webnovel

SUAMI YANG KU RINDUKAN

Saat mimpi datang secara terus menerus dan menjadi kenyataan, akankah itu sebuah pertanda? Atau hanya sebuah ilusi belaka? Sedikitpun tidak terlintas dalam pikiran Inayah Saharah (24 th) wanita tuna susila bertemu dengan Yusuf (30 th) dalam razia malam. Yusuf seorang laki-laki dewasa yang selalu datang di dalam mimpinya.... Yusuf Hanafi seorang Ustadz di sebuah pondok yang mempunyai kelebihan indera ke enam mampu membaca pikiran manusia juga bisa melihat sesuatu yang akan terjadi. Hati Yusuf merasa terpanggil untuk menghibur dan membantu orang-orang yang akan mengalami takdirnya. Hingga pertemuannya dengan Inayah wanita yang hadir dalam mimpinya meninggal dalam kecelakaan. Akankah Yusuf bisa mengubah takdir Inayah yang akan meninggal dalam suatu kecelakaan seperti yang di lihat dalam penglihatannya?? Mungkinkah Inayah mendapatkan suami yang di rindukannya??

Nickscart_1 · História
Classificações insuficientes
32 Chs

HANYA KITA YANG RASA

"Hem... Hem... aku rasa tiga saudaraku telah melupakan aku." ucap Ridwan yang tiba-tiba datang bersama Shafiyah dan Inayah.

Melihat kehadiran Inayah di belakang Ridwan segera Yusuf menegakkan punggungnya. Untuk sesaat napasnya seperti berhenti saat menatap Inayah yang juga menatapnya. Melihat wajah dan penampilan Inayah yang sudah berubah membuat jantung Yusuf berdegup sangat keras.

Sungguh, Yusuf tidak menyangka akan bisa melihat Inayah lagi dalam keadaan sudah sehat, apalagi dari jarak yang begitu dekat. Saat sadar dengan rasa terkejutnya Yusuf mengalihkan pandangannya ke arah Gibran yang bangun dari duduknya dan memeluk Ridwan.

"Ustadz Ridwan, dari tadi kita sudah menunggu Ustadz kembali. Tapi tidak kembali juga sampai Ustadz Yusuf datang." ucap Gibran sambil melempar sebuah senyuman pada Shafiyah dan Inayah.

Hampir bersamaan Shafiyah dan Inayah menganggukkan kepalanya membalas senyuman Gibran.

"Maafkan aku Ustadz, aku harus memastikan acara ini tidak ada masalah dan berjalan dengan lancar." ucap Ridwan seraya mengambil dua tempat duduk untuk Shafiyah dan Inayah.

"Sungguh jangan di masukkan hati Ustadz, kita semua tahu Ustadz yang paling aktif untuk setiap pertemuan kita ini." ucap Gibran sambil melihat ke arah halaman pintu masuk yang sudah banyak para ulama dan Ustadz yang datang.

"Shafiyah, Inayah... aku sudah berjanji pada kalian untuk mengenalkan Ustadz Gibran dan Ustadz Fajar kan? nah, Ustadz yang tampan dan putih ini namanya Ustadz Gibran, dan yang masih muda dan pendiam ini Ustadz Fajar. Kalian ingat namanya ya?" ucap Ridwan dengan tersenyum.

Shafiyah tersenyum menganggukkan kepalanya dengan kedua tangannya menyatu pada Gibran dan Fajar. Melihat apa yang di lakukan Shafiyah segera Inayah melakukan hal yang sama kemudian menundukkan wajahnya kembali.

Yusuf mengamati semua apa yang di lakukan Inayah. Dan itu semua semua membuat hati Yusuf merasa tenang karena Inayah mengikuti hal yang baik dengan cepat.

"Ustadz Yusuf, apa keadaan Ustadz sudah lebih baik sekarang? aku lihat Ustadz lebih sehat dan segar. Apa ada sesuatu yang terjadi?" ucap Ridwan memancing Yusuf untuk bercerita tentang kedatangan Inayah.

"Sudah lebih baik Ustadz, aku bermimpi ada seorang bidadari datang dan dia merawatku sampai demamku turun." sahut Yusuf sambil melihat ke arah Inayah yang sengaja menatapnya dengan tatapan rumit.

"Bagaimana Ustadz Yusuf bisa bermimpi seperti itu? bukankah aku yang datang dan merawatnya? apa Ustadz Yusuf tahu kalau aku yang datang?" tanya Inayah dalam hati menahan rasa malu pada Yusuf kalau hal yang di pikirkannya benar.

"Bermimpi? apa Ustadz hanya bermimpi? apa itu bukan hal yang nyata?" tanya Shafiyah mengkerutkan keningnya sambil menatap ke arah Ridwan.

"Mimpi itu sepertinya sangat nyata, aku sangat berterima kasih pada bidadari itu karena dia aku menjadi sembuh kembali." ucap Yusuf dengan suara pelan kembali melihat wajah Inayah yang semakin merah.

Shafiyah semakin tak percaya dengan apa yang di katakan Yusuf.

"Bagaimana bisa Ustadz bilang kedatangan Inayah hanyalah sebuah mimpi? mimpi seorang bidadari lagi? sangat aneh!" ucap Shafiyah dalam hati kemudian menatap Inayah.

"Inayah, saat kamu datang tadi? kamu dari mana? aku dan Ustadz Ridwan mencarimu tapi kamu tidak ada? Apa kamu di suatu tempat?" tanya Shafiyah mencari kepastian dari Inayah.

Inayah mengangkat wajahnya dengan tatapan berkabut, sungguh Inayah merasa Shafiyah sedang mengadilinya seperti terdakwa.

"Aku sudah mencarimu dan Ustadz, tapi aku terhalang seorang wanita yang minta tolong untuk memberikan bubur pada seseorang. Jadi aku harus memberikan bubur itu." ucap Inayah sambil menundukkan kepalanya.

"Apa kamu tahu siapa yang kamu beri bubur itu?" tanya Shafiyah sambil berpikir keras kalau rencana Ustadz Ridwan sepertinya sudah berantakan.

"Aku tidak tahu, orang itu sedang tidur dan posisinya membelakangi aku." ucap Inayah sambil menggigit bibir bawahnya tidak tahu kenapa dia harus berbohong demi nama baik Yusuf.

"Apa kamu yakin tidak tahu siapa dia Inayah?" tanya Ridwan dengan tatapan penuh. Ridwan merasa ada hal yang aneh antara Yusuf dan Inayah.

Tanpa menjawab pertanyaan Ridwan, Inayah menganggukkan kepalanya sambil meremas kedua tangannya.

Yusuf tersenyum dalam hati melihat Inayah menjadi salah tingkah dan serba salah atas pertanyaan Shafiyah dan Ridwan.

"Ustadz Gibran, sepertinya tamu sudah banyak yang datang. Sebaiknya kita ikut menyambut mereka." ucap Yusuf mengalihkan pembicaraan agar menyudahi pemikiran Shafiyah dan Ridwan.

"Ustadz benar, ayo... Ustadz Fajar, Ustadz Ridwan kita sambut mereka." ucap Gibran seraya bangun dari duduknya di ikuti Ustadz Fajar berjalan ke halaman pintu masuk.

"Ustadz Yusuf, sebaiknya Ustadz di sini saja. Bukankah Ustadz masih dalam pemulihan?" ucap Ridwan dengan tersenyum masih punya seribu cara untuk mendekatkan Yusuf dengan Inayah.

"Baiklah, kalau Ustadz memaksa." ucap Yusuf kembali duduk di tempatnya.

"Ustadz Ridwan, boleh aku ikut dengan Ustadz menyambut para tamu?" ucap Shafiyah dengan tatapan memohon.

"Tentu Shafiyah, kamu boleh ikut. Dan sebaiknya Inayah di sini saja menjaga Ustadz Yusuf. Siapa tahu Ustadz Yusuf mengalami demam lagi." ucap Ridwan dengan tersenyum kemudian buru-buru pergi meninggalkan Yusuf dan Inayah dengan wajah bersemburat merah.

Shafiyah ikut tersenyum dan mengikuti langkah kaki Ridwan yang berjalan ke arah halaman.

Suasana menjadi sunyi setelah semuanya pergi dan meninggalkan Yusuf dan Inayah hanya berdua saja.

"Maafkan aku!!" ucap Yusuf dan Inayah secara bersamaan dengan wajah memerah.

"Ustadz dulu!!"

"Kamu dulu!!"

Lagi-lagi mereka bicara secara bersamaan.

Inayah semakin menundukkan wajahnya karena merasa malu, karena Yusuf sebenarnya mengetahui kedatangannya.

"Inayah." panggil Yusuf dengan suara gugup menahan jantungnya yang berdegup sangat kencang hingga keringat dingin mulai membasahi kening dan tengkuk lehernya.

"Ya Ustadz." sahut Inayah berusaha mengangkat wajahnya namun terasa begitu berat.

"Maafkan aku..." ucap Yusuf tidak melanjutkan ucapannya saat Inayah menatapnya dengan menggelengkan kepalanya.

"Tidak Ustadz, Ustadz tidak bersalah. Akulah yang salah. Seharusnya aku hanya mengantar bubur saja, tapi aku telah melakukan kesalahan. Harusnya aku tidak melakukan hal itu sebelum mendapat izin dari Ustadz." ucap Inayah menyatukan kedua tangannya dengan wajah tertunduk.

"Apa yang kamu katakan Inayah? bukankah aku sudah mengatakan sangat berterima kasih pada bidadari yang telah merawatku hingga aku sembuh? apa kamu tidak mengerti dengan apa yang tersirat dalam ucapanku Inayah?" ucap Yusuf menatap dalam wajah Inayah.

Inayah semakin menundukkan wajahnya dalam-dalam merasa hina di hadapan Yusuf.

"Aku sangat mengerti Ustadz, karena itulah aku sangat malu padamu. Aku sangat malu Ustadz, maafkan aku yang telah lancang merawat Ustadz." ucap Inayah dengan kedua matanya berkaca-kaca kemudian bangun dari duduknya dan berlari pergi meninggalkan Yusuf.

"Inayah! Inayah! jangan pergi!" panggil Yusuf berniat bangun untuk mengejar Inayah, namun gerakannya terhenti saat seseorang memanggil namanya.

"Yusuf!!"