webnovel

Hatiku, hatimu siapa yang tahu?

Semilir angin masih terlalu dingin pagi ini, tak seperti biasa, kali ini aku diantar ke sekolah oleh Bapak. Matahari masih malu untuk menampakkan sinarnya, saat aku sudah berada di sekolah. Padahal, biasanya kurang lima menit lagi bel masuk berbunyi aku baru sampai, gara-gara naik angkot. Hehe ... Sebenarnya bukan karena itu sih, tapi aku memang hobby telat.

Pukul 7.30 bel berbunyi, upacara akan segera dimulai. Kebetulan memang ini hari senin. Semua siswa berbondong-bondong menuju lapangan. Tak terkecuali diriku, aku bersama Putri juga berjalan menuju barisan kelas kami. Kelas 2C.

"Tugas Fisikamu udah kelar belom? Boleh minta bagi?".Sayup-sayup aku mendengar suara seraknya dari kejauhan.

Fahmi, aku sangat yakin kalau itu suaranya. Cowok tampan berkumis tipis itu berada di bagian belakang barisan sebelah kananku, tepatnya di barisan kelas 2D. Dia yang belakangan ini sering terlukis dipikiranku, entah sejak kapan? Akupun tak ingat.

Sesekali aku menengok ke belakang, bukan karena aku sengaja ingin meliriknya. Tapi karena pantulan sinar matahari sudah cukup menghangati pipiku. Perih. Ternyata, matanya juga melirik ke arahku. Salah tingkahlah aku dibuatnya.

"Panas?" Lirih Putri mengejutkanku.

"Eh, iya nih panas banget" Jawabku sekenanya.

"Ssttt, tuh pak kepsek melihat kita" Putri berkata sambil menunjuk ke arah Bapak Kepala Sekolah yang sedang berpidato.

***

Akhirnya selesai juga, setelah berdiri kurang lebih setengah jam di bawah terik matahari.

"Lapor upacara pada hari ini telah selesai!" ucap Pemimpin upacara kepada Bapak Kepala Sekolah yang selaku Pembina Upacara. Momen yang paling kunantikan saat mengikuti Upacara Bendera.

"La, kantin dulu yuk! Haus nih ..." Putri mengajakku, tapi aku menolak.

"Aku nitip aja ya, betisku pegel"

"Oke." jawab Putri, lalu kami berpisah. Aku berjalan menuju kelas bersama teman yang lain.

Di saat bersamaan, aku melihat geng Fahmi juga berjalan menuju kantin. Duh, nyeselnya.

"Tak apalah, kalaupun jodoh tak lari kemana." Aku membatin.

Eh, masih saja dia menoleh ke arahku. Dan pastinya aku tersipu malu. Segera menunduk, takut kalau ada yang melihat wajahku memerah seperti wajah Bu Melani guru Bahasa Inggris yang gosipnya memakai RDL. Haha.

Di kelas, Putri tak kunjung datang. Aku kemudian menyusulnya menuju kantin. Kering sudah kerongkongan, dehidrasi setelah berjemur. Bukan, bukan karena itu. Tapi aku ada maksud lain.

Di kantin aku tak menemukan Putri, kemana dia? Geng Fahmi ada, tapi Fahmi ga ada.

"Zul, liat Putri ga?" aku memberanikan diri bertanya kepada temannya Fahmi. Aku memang kenal sama dia, tetangga dekat rumah tapi sombong.

"Ada tadi, tau deh kemana." jawabnya singkat, kemudian menghembuskan asap rokok dari mulutnya. Cakep iya, tapi kelakuannya bikin ilfeel.

***

Aku berniat kembali ke kelas setelah membeli sebotol air mineral, daripada menunggu Putri. Aku bisa mati kehausan.

"Brukk!!" Kepalaku tiba-tiba tertubruk benda keras, pusing. Air di botol yang kupegang pun berhamburan seketika, membasahi sebagian seragamku. Dingin, air es .

Ternyata benda keras itu adalah kepala Fahmi, ya Allah. Bisa-bisanya kami bertabrakan. Bajunya juga ikut basah. Kaos di dalam seragamnya nampak jelas, tembus pandang. Akhirnya aku sadar sesuatu, baju seragam putihku pun tembus pandang. Sontak tanganku segera menutupi bagian dada. Malu.

"Hati-hati kalau jalan." Ucapnya sembari mengusap-usap kepala.

Mungkin sakit yang kurasakan, dia juga ikut merasakannya. Ya jelaslah, sama-sama bertubrukan, ya sama sakitnya. Apaan sih.

"Sorry, kamu ga apa-apa?" Tanyanya.

"Iya." jawabku singkat, dan dia tersenyum kepadaku. Lagi aku merasakan panas di pipiku, bukan karena matahari, tapi ...

***

Jam pelajaran pun di mulai, mata pelajaran pertama matematika. Aku tetap mengikuti pelajaran dengan seragam yang setengah basah. Beruntung ada sweater, jadi bisa aku pakai menutup bagian depan yang tembus pandang

Jujur, aku tidak konsen sama sekali. Mengingat kejadian tadi ah, andai aku bisa merekam momen itu. Malu namun senang, bisa sedekat itu dengannya.

"La, ada tugas tuh!" kata Putri menunjuk ke arah papan tulis.

Aku cuma mengangguk. Teman sebangkuku ini cukup aktif di setiap pelajaran, sama akupun demikian. Tapi kali ini beda, konsentrasiku hanya tertuju padanya. Inikah yang namanya cinta pertama? Dia yang membuatku rajin ke sekolah, hanya untuk melihatnya. Walau memandangnya di kejauhan, walau sekedar senyum namun hati ini sudah cukup bahagia.

***

"Put, itu tadi Fahmi dari mana?" setelah mempertimbangkan banyak hal, aku bertanya kepada Putri. Aku penasaran, ngapain Fahmi keluar dari kelasku padahal aku liat sendiri mereka menuju ke kantin

"Tadi uang kembalianku ketinggalan, terus dia nyusul ke kelas nganter uangnya." jawab Putri kemudian menyeruput es teh.

Hmm ... spesial banget si Putri. Aku membatin.

Aku tak cemburu, kalau Fahmi bela-belain ngantar uang kembalian tapi ... ah, entahlah.