percaya

Dengan kata-kata bijakku

Tapi percayalah Firman Allah yang Maha Benar

Jangan masukkan namaku di hatimu

Tapi masukkan nama Allah

Hingga hatimu tenang

Jangan sedih jika cintamu didustakan

Tapi sedihlah jika engkau dustakan Allah

Jangan pula engkau minta cinta kepada penyair

Tapi mintalah kepada Allah

yang memiliki cinta yang kekal dan sejati

Ya Allah yang Maha Rahman dan Rahim

Jangan jadikan hatiku batu yang mengeras

Hingga lupa akan rahmatMu

Di manakah ku harus berlabuh

Saat semua dermaga menutup pintu

Dan berkata "ini bukan untukmu

Segara menjauh karena di sini bukan tempatmu

Ya Allah

Katakan padaku, dermaga untukku berlabuh

Agar ku segera menghela nafas kehidupan yang baru

Sampai kapan kuharus arungi waktu

Ku lelah menunggu suatu yang tak pasti walau hanya satu

Ya Allah

Beri aku penerang jalan-Mu

Agar tak tersesat saat ku melaju

Kuatkan awak kapalku

Saat badai menghalangi jalanku

Ya Allah

Tetaplah di sisiku

Jangan Engkau menjauh dariku

Karena ku mati tanpa hadir-Mu.

Untuk Kekasih by Akmal Bachtiar

Sujud Pertemuan

Bila telah tersurat sebuah takdir

Kubimbing sama rindu yang bersemayam di hatimu

Aku bersujud di atas pertemuan ini

Yang Tuhan menjadi saksi sebuah ikatan

Ijinkan aku mencintaimu

Apapun dirimu adanya

Akan kucoba tetap setia

Begitu pun aku adanya

Cobalah untuk tetap setia

Ijinkan aku mencintaimu

Meski mulanya kau asing bagiku

Dan aku pun aneh di hadapanmu

Tetaplah di sini menjadi pengantin sejatiku

Kita tak pernah sempurna

Ingat-ingatkanlah aku dengan cintaNya

_________________________

Pagi hari adalah awal bagi kita untuk memulai aktivitas dalam hidup kita.

Perlu kita pahami saat masih mampu terbangun, kita masih diberi kesempatan untuk kembali menikmati kehidupan.

Pagi itu sekitar pukul 09.00 WIB Edos datang ke rumah Tania, tetapi sampai di depan rumah Tania keadaan sangat sepi.

Tania kemana ya?

"Assalamu'alaikum, Tania!... Sayang." ucap Edos sambil mengetuk-ngetuk pintu rumah Tania yang sejak ayahnya meninggal tinggal sendiri di rumahnya.

"Mas Edos nyari Tania ya?" tanya tetangga Tania yang kebetulan lewat.

"Iya, Bu. Ibu tahu di mana Tania?" sahut Edos.

"Sudah tiga hari ini dia ikut bibinya buruh metik daun teh, Mas, di kebun tehnya Mas Edos." jelas Wanita itu.

"Oh..ya udah makasih, Bu. Saya permisi mau nyusul dia." pamit Edos.

Motor gede milik Edospun melesat pergi hanya meninggalkan suara derunya.

🌸🌸🌸🌸🌸

Sementara di sebuah kebun teh milik keluarga Edos, seorang gadis sedang beristirahat sambil meneguk air dalam kemasan botol plastik yang dibawanya dari rumah. Dia berteduh di bawah sebuah pohon beringin dan menyandarkan punggung kirinya pada pohon tersebut.

Tiba-tiba ada seseorang yang menutup matanya dari belakang.

"Yank!" panggil Tania.

Edos melepaskan tangannya, namun ia menyandarkan dagunya pada pundak Tania. Taniapun menyerahkan air minum yang dipegangnya kepada Edos. Edos menerimanya, ia duduk disamping Tania dan meneguk minuman tersebut.

"Sejak kapan kamu kerja di sini, Say?" tanya Edos.

"Baru tiga hari, Yank." sahut Tania mengipasi wajahnya dengan kain selendang.

Edospun menatap gadis yang dicintainya tersebut dengan cara seksama dan tidak dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Ada rasa kasihan yang terbersit dan menggelayut di hatinya.

"Kamu ngapain di ke sini? bukannya ini hari terakhir kamu di Indonesia?" tanya Tania dengan tatapan kosong kedepan.

"Aku ingin menghabiskan waktu bersama orang yang kucintai, sebelum aku meninggalkan negara ini, memang nggak boleh?"

"Kedatanganmu kesini semakin menambah berat bebanku untuk melepas kepergianmu." bulir-bulir bening mengalir dari sudut mata Tania.

Edos menangkup pipi Tania dengan kedua telapak tangan, menarik untuk menghadapnya, mau tidak mau akhirnya wajah Tania meratap mata Edos.

"Ikut aku saja yuk! aku tidak bisa meninggalkanmu sendirian di sini." bujuknya.

"Kalau sampai papamu tahu tentang hubungan kita, maka dia akan menghentikan semua fasilitas yang diberikannya ke kamu, kamu mau nanti kita jadi gelandangan di negeri orang? sementara kamu tidak punya pengalaman kerja." terang Tania.

"Nggak apa-apa, aku siap jadi gelandangan asalkan bersama kamu, say." sahut Edos serius.

"Pikirkan lagi dengan hati yang jernih, Yank! aku sudah terbiasa hidup menderita karena keterbatasan materi, Kita tidak hanya butuh cinta untuk bertahan hidup."

Hati Edos pun luluh,

"Baiklah, tapi siapa yang akan menjagamu jika aku pergi, apa kamu sanggup menungguku hingga aku kembali nanti?"

"Aku masih punya paman dan bibi, saudara sepupuku juga sering menginap di rumahku. Aku berjanji dengan sekuat hatiku, Insya Allah aku akan menunggumu hingga kamu kembali, Yank. Kembalilah sebagai Edos yang siap dan mampu menjadi imamku."

Ponsel Edos berdering, ada panggilan dari Mamanya di sana, Edos menggeser tanda hijau.

"Edos, Kamu dimana, Nak?" suara seorang wanita tanpa mengucap salam.

"Assalamu'alaikum, Ma. Edos lagi di rumah teman, Ma. Lagi pamitan."

"Wa'alaikumussalam, jadwal keberangkatan pesawatnya tinggal beberapa jam lagi, kamu kok belum siap-siap, Jangan buat papa kamu marah, Sayang!"

"Iya, Ma. Bentar lagi aku pulang, Edos lagi pamit sama temen-temen Edis, Ma."

"Mama tunggu, Sayang. Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam, Ma."

Tania berdiri, ia melangkahkan kakinya ke depan, memandang hamparan kebun teh yang luas, menghirup udara yang sejuk, dan membuang segala gundah.

Edos menghampiri Tania,

"Pergilah!" perintah Tania yang masih membelakangi Edos.

"Bahkan sampai kita akan berpisahpun, kamu tidak mau memelukku?"

"Nggak ada," tukas Tania.

"Nggak mau aku antar pulang juga?"

"Nggak usah," tolak Tania.

Edospun menyalakan motornya.

Dia benar-benar mau meninggalkan aku, batin Tania ketika melirik ke arah Edos.

"Masih berdiri di situ saja, mau jadi ikan kering kamu." hardik Edos.

"Ck.. jahat!" Tania melangkah dan duduk di belakang Edos.

"Sayang, aku buru-buru. Kalau nanti kamu jatuh di rerimbunan teh, terus nggak ada yang melihat kamu bagaimana? pegangan donk, Say!"

Tania mendengus kesal.

"Nanti baju kamu bau keringatku."

"Nggak apa-apa buat kenang-kenangan nanti kalau aku sudah sampai di Jepang."

Taniapun memeluk tubuh Edos dari belakang, ia juga membenamkan wajahnya di punggung kekar Edos. Edos melajukan motornya.

Edos merasakan punggungnya basah, tidak tahu pasti apa itu keringatnya atau air mata Tania, yang pasti sesaat kemudian ia mendengar Isak tangis dari Tania. Tangan kiri Edos akhirnya melepaskan diri dari stang motor dan mengusap punggung tangan Tania.

Tania yang merasa bahwa perjalanan pulangnya kali ini sangat lama, bahkan lebih lama dari perjalanan pulangnya dengan jalan kaki yang hanya butuh waktu 15 menit saja untuk sampai ke rumahnya, iapun membuka matanya, melihat ke sekeliling.

"Yank?"

"Oii,"

"Sejak kapan jalan dari kebun teh ke rumahku lewat jalan ini?"

"Sejak sekarang, Say."

Motor yang mereka kendarai berhenti di depan sebuah butik.

"Tidur, Say?"

"Enggak, pulang yuk!"

"Kok pulang? udah sampai sini nanggung."

"Kamu tega, pakaianku compang-camping gini kamu ajak ke sini, jahat kamu, Yank."

"Waktunya mepet, Say. Ayo turun."

Tania turun dari atas motor Edos, ia kemudian melepas selendang dan juga baju luarannya. Baju-baju tersebut di letakkan di atas motor Edos, kini yang tertinggal adalah setelan piyama lusuhnya.

Bahkan dia belum sempat mandi waktu tadi pagi berangkat kerja ke kebun teh. Ia nampak ragu-ragu hendak berbuat karena tidak tahu apa maksud Edos sebenarnya datang ke sini.

Edos dengan setia menunggu pergerakan Tania yang lambat seperti siput. Ketika Tania terlihat sudah melepas pakaian kumalnya, dengan segera Edos menarik tangannya untuk mengikuti langkahnya masuk ke dalam butik.

Tania masih sangat ragu-ragu, apalagi ketika sandal jepitnya mulai menapaki lantai granit yang berkilauan benar-benar tidak singkron dengan keadaannya. Edos benar-benar sudah keterlaluan.

Sepanjang jalan Tania hanya menundukkan kepala. Malu jika bertemu dengan orang-orang yang ada di sana, pakaian yang mereka kenakan rasanya berbanding terbalik dengan yangbia pakai.

Seorang pramuniaga butik itu menyapa mereka,

"Selamat siang, Mas dan Mbak, ada yang bisa kami bantu?"

"Kami butuh kebaya pengantin yang sudah ready, Mbak, untuk calon istri saya." sahut Edos.

Seketika mata Tania melotot tak percaya menatap Edos.

"Yank?"

"Mari ikut kami!" Pramuniaga tersebut mengajak mereka berdua masuk ke dalam sebuah ruangan. "Silahkan duduk, Mas, Mbak!"

Tania meraih tangan Edos,

"Kamu yakin, Yank?" tanya Tania yang masih ragu pada kekasihnya. Edos hanya tersenyum manis.

Pelayan butik tadi datang mendorong gantungan baju seperti troli yang berisi kebaya pengantin di sana.

"Ini kokeksi kebaya pengantin kami, silahkan dicoba."

Tania bangkit mengambil 3 hanger baju dan pergi ke ruang pas. Sebentar kembali dengan kebaya telah membalut tubuhnya, meminta pendapat Edos.

Cantik banget calon istriku.

"Yank, gimana?"

Edos masih bengong,

"Yank!"

"Eh iya, Say. Yang itu saja." jawab Edos gelagapan. "Mbak, tolong bungkus yang itu!" ucapnya pada sang pramuniaga.

"Baik, Mas,"

Tania masuk kembali ke ruang pas untuk mengganti bajunya lagi dengan baju semula. Ia keluar lagi dan menyerahkan kebaya tadi pada pelayan yang menungguinya untuk dikemas.

"Silahkan ambil di kasir ya, Mbak!" kata pelayan butik memberikan nota.

Tania menyerahkan nota tersebut pada Edos

"Tunggulah di luar!" suruh Edos.

"Enggak ah, kamu mau aku diusir satpam gara-gara mereka kira aku gelandang." tolak Tania.

"Hahaha, Emang kamu gelandangan, kan?"

"Oh tidak, tuduhanmu itu sangatlah kejam, Eduardo, aku masih punya gubuk derita. Apa kamu mau tinggal di gubuk derita bersamaku, Eduardo?"

"Tidak, Esmeralda. Kita akan merantau ke Jakarta bersama. Ada temanku Ferguso yang menawariku pekerjaan." jawab Edos.

Setelah membayar pesanan, mereka berlalu meninggalkan butik tersebut. Edos mengantarkan Tania sampai di rumahnya.

"Kamu punya fotokopi KTP dan KK Nggak? biar sekalian aku bawa." pinta Edos.

"Sebentar aku lihat, ada atau tidak." sahut Tania yang kemudian masuk ke dalam kamarnya.

Sejenak kemudian dia keluar,

"Adanya fotokopi KTP doang, Yank. KKnya asli." tutur Tania sambil menyerahkan kertas yang dipegangnya kepada Edos.

"Ya udah, sini aku fotokopikan sekalian," sahut Edos. "Nanti malam aku ke sini lagi, kita bareng ke rumah pamanmu." ucapnya lagi.

Tania hanya melongo dengan ucapan Edos, hingga Motor Edospun berlalu dari tempat itu. Tania tidak mengerti, namun ia menyimpan saja berbagai pertanyaan dalam benaknya.

Happy Reading 😊😊😊