13 Januari 2019
SMA Lavender, adalah sebuah sekolah dengan akreditasi A. Untuk menjadi siswa di sini, kalian harus memiliki prestasi akademik yang bagus. Sekolah ini selalu menjunjung tinggi moralitas. Bahkan, di hari Jumat hanya ada kelas agama dan moral.
Semua orang pasti berpikir, siswa disini mempunyai attitude yang sangat baik. Tidak ada yang salah dengan pemikiran itu, bahkan memang benar. Tapi, bukan berarti seluruh siswa disini sangat suci. Ada beberapa yang agak melenceng. Maksudnya masih memiliki kekurangan di bawah kelebihan mereka.
Seorang siswa memasuki kelasnya—12 IPA 2—dengan ekspresi datarnya. Tetapi tetap terlihat kebahagiaan di dalam matanya. Wajahnya tampan, tetapi attitudenya agak buruk. Dia adalah Brian. Termasuk ke dalam salah satu siswa bermasalah. Permasalahan awal dari kasusnya ini bukan karena melawan guru atau kasus yang dialami siswa bermasalah lainnya. Kasusnya disini lebih rumit.
Brian dijauhi teman-temannya bukan karena kesalahannya, tetapi karena kasus yang menjerat papanya. Papanya yang merupakan kepala sekolah di SMA Lavender, telah membunuh salah satu muridnya. Bukan pembunuhan yang disengaja. Tetapi, yang namanya pembunuh tetaplah pembunuh. Dan buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Seperti itulah yang ada di pikiran setiap orang.
Brian menjadi korban perundungan teman-temannya. Dia bukanlah si penyabar yang akan menerima semua perlakuan buruk orang-orang terhadapnya. Apalagi Brian memiliki temperamen yang sangat buruk dan akan menimbulkan perkelahian, lalu berakhir di ruang BK.
Tidak ada yang mau duduk di meja yang sama dengannya, makan di kantin sendirian, dan saat ada tugas kelompok, tidak ada yang mau berada di satu kelompok dengannya. Brian menghadapi semua permasalahannya sendirian.
Hingga pada tahun kedua, ada siswi baru di kelas yang sama dengan Brian. Bisa dibilang, siswi ini adalah kebalikannya Brian. Jika Brian dijauhi, maka siswi inilah yang menjauhi semua orang. Namanya Yura.
Yura menjadi siswi di SMA Lavender saat kelas 11. Dia bukanlah murid pindahan dari sekolah manapun. Karena selama ini Yura hanya mengikuti program home schooling. Dari kecil hingga sekarang, dia tidak memiliki siapapun disisinya. Hanya ada mamanya. Tetapi, disaat mamanya meninggal, ia benar-benar sendirian. Mungkin hal itulah yang membuatnya kesulitan bersosialisasi. Dan merasa bahwa dia bisa bertahan hidup tanpa bantuan orang-orang.
Yura tidak pernah menunjukkan emosinya kepada orang lain. Baik itu bahagia, sedih, marah, ataupun takut. Seolah dia adalah orang yang tidak berperasaan. Dia orang yang tidak banyak berbicara. Atau bisa dibilang irit kata. Yura akan menghilang entah kemana saat jam istirahat.
Dari semua murid yang ada, hanya Yura yang tidak pernah merundung Brian. Karena menurutnya, kematian dari seorang siswa itu adalah kesalahan papanya, bukan kesalahan Brian. Lagi pula, bukan haknya untuk menghakimi orang lain.
Yura bukanlah siswi yang menonjol, bahkan kehadirannya seolah tidak disadari orang lain. Karena saking pendiamnya. Dia seolah sesuatu yang tidak ada di kelas tersebut. Tapi Yura tetap menikmatinya.
Di hari Sabtu, saat jam istirahat, Brian mendapati Yura yang sedang duduk di rooftop sekolah sendirian. Yura sedikit terkejut dengan kehadiran Brian. Tetapi keterkejutannya tidak bertahan lama. Dan langsung mengabaikan Brian.
Hal yang tidak disangka, Brian mendekatinya dan menyapanya. "Hai, kamu anak baru itu kan?"
Yura hanya menatapnya sebentar, lalu menganggukkan kepalanya. Basa-basi yang sangat basi menurutnya. Memangnya ada berapa banyak murid yang baru pindah disini? Pikirnya.
Brian tahu bahwa ada siswi baru dikelasnya. Tetapi dia tidak begitu peduli. Dan saat bertemu di rooftop, tidak ada salahnya untuk menyapa siswi baru itu. Brian sedikit terkejut dengan respon yang diberikan. Karena siswi ini benar-benar tidak menunjukkan ekspresi apapun. Sangat sulit menebak apa yang ada di pikirannya.
"Aku Brian," ia menjulurkan tangannya sambil tersenyum canggung. Karena Brian tidak tau harus berbuat seperti apa. Ini adalah pertama kalinya ia bersikap canggung seperti itu. Memang, Yura terlihat cukup cantik.
"Yura," ucapnya setelah cukup lama berdiam diri. Lalu Yura menunjukkan sedikit senyumnya.
"Oh ya, kamu mau nggak? Enak loh," ucap Brian sambil menyodorkan snack kentang dengan rasa yang cukup pedas. Yura mengambil sedikit snack tersebut dan memakannya.
Setelah memakannya, Yura sedikit mengerutkan dahinya dan langsung mengeluh kepedasan. Brian juga terkejut melihatnya, karena memang rasanya tidak sepedas itu. Dengan panik, Yura langsung meminum air yang dibawanya dari rumah.
"Aku nggak biasa makan pedas," itulah yang dikatakan Yura setelah beberapa saat. Selama ini, Yura memang tidak pernah memakan makanan pedas. Jadi dia sedikit shock.
Setelah kejadian di rooftop tersebut, Brian dan Yura menjadi semakin dekat dan mereka pun berteman. Yura beberapa kali datang ke rumah Brian yang seperti tidak berpenghuni. Karena Brian hanya tinggal dengan kakak laki-lakinya.
Yura tidak terlalu terkejut dengan keadaan Brian. Karena selama ini dia juga hanya tinggal berdua dengan tantenya setelah kematian mamanya. Tantenya yang membiayai kehidupan Yura.
Yura juga sedikit akrab dengan kak Felix, kakak laki-laki dari Brian. Akrab yang dimaksud disini adalah akrab dalam versi Yura, mengingat bagaimana kepribadian yang Yura miliki. Kak Felix orang yang sangat fleksibel. Maksudnya adalah, dia mudah beradaptasi dengan orang lain. Tidak hanya Yura, Brian juga sering berkunjung ke tempat tinggal Yura.
Karena sering bersama-sama, mereka menjadi lebih mengetahui karakter satu sama lain. Menurut Brian, Yura tidak seperti apa yang terlihat dari luarnya. Yura orang yang sangat hangat. Semakin mereka dekat, Yura juga menjadi lebih berekspresi kepada Brian.
Dan menurut Yura, Brian juga tidak seperti apa yang terlihat dari luarnya. Walaupun memiliki temperamen yang buruk, Brian adalah orang yang sangat lembut. Dia menunjukkan rasa sayangnya bukan melalui kata-kata, melainkan dari tindakannya.
Tidak tahu bagaimana alurnya, Brian dan Yura sudah dalam hubungan berpacaran. Tanpa adanya kalimat, "Kamu mau nggak jadi pacar aku?" keluar dari mulut Brian. Ya, mungkin inilah yang disebut menunjukkan cinta dan kasih sayang tanpa harus berbicara?
Sepertinya kita terlalu banyak membahas karakter mereka dan bagaimana mereka dekat hingga akhirnya berpacaran. Hingga tidak sadar jika cowok itu sudah berada di depan meja Yura—pacarnya—sambil tersenyum.
"Hai. Udah sarapan?" Brian menjulurkan tangannya dan mengelus rambut halus Yura. Dan gadis itu hanya menggelengkan kepalanya.
"Kebiasaan ya, nih aku bawa roti buat kamu. Dimakan!" Nada bicaranya dibuat seolah-olah sedang memarahi anak kecil. Tapi tetap tidak terlihat adanya kemarahan dari tatapan dan nada bicaranya.
"Iya," jawab Yura dengan suara yang sangat lembut. Brian segera duduk di tempatnya setelah memastikan Yura memakan rotinya.
Mungkin orang-orang berpikir bahwa Brian adalah remaja yang dimabuk cinta. Tidak salah, dan memang sangat benar. Tetapi, seperti itulah caranya menunjukkan perhatiannya. Sangat romantis bukan?