webnovel

Brian & Yura (2)

Brian menyukai seluruh tentang Yura. Senyumnya, suaranya, mata cerahnya, dan sikapnya yang sangat baik. Brian tidak pernah menyukai siapapun kecuali Yura. Bahkan sebelum Yura.

Alasan kenapa Brian menyukai Yura adalah, Yura satu-satunya orang yang baik kepadanya. Yang mau berbicara dengannya, dan mungkin satu-satunya orang yang tidak pernah membencinya. Yura juga tidak pernah mempermasalahkan tentang keluarga Brian.

Karena kasus papanya, Brian sempat terpuruk. Dicaci maki oleh banyak orang, membuatnya sangat muak dengan hidup. Dia seperti manusia bernyawa tetapi sebenarnya telah mati. Masa itu dipenuhi kesedihan dan kesakitan yang membuat Brian merasa ingin lenyap dari muka bumi ini.

Brian merasa kembali hidup setelah bertemu Yura. Hanya melihat senyum Yura pun sudah membuatnya seperti kembali bernapas. Dengan bertemu Yura, Brian menjadi lebih menerima semua yang telah terjadi. Brian juga pernah dan selalu merasa, banyak orang yang lebih pantas bersama Yura dibandingkan dirinya. Tetapi inilah yang dinamakan takdir. Dan Brian sangat bersyukur untuk itu. Dia selalu berterima kasih kepada Tuhan karena telah mempertemukannya dengan orang sebaik Yura.

Brian selalu ingin menghabiskan masa mudanya bersama Yura dan kak Felix. Setidaknya untuk saat ini. Menjalankan hari-harinya dengan bahagia bersama orang-orang yang disayanginya. Benar-benar impian setiap orang.

Setiap momen bersama Yura, membuat Brian sangat bahagia. Menurutnya juga sangat menakjubkan hanya karena melihat Yura, Brian tersenyum tanpa disadarinya. Bodoh memang, tapi seperti itulah orang yang sedang dimabuk cinta.

Sepulang sekolah, Brian mengajak Yura ke rumahnya karena ada sesuatu yang mau ditunjukkan kepada Yura.

"Kamu belajar main drum?" Tanya Yura yang melihat adanya drum baru di rumah Brian. Mungkin Yura sedikit tidak menyangka, karena selama ini Brian hanya memainkan gitar dan piano.

"Iya, kamu suka kan?" Ucap Brian sambil membawakan minuman untuk Yura. Alasan Brian belajar memainkan drum karena saat itu Yura terlihat sangat takjub melihat seorang drummer yang memainkan drumnya dengan sangat keren.

Yura mengangguk sebagai responnya kepada Brian. "Kamu nggak tunjukkin ke aku hasil latihan kamu?"

Brian tertawa kecil melihat Yura yang seperti itu. Cara bicaranya yang terkesan dingin, tetapi dengan wajah yang imut. Bagaimana cara membayangkannya?

Brian langsung menunjukkan kemampuannya yang masih sedikit itu. Walaupun begitu, cara bermain drumnya cukup bagus untuk seorang pemula. Yura bertepuk tangan sebagai apresiasinya. Dan disaat itu juga Brian akan menunjukkan ekspresi yang dapat diartikan sebagai, "Karena aku adalah Brian."

"Main drumnya udahan. Ayo makan," kata kak Felix sambil menepuk pundak Brian. Kak Felix berjalan ke meja makan dengan gaya santainya.

"Yuk, Yur makan bareng." Ucap Brian. Yura hanya mengangguk dan ikut makan bersama. Mereka makan tanpa adanya suara kecuali sendok dan piring yang saling beradu.

"Kok pada diem-dieman sih," Brian berusaha memecah keheningan. Ia menuangkan air ke gelasnya lalu meminumnya.

"Adab makan, Bri," ucap kak Felix.

Setelah itu tidak ada lagi obrolan apapun. Dan setelah selesai makan, kak Felix yang akan mencuci piring. "Kak, kata Yura biar Yura aja yang cuci piringnya," kata Brian.

Kak Felix terdiam sejenak seperti sedang berpikir. Setelah beberapa saat, kak Felix berkata, "Gapapa kok, Yura lain kali aja ya. Hari ini biar kakak yang cuci piringnya."

"Ok deh kalo itu mau kakak," Brian hanya mengangkat bahunya. "Apa? Udah mau pulang? Yaudah aku anterin ya," Brian segera mengantarkan Yura pulang setelah berpamitan kepada kak Felix.

Rumah yang ditempati Yura dan Tantenya terletak di dekat danau. Agak jauh dari sekolah dan sangat sedikit rumah yang ada di daerah tersebut. Terkesan tenang dan damai. Orang yang ingin menenangkan diri dari hiruk-pikuk kehidupan di kota, akan sangat cocok tinggal disini.

"Masuk dulu, Bri," tawar Yura kepada Brian saat mereka sudah sampai di depan rumah Yura.

"Nggak dulu deh, udah malem soalnya. Besok aku kesini ya," ucap Brian sambil mengelus rambut halus Yura. Brian menunggu Yura masuk ke dalam rumahnya sebelum dia meninggalkan tempat tersebut. Yura melambaikan tangannya kepada Brian.

Udara malam yang dingin menusuk kulit Brian. Dia tidak memakai jaket. Sebuah kecerobohan yang tidak perlu ditiru. Saat sedang berjalan, Brian berpapasan dengan ketua RT daerah tempat tinggal Yura.

"Malam, Pak." Brian menyapa ketua RT tersebut dan menyalaminya.

"Malam, kamu ke rumah Yura lagi ya?" Ucap ketua RT tersebut dengan tatapan yang sulit Brian tebak. Dan Brian hanya mengangguk sambil tersenyum.

Pertemuan singkat itu tidak terlalu Brian pikirkan. Karena dia sering bertemu dengan ketua RT dan warga di daerah tersebut. Jadi ya, sudah biasa.