webnovel

Fahmi Saputra Pradipta

Jarum jam menunjukkan pukul 1.30 siang, akhirnya pelajaran selesai. Waktunya pulang, tapi tidak untuk kelas kami. Pak Sudarman guru matematika, memberikan pelajaran tambahan. Kelas 2C dan 2D digabung, tepatnya di kelasku dan itu yang membuat hatiku dag dig dug tidak karuan. Sayangnya dia duduk di bangku kedua dari belakang, aku tak bisa melihatnya. Bisa-bisa aku dapat teguran kalau sering menengok ke belakang.

"Put, panas ya?" Ucapku sembari mengibaskan jari ke wajah.

"Ah, gak juga kok! Perasaanmu aja kali." Jawabnya santai.

Mungkin iya, benar apa yang dikatakan Putri. Aku keringatan, merasa ada yang memperhatikanku. Grogi lebih tepatnya. Sesekali mataku melirik ke arah dimana Fahmi duduk. Bukannya aku gede rasa tapi tak salah lagi, memang dia memperhatikanku.

Kuamati lekat pakaianku barangkali ada yang salah, namun tak kutemukan sedikitpun. Aku merasa baik-baik saja. Segera kurapikan rambutku yang kurasa agak berantakan dan menyisirnya dengan jari, memang kebiasaanku.

Mungkin dikiranya aku ini salah tingkah, padahal memang iya. Fahmi ... Fahmi, kau telah memporak-porandakan hatiku!

***

Peluhku bercucuran karena teriknya matahari siang ini cukup menyilaukan mata. Aku berjalan menyusuri gang demi gang menuju ke rumahku. Jarak dari jalan raya lumayan membuat betisku letih. Hari ini aku pulang agak lambat, tapi menyenangkan.

Sesampainya di depan rumah, aku membuka pagar kemudian masuk. Ada ibu dengan senyum sumringah dia menyambut anaknya. Bahagia rasanya punya keluarga sesempurna ini. Walau sederhana, keluarga kami penuh kehangatan.

Aku anak bungsu dari dua bersaudara, aku punya kakak laki-laki yang sudah tamat sekolah. Sekarang dia kuliah jurusan keguruan mengikuti jejak bapak. Awalnya dia menolak, katanya tidak sesuai dengan bakatnya tapi akhirnya nurut juga. Anaknya bandel, susah dibilangin tapi sebenarnya baik, sayang sama adiknya Larissa Larasati, yaitu aku Lala.

***

Ada rasa yang tak biasa

Yang mulai kurasa, yang entah mengapa

Mungkinkah, ini pertanda

Aku jatuh cinta, cintaku yang pertama ...

Sayup-sayup aku mendengar lagu Cinta Pertama yang dilantunkan Mikha Tambayong dari kejauhan, entah siapa yang memutar lagu itu. Sepertinya sengaja diperuntukkan padaku.

Di dalam kamarku, aku menatap langit-langit plafon yang terbuat dari triplek berwarna coklat keemasan. Disinilah tempatku bersantai, tempatku meluapkan isi hati tanpa seorang pun yang tahu.

Jujur aku orangnya tertutup, dengan orang terdekat sekalipun aku tidak mau curhat. Malas, takutnya mereka 'ember bocor'. Pernah dengar gak orang yang sahabatan tiba-tiba marahan? Setelahnya, mereka saling mengumbar aib sana-sini. Amit-amit deh punya sahabat kalau kayak gitu.

Mendingan kayak gini, rasaku cukup aku dan Tuhan yang tahu. Kalau memang jodoh, apa boleh buat? Hahaha, ngarep.

***

Perlahan aku beranjak dari tempat tidur menuju meja belajar yang terbuat dari serbuk kayu bercat putih , ada rak buku di atasnya. Aku berniat membaca koleksiku yang belum pernah tersentuh. Cinta Paling Rumit karya penulis andalanku, Boy Candra. Isinya kumpulan cerpen. Ingin membacanya tapi urung, aku teringat sesuatu. Facebook.

Segera kuraih gawaiku di atas nakas di sebelah ranjangku, kemudian membuka aplikasi berwarna biru. Fahmi Syahputra Pradipta, kuketik namanya di pencarian. Ada beberapa hasil tapi bukan dia. Kuulang lagi dengan nama yang berbeda, Fahmi Pradipta. Lagi-lagi bukan dia. Kuputar otakku berpikir keras kira-kira dia pakai nama apa di facebook? Arghh... aku tidak tahu.

***

'Ting!' Bunyi pesan di aplikasi whatsappku.

'La, jalan yuk! Malming ini'

'Gak ah, lagi mager ...' Segera kuketik balasan dan tak sampai semenit tanda centang biru muncul.

'Ayolah, bete nih ...'

'Yodah!' balasku singkat.

Sebetulnya aku benar-benar malas kemana-mana hari ini. Ingin menikmati indahnya jatuh cinta di rumah. Dengar lagu cinta, sambil membaca buku cinta Boy Candra. Sungguh menyenangkan. Tapi demi sahabatku Putri, tak apalah.

Tak berapa lama suara Putri sudah terdengar di depan rumah, beruntungnya aku sudah mandi. Aku bergegas keluar setelah pamit sama Ibu. Penampilan Putri sangat anggun, dengan balutan mini dress hitam dengan lengan tiga perempat. Sedangkan aku biasa saja, mengenakan blouse ruffle berwarna navy yang kupadukan dengan jeans hitam. Tapi kami selalu kompak mengenakan sneaker, simple.

***

"Put, kita mau kemana?" Tanyaku kepada Putri yang asyik menikmati lagu Work It milik Fifth Harmony di belakang kemudi.

"Ya, jalan La" jawabnya singkat.

"Iya tau, jalan kemana?" Tanyaku lagi.

Putri hanya cengir tanpa menjawab, dengan rasa kesal aku mengerucutkan bibir menoleh ke arah luar jendela.

Mobil ini pun melaju membelah jalanan kota Makassar di bawah jingganya senja, seperti pikiranku yang juga ikut melaju kepadanya. Aku belum menemukan nama akun facebook Fahmi. Ingin bertanya kepada Putri tapi alasanku, untuk apa? Tanya ga ya? Mungkin seperti inilah pepatah Malu bertanya sesat di jalan, bingung sendiri jadinya.